Connect with us
Pidato Prof. Dr. Cornelis Lay, M.A. dalam Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada

Jalan Ketiga Peran Intelektual: Konvergensi Kekuasaan dan Kemanusiaan

Hadirin yang saya muliakan,

Di sepanjang pergaulan dan interaksi panjang saya dengan banyak pelaku di dunia politik, saya telah cukup menyaksikan bagaimana sebagian mereka bahkan gagal pada jebakan yang paling sederhana ketika mendapatkan kekuasaan, yakni menempatkan kekuasaan sebagai sesuatu yang wajar, sesuatu yang normal. Begitu banyak pelaku politik tergagap menerima kekuasaan dan berakhir dengan perilaku membelakangi akal sehat; menampakkan diri sebagai manusia kemaruk yang gila hormat. Ada yang begitu mudah tersinggung ketika diundang dan tidak menempati tempat duduk yang dianggap mewakili derajatnya, ada yang kebingungan mengatur penampilan, ada yang merasa perlu mendeklarasikan kehadirannya secara rutin di jalanan lewat suara ngiung-ngiung voorijder, ada yang membangun jarak sangat panjang, bahkan dengan sahabat masa lalu melalui penciptaan saluran protokoler yang rumit dan panjang, ada yang merasa perlu mendemonstrasikan kepemilikan kekuasaannya dengan kawin lagi atau memiliki “peliharaan”, dan masih sederetan perangai lainnya.

Sejumlah pelaku politik yang mampu melewati fase awal ini kadang gagal melewati jebakan fase berikutnya: penyalahgunaan kekuasaan yang membuat imparsialitas, sebagai properti khas dari institusi dan jabatan publik, kehilangan jejaknya; bertukar wajah menjadi institusi dan jabatan partisan; bahkan tidak jarang merosot menjadi properti keluarga atau individual pemegang kekuasaan. Hal ini seakan membangkitkan kembali klaim yang begitu luas dikritik, L’Etat C’est Moi (Negara adalah Aku) ala Louis XIV. Sialnya, bertumpuk alasan yang bisa membenarkan godaan ke arah penyalahgunaan kekuasaan, mulai dari yang bersifat askriptif (identitas dan kekerabatan) hingga alasan kemanusiaan seumpama membantu orang yang membutuhkan. Saya menyaksikan, cukup banyak pelaku politik yang gugur di fase ini. Bagi yang mampu melewati, di hadapannya telah menghadang jebakan lain: menjadikan kekuasaan bermanfaat bagi banyak orang. Di fase ini sebagian pelaku politik gagal karena dua alasan yang berada pada aras yang berbeda: mentahnya penguasaan ideologi dan rendahnya penguasaan aspek teknokratik-manajerial yang menandai kebanyakan pelaku politik Indonesia. Keasyikan intelektual Indonesia mengontrol, mengkritik, bahkan memaki dan menghina bekerjanya kekuasaan dan para pelakunya, membikin mayoritas mereka, terutama ilmuwan sosial, alpa dalam menjalankan fungsi empowering dan strengthening yang justru sangat diperlukan para pelaku politik guna menjadikan kekuasaan yang digenggam bermanfaat bagi publik, bangsa, negara, dan, di atas segalanya, bagi kemanusiaan. Bagi pelaku politik yang melewati fase ini, tantangan berikutnya yang tidak mudah dilewati adalah menemukan alasan dan jalan turun dari kekuasaan secara elegan dan bermartabat. Secara subjektif banyak alasan untuk bertahan di kekuasaan, bahkan tidak jarang dengan cara-cara yang tidak masuk akal. Secara objektif, saya menyaksikan terlampau banyak alasan di luar kontrol sang pelaku politik yang membikin penemuan alasan dan jalan mundur seakan menjadi pekerjaan yang mustahil. Karena alasan tersebut, penting digarisbawahi bahwa jalan ketiga ini, mengandaikan setiap intelektual, terlepas dari disiplin ilmu yang digeluti, adalah sekaligus zoon politicon dalam pengertian Aristotelian—makhluk politik yang bermasyarakat yang bukan saja mempersenjatai diri dengan pengetahuan dan kesadaran tentang politik, tapi sekaligus bersedia bertindak secara politik bagi kepentingan kolektivitas ketika diperlukan.

Bagi intelektual yang ingin memasuki atau keluar dari dunia politik, mereka dituntut senantiasa sadar dan waspada akan bahaya yang melekat dalam kekuasaan, baik yang terbentang di belantara dunia politik maupun di dunia ilmu pengetahuan sebagai ekosistem di mana proses memproduksi dan mereproduksi ilmu pengetahuan sekaligus merupakan proses produksi dan reproduksi kekuasaan dalam raut yang lain. Kaum intelektual harus waspada bahwa hukum sederhana “power changes people!” berlaku universal, termasuk bagi kaum intelektual. Kaum intelektual harus menyadari bahwa kekuasaan tidak mungkin dihilangkan dan exercise of power tidak melulu merupakan hal yang buruk (Wallace, 2015, hal. 111–113). Seorang intelektual juga harus menyadari bahwa setiap keterlibatannya mempunyai suatu sifat politis seperti yang secara indikatif disampaikan Soedjatmoko (1980). Yang sama pentingnya, kaum intelektual harus menyadari bahwa idealisme sekalipun bukan merupakan jaminan memadai untuk menghindarkan diri dari jebakan kekuasaan dan sindrom superioritas. Intelektual harus menyadari bahwa, sebagai agen utama untuk memproduksi dan mendesiminasi ilmu pengetahuan, intelektual dan institusi perguruan tinggi sangat terpengaruh oleh politik pengetahuan (Weiller, 2011). Karena itu, intelektual harus menyadari beragam kekuatan politik yang berkontribusi dalam membentuk kurikulum dan penelitian, penilaian kualitas akademik, dan relasinya dengan negara.

Bagi saya, ujian terbesar seorang intelektual bukanlah pada kemampuan dan kesiapannya untuk dengan lantang memaki kekuasaan dan para pelakunya, tetapi justru ketika ia bisa bersahabat dan menjadi bagian dari kekuasaan sembari tetap mampu menjaga kewarasan dan karakter dasar intelektual: berpikir bebas dan bertindak bijak bagi kepentingan kemanusiaan. Hal terakhir ini perlu digarisbawahi karena saya menyaksikan cukup banyak intelektual yang terjangkiti sindrom superioritas yang secara keliru mengira dirinya unggul secara intelektual dan moral di hadapan kekuasaan. Sindrom yang mengantarkan mereka pada sikap jemawa yang memosisikan pelaku politik sebatas sebagai robot pelaksana atau corong baginya. Saya sudah cukup sering menyaksikan betapa intelektual berubah menjadi musuh paling gigih dari kekuasaan yang pernah didukungnya hanya karena alasan sangat sederhana: pemikiran atau usulannya tidak diakomodasi. Dengan serangkaian alasan ini, saya perlu menggarisbawahi bahwa jalan ketiga yang ditawarkan— masuk dan keluar kekuasaan secara fleksibel dengan menempatkan kemanusiaan sebagai motif pokoknya—menuntut kematangan, kepekaan dan kapasitas dalam menilai politik. Sesuatu yang tidak bisa dihasilkan secara instan.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Mulyanto Sesalkan Impor Migas dari Singapura Semakin Meningkat

Oleh

Fakta News
Mulyanto Sesalkan Impor Migas dari Singapura Semakin Meningkat
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyesalkan nilai impor Migas (Minyak dan Gas) nasional dari Singapura yang semakin hari bukan semakin berkurang, melainkan semakin meningkat. Menurutnya, hal ini merupakan kabar buruk bagi pengelolaan Migas nasional.

Hal tersebut diungkapkannya menyusul rencana Menteri ESDM yang akan menaikkan impor BBM menjadi sebesar 850 ribu barel per hari (bph), terutama dari Singapura. “Pemerintah jangan manut saja didikte oleh mafia migas. Harus ada upaya untuk melepas ketergantungan impor migas. Paling tidak impor migas ini harus terus-menerus dikurangi. Jangan sampai pemerintah tersandera oleh mafia impor migas,” ungkap Mulyanto dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Untuk itu, lanjut Politisi dari Fraksi PKS ini, perlu adanya terobosan berarti terkait upaya pembangunan dan pengelolaan kilang minyak nasional di tanah air. Pasalnya, Sejak Orde Baru belum ada tambahan pembangunan kilang minyak baru, sementara rencana pembangunan Kilang Minyak Tuban, sampai hari ini tidak ada kemajuan yang berarti.

“Masa kita kalah dan tergantung pada Singapura, karena kita tidak punya fasilitas blending dan storage untuk mencampur BBM. Padahal sumber Migas kita tersedia cukup besar dibandingkan mereka,” tambahnya.

Mulyanto berharap Pemerintah mendatang perlu lebih serius menyelesaikan masalah ini. Hal itu jika memang ingin mengurangi defisit transaksi berjalan sektor migas serta melepas ketergantungan pada Singapura. Diketahui, Singapura dan Malaysia memiliki banyak fasilitas blending dan storage yang memungkinkan untuk mencampur berbagai kualitas BBM yang diproduksi dari berbagai kilang dunia, untuk menghasilkan BBM yang sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan.

“Karena kita tidak memiliki fasilitas ini maka kita terpaksa mengimpor BBM sesuai dengan spesifikasi kebutuhan kita dari negara jiran tersebut,” pungkasnya.

Untuk diketahui, produksi minyak nasional saat ini hanya mencapai sekitar 600 ribu barel per hari, sementara kebutuhan mencapai 840 ribu barel per hari. Kekurangan tersebut harus ditutupi melalui impor, dengan 240 ribu barel per hari berasal dari minyak mentah dan 600 ribu barel per hari dari BBM.

Baca Selengkapnya

BERITA

Proyek BMTH di Pelabuhan Benoa Diharapkan Mampu Pulihkan Ekonomi Nasional

Oleh

Fakta News
Proyek BMTH di Pelabuhan Benoa Diharapkan Mampu Pulihkan Ekonomi Nasional
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung saat memimpin pertemuan dalam Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi VI DPR RI di Denpasar, Bali, Senin (22/4/2024). Foto : DPR RI

Denpasar – Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, diharapkan mampu memulihkan ekonomi nasional, selain mempromosikan pariwisata Bali lebih luas lagi.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung saat memberi sambutan pembuka pada pertemuan Komisi VI dengan sejumlah direksi BUMN yang terlibat dalam pembangunan BMTH. Komisi VI berkepentingan mengetahui secara detail progres pembangunan proyek strategi nasional tersebut.

“Ini proyek strategis nasional  (PSN) yang diharapkan mampu  memulihkan ekonomi nasional melalui kebangkitan pariwisata Bali. Proyek BMTH diharapkan mampu membangkitkan kembali sektor pariwisata Bali pasca pandemi Covid 19,” katanya saat memimpin pertemuan dalam Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi VI DPR RI di Denpasar, Bali, Senin (22/4/2024).

Dijelaskan Martin, PSN ini dikelola PT. Pelindo  III  yang merupakan mitra kerja Komisi VI DPR RI. Proyek ini membutuhkan dukungan berbagai pihak, seperti PT. Pertamina Patra Niaga, PT. Pertamina Gas Negara, dan pihak terkait lainnya, agar bisa bekerja optimal dalam memulihkan ekonomi nasional. Pariwisata Bali yang sudah dikenal dunia juga kian meluas promosinya dengan eksistensi BMTH kelak.

Proyek ini, sambung Politisi Fraksi Partai Nasdem tersebut, memang harus dikelola secara terintegrasi. Namun, ia menilai, progres pembangunan BMTH ini cenderung lamban. Untuk itu, ia mengimbau semua BUMN yang terlibat agar solid berkolaborasi menyelesaikan proyek tersebut.

Baca Selengkapnya

BERITA

Dyah Roro Ingatkan Konflik di Jazirah Arab Berimplikasi Kenaikan Harga Minyak

Oleh

Fakta News
Dyah Roro Ingatkan Konflik di Jazirah Arab Berimplikasi Kenaikan Harga Minyak
Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti mengungkapkan bahwa konflik antara Iran dan Israel dapat memiliki implikasi ekonomi dan geopolitik yang signifikan, terutama dalam segi harga minyak mentah dunia (crude palm oil/CPO).

“Konflik antara Iran dan Israel dapat memiliki implikasi ekonomi dan geopolitik. Terutama dalam segi harga minyak mentah dunia,” ujar Roro dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Meski, saat ini harga minyak mentah dunia masih terpantau cukup stabil, dan per tanggal 22 April 2024 pukul 16.00, harga untuk WTI Crude Oil berada pada kisaran 82,14 dolar AS per barel, dan untuk Brent berada pada kisaran 86,36 dolar AS per barel. Namun, konflik di jazirah arab itu berpotensi menimbulkan kenaikan harga minyak mentah dunia, yang bisa menembus 100 dolar AS per barel.

Terkait dengan dampak dari konflik geopolitik terhadap kondisi harga BBM di dalam negeri tersebut, Politisi dari Fraksi Partai Golkar menjelaskan bahwa dari pihak pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Airlangga Hartarto, telah menegaskan dan memastikan bahwa harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak akan naik akibat konflik ini, paling tidak sampai bulan Juni 2024 ini.

“Untuk selanjutnya, Pemerintah masih perlu melihat dan mengobservasi lebih lanjut terlebih dahulu. Saya berharap agar dampak dari eskalasi konflik di Timur Tengah ini masih bisa ditahan dan diatasi oleh Pemerintah Indonesia, sehingga kenaikan BBM masih bisa dihindari,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya