Laki-laki di Bangku Trotoar Tua
Oleh Lian Lubis
Hari masih pagi. Tak terdengar suara burung-burung yang bernyanyi, padahal pohon-pohon di kota ini banyak yang rindang. Dari atas pesawat tadi, kota bahkan terlihat seperti hamparan hutan belantara. Hanya ada lalat yang berterbangan dengan suara sayap yang berdengung-dengung dan cericit tikus-tikus got yang tidak lagi takut pada manusia. Tikus-tikus itu berkeliaran dimana-mana, saling berebut sisa makanan yang dilemparkan begitu saja ke sembarang tempat oleh manusia di kota ini.
Orang-orang di kota ini nampaknya sudah terbiasa dengan kehadiran tikus-tikus seperti layaknya hewan peliharaan atau binatang yang telah didomestikasi. Seorang anak perempuan kecil yang sedang berjalan bersama ibunya, sesekali melemparkan cuilan-culian roti di tangannya kepada tikus-tikus yang sedang bergerombol. Mereka saling berebut cuilan roti anak itu seperti merpati di taman-taman kota. Semementara, serombongan tikus lain melintasi jalan raya bagai sekawanan itik yang sedang menyeberangi sungai, memacetkan lalu lintas. Aku terpana menyaksikan kejadian ini.
Seorang laki-laki paruh baya, perkiraanku berusia sekitar 45 tahun, duduk termangu di salah satu bangku trotoar, di pinggir jalan yang bising oleh deru mesin dan suara kenalpot kendaraan. Tujuh ekor tikus sebesar kucing persia dewasa berputar-putar di sekelilingnya, diantara kedua kakinya. Sesekali menjilati ujung sepatunya. Beberapa ekor tengadah kepadanya, seperti meminta sesuatu. Dia diam tak bergeming, mengabaikan semua gerak gerik tikus-tikus itu.
Laki-laki paruh baya itu mulai memegangi perutnya seperti merasakan sesuatu, tiba-tiba sebongkah muntah kental berair tersembur dari mulutnya bersama suara ledakan yang mengejutkan tikus-tikus dan para pengendara di jalan. Sekawanan tikus yang berputar-putar di sekelilingnya pun saling berebut memakan muntahan yang berserakan di atas trotoar. Dia semakin mencengkram perutnya, seperti ingin memeras lambungnya. Sebongkah muntah tersembur lagi dari mulutnya diiringi suara letupan kentut dan ledakan dari mulutnya yang hampir sama keras dengan yang pertama. Serombongan tikus yang sedang menyeberangi jalan seketika berbalik arah, berlomba berlarian ke arahnya dan berebut muntahan yang berhamburan di atas trotoar. Wajah laki-laki itu pucat dan matanya berair.
Laki-laki terkulai lemas di atas bangku trotoar. Perutnya masih dia pegangi, tapi tidak dicengkram sekuat tadi. Muntahan ketiga tak lagi tersembur dari mulutnya, tapi keluar begitu saja dari mulutnya seperti lava yang meleleh dari puncak kepundan. Seekor tikus yang sebesar kucing persia melompat ke atas bangku trotoar. Menaiki badannya, menjilati muntahan di mulut terus ke baju dan dasinya. Aku bergidik. Jijik.
Hanya dalam hitungan detik seluruh muntah yang berhamburan berceceran di atas trotoar dan yang keluar dari mulutnya dan meleleh ke baju serta dasinya habis dilahap tikus-tikus itu. Benar-benar tak ada yang tersisa. Bersih seperti tak pernah ada muntah yang telah diledakkan.Tikus-tikus itu lalu pergi meninggalkannya yang terkulai lemas dengan wajah yang semakin pucat. Orang-orang yang tadi ramai mengerumini dan menonton laki-laki itu, satu persatu pun meninggalkannya. Ku hampiri dia. Bau comberan menyengat hidungku.
Aku ingin bertanya padanya, tapi begitu banyak kalimat tanya berjejalan di kepalaku hingga macet di tenggorokan dan tersangkut di anak lidahku; tak bisa membuat pita suaraku bergetar. Bola matanya berputar beberapa kali kemudian berhenti dan memandang ke arahku dengan sorot mata yang lemah. Laki-laki itu mencoba tersenyum dan seperti ingin mengatakan sesuatu. Buru-buru kutawari dia air mineral dalam botol yang ku genggam –Beberapa saat yang lalu segel botol ini baru ku buka, tapi tak jadi ku minum isinya saat melihat dia meledakkan muntahnya– Dia menggangguk.
Hanya beberapa teguk ditelannya air dalam botol. Aku mencoba beradaptasi dengan bau comberan, seperti bau dari tubuh-tubuh tikus got yang tadi menjilati dan memakan muntahnya. Aku tak ingin menyinggung perasaannya karena terus berdiri, aku pun ikut duduk di bangku trotoar, di ujung salah satunya. Beberapa ekor tikus dan orang kembali kulihat menyeberang jalan; melintas diantara mobil dan motor yang macet tak bergerak.
“Aku baru menandatangi kontrak salah satu proyek di kota ini”. Dia tiba-tiba berkata dengan suara pelan. Badannya disenderkan pada sandaran bangku trotoar dengan kepala ditengadahkan ke langit. Seperti sehelai daun, dibiarkannya sinar matahari pagi menerpa wajahnya. Perlahan wajah pucat itu mulai memerah. “Tapi, tikus-tikus itu….”. Dia berhenti, tidak melanjutkan kalimatnya. Botol air mineral yang digenggamnya diremas kuat hingga memuncratkan isinya. Wajahnya kini benar-benar merah.
“Kenapa tikus-tikus itu, bung? Tadi kulihat mereka menjilati muntah bung. Maaf, aku jijik dan hampir muntah juga ketika melihat salah satu dari mereka naik ke badan bung dan menjilati muntah di mulut, baju dan dasi bung”. Dia melihat tajam ke mukaku. Kalimat yang hampir keluar lagi dari mulutku, ku tahan di ujung lidah. Aku menyesal menimpali kata-katanya seperti itu. Seharusnya aku diam saja. Aku mecoba tersenyum, tapi terasa sangat hambar.
“Maaf kalau kata-kataku menyinggung, bung. Aku baru tiba di kota ini. Sebaiknya aku mencari hotel untuk menginap dulu”. Aku bangkit dari duduk. Kalau aku terus di sini, bukan tidak mungkin akan berkonflik dengannya, pikirku. Lagi pula bau comberan masih terus menyengat hidungku. Hidungku tidak bisa beradaptasi dengan bau itu.
“Tetaplah duduk dengan ku sebentar. Di kota ini tikus memang banyak sekali. Saking banyaknya, satu persatu kucing telah pergi meninggalkan kota; tinggal yang tua renta dan kurus yang masih bertahan. Hidup dari sisa makanan yang tidak sempat dihabiskan tikus-tikus itu karena mereka sibuk berkelahi memperebutkan sisa makanan”.
Kuurungkan niat meninggalkannya. Bokong ku letakkan kembali di bangku trotoar tempat dia duduk, di ujung lainnya. Tiga ekor tikus mendekati kakiku. mengendus-endus ujung sepatuku. Ku angkat kedua kaki ke atas, tapi laki laki itu segera memintaku untuk menurunkan kembali pelan-pelan. Refleks, turuti kata-katanya.
“Tikus-tikus itu tidak akan mengganggumu. Biarkan dia mengendus ujung sepatumu.Tak akan lama mereka melakukan itu. Jika kau naikkan kaki seperti tadi atau mengusirnya, mereka tak akan pergi. Kawanan lainnya akan datang lebih banyak lagi dan sesuatu yang kita tidak tahu akan terjadi karena ulah tikus-tikus itu”.
Benar saja, baru saja dia menyudahi kalimatnya, ketiga tikus itu telah pergi menjauh meninggalkan kakiku.
“Aku baru menandatangi kontrak salah satu proyek di kota ini”.
Laki-laki itu mengulangi kalimat pertamanya tadi. Tak kutanggapi kata-katanya. Aku menunggu apa yang akan dia katakan selanjutnya. Dia terdiam. Aku mulai tak sabar, ingin segera pergi. Sebenarnya, tak ada pentingnya bagiku menunggu kalimat dia dan meneruskan pembicaraannya dengannya. Aku ke kota ini karena suatu urusan bukan untuk mendengar seseorang berkeluh kesah atau menceritakan dirinya. Aku makin menyesal telah menghampirinya dan menawarinya minum.
“Selamat, bung. Anda tentu senang dengan kontrak baru Anda itu”.
Kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku; aku was-was menunggu reaksinya. Dia tersenyum.
“Bung sakit? Bung tadi muntah hebat sekali”
Dia menghela nafas.
“Entahlah. Aku merasa tidak sakit. Tikus-tikus itu merampas pekerjaan yang telah kumenangkan dan tidak menyisakannya”.
Dia seperti enggan membicarakan tentang muntahnya, semenatara aku tak ingin tahu tentang kontrak pekerjaan yang dimenangkannya. Matahari semakin tinggi. Sinar ultaviolet mulai membakar kulit. Entah siapa yang mendesain trotoar seperti ini dengan bangku taman yang terpapar matahari. Seperti gadis desa yang berdandan ala idola koreanya, kota ini juga sedang mengalami disorientasi rupa; kota tropis yang ingin bermetamorfosis menjadi kota eropa1 dan aku terjebak dalam disorientasi dialog dengan laki-laki yang ku hampiri di bangku trotoar kota.
“Bung, aku mohon maaf harus meninggalkan bung sekarang. Aku mesti mencari hotel, sore ini ada urusan yang harus kuselesaikan”. Aku menyudahi disorientasi dialog.
“Silakan”. Dia tersenyum. Mengangguk.
Aku begegas meninggalkannya. Seekor tikus hampir terinjak olehku.
***
15.15 rapat seharusnya sudah dimulai. Sekarang 16.10, jadi hampir satu jam belum ada tanda-tanda akan dimulai juga. Katanya, menunggu pimpinan yang masih dipanggil gubernur. Diperkirakan sekitar pukul 17.00 baru bisa dimulai. Dari tadi dong seharusnya diberitahu. Dasar pegawai-pegawai tidak profesional. Aku memaki dalam hati. Sebenarnya sekretarisku telah mengingatkan, rapat dengan orang-orang pemerintahan tidak ada jadual yang bisa dipegang. Mungkin karena mereka yang memegang otoritas, jadi merasa bisa seenaknya? Selalu saja ada alasan yang mereka berikan bila jadual mulur dan mau tidak mau harus diterima. Begitu katanya seperti menasihati. Aku tersernyum, tadinya aku tidak begitu memperayainya.
16.20 akhirnya rapat baru dimulai. Pimpinan tersenyum sumringah saat membuka rapat. Tidak tidak ada rasa bersalah sedikit pun di wajahnya, hanya mulutnya mengucapkan permintaan maaf yang basa-basi. Hampir dua puluh menit rapat diawali dengan cerita kenapa dia dipanggil gubernur yang menurutku tak perlu kudengar. Aku mulai tak sabar. Rasanya ingin meledakkan muntah saja ke tengah-tengah meja rapat, seperti laki-laki paruh baya yang kutemui di bangku trotoar pagi tadi.
Sebentar lagi adzan maghrib Rapat harus di”break” sekitar satu jam karena setelah sholat magrib dilanjutkan dengan makan malam dahulu. Jadi, sekitar pukul tujuh malam rapat yang sebenarnya baru dimulai. Mulur empat jam! Gila!
Aku terkejut. Laki-laki paruh baya di trotoar kota memasuki ruang rapat beriringan dengan pimpinan. Dia sama terkejutnya denganku. Kami sama-sama mencoba saling tersenyum dan menggangguk. Pimpinan yang juga kepala dinas di kantor ini memperkenalkan laki-laki itu pada peserta rapat.
“Bapak ibu, saya perkenalkan ini Bapak Yanto mitra kita juga. Saya sudah beberapa kali meminta dan mengundang beliau untuk menghadiri rapat yang sangat terbatas ini. Untunglah ditengah kesibukan beliau, akhirnya beliau bersedia datang mengikuti rapat kita ini. Saya rasa sudah lengkap sermua hadir: saya sebagai pengguna anggaran, saudara kuasa pengguna anggaran juga merangkap pejabat pembuat komitmen, saudari bendahara, saudara pejabat pelaksana teknis kegiatan2. Ibu Ningrum perwakilan mitra lama kita serta Bapak Yanto. Sayang sekali, bapak direktur utama mitra lama kita berhalangan hadir. Kemarin malam beliau sudah memberitahu kepada saya via telephone akan mengirimkan utusan yang merupakan orang kepercayaan beliau, Ibu Ningrum”.
Semua mata tertuju kepadaku. Aku mengangguk dan tersenyum. Sekedar basa-basi kusampaikan salam dari direktur utama tempatku bekerja dan menyampaikan permohonan maafnya karena bertepatan dengan waktu rapat ini, pak direktur utamaku dipanggil pak menteri. Semua yang hadir tersenyum dan memaklumi. Hanya laki-laki itu saja yang mengangguk-angguk, tidak tersenyum. Aku pun memperkenalkan diri sekedarnya. Ku katakan juga bahwa aku baru seminggu bergabung dengan perusahaan ini. Sebelumnya aku cukup lama bekerja di luar negeri. Aku telah terlalu lama bekerja untuk negeri orang saatnya pulang membangun negeri, kataku semakin basa basi.
“Ibu Ningrum sangat patriotik. Saya bangga pada Anda. Paman Anda beruntung mempunyai kepokanan seperti Anda. Pantas Anda menjadi orang kepercayaan beliau’. Pempinan rapat berkata di luar dugaanku. Aku mencoba tersenyum walau terasa hambar. Semua mata semakin memperhatikanku, kecuali laki-laki itu yang terus mengangguk-angguk.
“Baik. Terima kasih Bu Ningrum. Untuk mempersingkat waktu, bagaimana kalau kita langsung pada inti dari rapat ini. Saya rasa bapak dan ibu setuju. Lagi pula rapat kita sudah mulur terlalu lama. Bagaimana Pak Yanto? Ibu Ningrum?”
Aku menganguk hampir bersamaan dengan laki-laki di bangku trotoar yang baru kutahu bernama Yanto.
“Pak Yanto, seperti yang sudah saya sampaikan kepada Pak Yanto sebelumnya, karena ada “kesalahan” koordinasi dengan panitia lelang, lelang yang telah dilaksanakan hasilnya di luar perkiraan kami. Dimenangkan oleh perusahaan Pak Yanto. Sebenarnya kami telah mengatur segala sesuatunya agar perusahaan Bu Ningrum ini yang mememenangkan lelang itu, tapi seperti yang saya katakan tadi ada salah kordinasi atau barangkali ada panitia lelang yang main mata sehingga perusahaan Pak Yanto yang memenangkannya.
Aku melirik pada Pak Yanto. Dia masih mengangguk-angguk.
“Dengan kebesaran hati Pak Yanto, seperti yang sudah saya bicarakan sebelumnya dengan Pak Yanto, pekerjaan ini akan dilaksanakan oleh perusahaan Ibu Ningrum. Kebetulan juga perusahaan Ibu Ningrum, maksud saya paman dari Ibu Ningrum, sudah membiayai sebagian besar pekerjaan sebelum pekerjaan ini di lelang. Jadi secara administrasi pekerjaan tetap atas nama perusaan Pak Yanto, tapi secara teknis dikerjakan oleh perusahaan Ibu Ningrum. Sebagai ucapan terima kasih, kami mengganti semua biaya yang telah Pak Yanto keluarkan selama mengikuti lelang dan memberikan “fee” pinjam bendera untuk perusahaan Pak Yanto. Setelah dipotong pajak”.
Seketika muntah bener-benar meledak dari mulutku disertai suara yang sangat keras dan letupan kentutku. Serombongan tikus entah dari mana menyerbu ruang rapat kami. Memakan dan menjilati muntah yang telah tersembur tak bisa kutahan. Diantara tikus-tikus itu, kulihat ada dua ekor yang wajahnya mirip pemimpin rapat dan pamanku. Aku bergidik lalu terkulai di bangku rapat. Pak Yanto mengambil segelas air mineral yang ada di atas meja rapat dan memberikannya padaku. Laki-laki di bangku trotoar itu tersenyum.
*Desa Mekarmanik, April 2015.
Catatan:
1. Seperti ditulis Zahnd (1999), seorang arsitek perancang kota, “Pada saat ini telah ada pembanjiran impor pola-pola perkotaan (desain) yang tidak tepat untuk dipakai di dalam lingkungan Asia Tenggara (Indonesia).
2. Pejabat dalam struktur organisasi keproyekan (program kegiatan) pemerintah di Indonesia: Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), bendahara, dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)
BERITA
Sudah Saatnya Sistem Zonasi dalam PPDB Dihapuskan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 14 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada TK, SD,SMP, SMA, SMK atau bentuk lain yang sederajat, menelorkan kriteria seleksi masuk sekolah dengan mempertimbangkan urutan prioritas berupa usia dan jarak tempat tinggal ke sekolah sesuai dengan zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya (Sistem Zonasi).
PPDB bertujuan untuk menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, nondiskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan. Namun dalam perjalananya apakah tujuan ideal dari PPDB menggunakan system zonasi tersebut sudah tercapai atau jsutru jauh panggang dari api?
Pertanyaan mendasar tentang penerapan sistem zonasi yang medasarkan pada upaya pemerataan pendidikan adalah apakah lokasi sekolah yang dibangun pemerintah sudah merata pada semua wilayah (anggaplah skala kecamatan) di Indonesia.
Bahwa faktanya pendirian sekolah (di setiap jenjang pendidikan) tidaklah didasarkan pada sebaran dan populasi penduduk, sehingga banyak dijumpai tidak meratanya sebaran sekolah di hampir setiap daerah. Satu sisi beberapa sekolah terdapat dalam satu wilayah (kecamatan), tapi banyak juga dalam satu desa/kelurahan dan kecamatan yang belum tersedia sekolah. Hal ini justru menyebabkan puluhan hingga ratusan calon peserta didik tidak mendaptkan sekolah dikarenakan “kalah” dalam konteks jarak rumah dengan sekolah yang jauh, di luar jarak zonasi yang diperkenankan.
Banyaknya calon siswa yang secara domisili jauh dari sekolah menyebabkan pupusnya kesempatan untuk bisa mengakses pendidikan secara layak, sesuai yang diamanatkan undang-undang. Fakta itu tidak saja di daerah terpencil ataupun luar jawa, bahkan di kota besar sekelas Surabaya juga masih dijumpai. Belum lagi munculnya fenomena pindah KK untuk bisa menjadi dasar untuk memenuhi kriteria zonasi. Ada yang pindah KK ke saudaranya, mencari tempat domisili (apartemen, beli/sewa rumah, dsb.) hingga tawaran pindah KK yang dilakukan oknum, calo, perantara dengan mematok tarif tertentu untuk bisa mengegolkan masuk ke sekolah yang diinginkan.
Atas polemik itu, dimuculkan kebijakan baru berupa jalur baru PPDB selain jalur zonasi, yakni jalur afirmasi (keluarga miskin), jalur prestasi (akademik) dan jalur prestasi non-akademik (olah raga, seni, budaya dsb.) yang persentasenya terus diutak-atik dengan pertimbangan yang kurang jelas. Apakah kebijakan tersebut tepat dan sesuai sasaran? .
Alih-alih memberikan solusi, tapi justru menambah permasalahan baru dalam dunia pendidikan. Awalnya sempat membuat lega dan menjadi oase bagi sebagian masyarakat yang berharap putra-putrinya tetap bisa masuk ke sekolah yang diinginkan, namun nyata justru menimbulkan permasalahan baru karena tidak semudah yang dibayangkan dalam mengakses “jalur alternatif” tersebut.
Beberapa kendala dan permasalahan ternyata sering muncul dan jadi rasan-rasan di kalangan Masyarakat terutama para ibu-ibu. Ada banyak sinyalemen dan desas-desus yang berkenbang mengenai sulitnya ditembus serta penyelewengan dari “jalur alternatif” tersebut. Jalur afirmasi khususnya bagi keluarga miskin (gakin, gamis, SKTM, KIS, KIP, dll) ternyata sulit diakses. Beberapa sekolah juga “enggan” untuk menerima dan memaksimalkan kuota untuk jalur gakin karena nantinya merka akan gratis dan tidak boleh dikenakan pungutan apapun. Ada juga kemunculan gakin baru/dadakan jelang PPDB.
Demikian halnya dengan jalur presetasi baik akademik maupun non akademik. Banyak yang merasa memenuhi kriteria, tapi dalam pengurusannya “dipersulit’ hingga batas pengajuan persyaratan yang diminta tidak bisa terpenuhi. Setali tiga uang, beberapa kabar yang beredar justru muncul anak-anak yang tiba-tiba “berprestasi” dan bisa masuk ke sekolah yang diinginkan. Maka muncullah banyak isu tak sedap tentang “permainan” hingga sejumlah nominal yang harus disiapkan untuk menebus jalur tersebut.
Ada pula fenomena munculnya jalur khusus, yakni “jalur rekom” yang bisa muncul mulai dari yang logis hingga yang tidak masuk akal. Yang logis semisal orang tua yang bekerja di wilayah dekat sekolah bisa meminta rekom agar anaknya bisa diterima di sekolah tersebut. Ada pula jalur rekomendasi mulai dari para pejabat di lingkup pemerintahan, maupun stakeholder pendidikan berbagai lini, yang berlangsung massif baik prodeo maupun “bertarif”. Tentunya hal tersebut berlangsung ekslusif, karen hanya orang-orang tertentu yang mempunyai akses dan koneksi erat saja yang bisa memanfaatkannya.
Semua sinyalemen dan desas-desus tersebut memang sulit dibuktikan hingga ke ranah hukum namun seperti sudah menjadi rahasia umum di masyarakat. Sistem Zonasi dalam PPDB yang ditujukan untuk pemerataan pendidikan justru dalam prakteknya memunculkan berbagai permasalahan yang menambah carut marut permasalahan di dunia pendidikan. Amanat untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen Pendidikan telah gagal diwujudkan. Sudah saatnya sistem zonasi dalam PPDB dengan pertimbangan utama jarak rumah siswa dengan sekolah, dihapuskan, dikembalikan pada sekolah dengan mempertimbangkan aspek sosial kemasyakartan, kompetensi, ketersediaan kuota, prestasi, dan keadilan.
Pemerintah hendaknya melaksanakan tugas utamanya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan lebih fokus pada penggodokan kurikulum pendidikan yang lebih canggih dan modern untuk dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat sehingga potensi peserta didik dapat berkembang agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Radian Jadid
*Kepala Sekolah Rakyat Kejawan
*Wakil Sekretaris LKKNU PW Jatim
*Ketua Harian Paguyuban Angkatan 93 ITS
BERITA
Pentingnya Kemudahan Persetujuan RKAB untuk Kemajuan Industri Pertambangan
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, telah lama mengandalkan sektor pertambangan sebagai salah satu pilar utama dalam pembangunan ekonominya. Industri pertambangan memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara serta menawarkan peluang lapangan kerja bagi masyarakat. Namun, untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan dan optimal, diperlukan langkah-langkah konkret yang mendukung kemajuan industri pertambangan. Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah kemudahan dalam persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Dasar hukum dari RKAB diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) no 96 tahun 2021. Dalam pasal 177 ayat (1) disebutkan bahwa Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun dan menyampaikan RKAB Tahunan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan Usaha pertambangan kepada Menteri. Dalam ayat (2) disebutkan bahwa RKAB Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan persetujuan Menteri. Untuk ayat (3) disampaikan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan, penyampaian, dan persetujuan RKAB Tahunan diatur dalam Peraturan Menteri. Peraturan Menteri yang dimaksud di sini adalah Peraturan Menteri ESDM no. 10 tahun 2023 tentang Tatacara Penyusunan, Penyampaian, dan Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya serta Tatacara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
RKAB merupakan dokumen resmi yang mengatur rencana kegiatan operasional dan anggaran biaya suatu perusahaan pertambangan untuk jangka waktu tertentu. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia, Perhapi, menyampaikan secara umum kiat sukses untuk kelancaran pembuatan laporan RKAB sampai pengesahan persetujuannya sebagai berikut:
– Siapkan perencanaan yang matang sebelum menyusun RKAB, terutama PIC/single accountability person yang bertanggung jawab dan mengkoordinir penyusunan tim RKAB.
– Pastikan kewajiban keuangan PNBP dll telah dipenuhi serta tidak ada penjaminan usaha ke Pihak lain.
– Seluruh kegiatan operasional pertambangan (OP) tetap berada dalam lingkup area feasibility studies (FS) dan AMDAL.
– Optimasi dokumen pendukung dan persyaratannya sesuai dengan Kepmen Nomor 373 Tahun 2023.
– Data sumberdaya dan cadangan harus disesuaikan, terutama laporan bersumber dari competent person Indonesia (CPI).
– Proaktif melalukan pemetaan, pendekatan dan komunikasi dengan evaluator, untuk meminta masukan terhadap hasil evaluasi sehingga dapat segera dilakukan perbaikan.
Sayangnya, menurut data terakhir masih sangat banyak RKAB yang belumn disetujui oleh Pemerintah, yang dalam hal ini adalah Kementerian ESDM. Untuk sektor batubara, dari sekitar 800-an RKAB, baru sekitar 400-an RKAB yang sudah disetujui menyisakan 400-an RKAB yang belum disetujui. Sementara, untuk komoditas mineral, sebagian besar RKAB justru masih dalam proses kajian. Lambatnya proses persetujuan RKAB menjadi sorotan oleh DPR. Pada rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR (26/3/2024), Wakil Ketua Komisi VII sempat mencecar Plt Dirjen Mineral dan Batubara terkait lambannya persetujuan RKAB ini.
Pentingnya kemudahan dalam pemberian RKAB sangatlah besar bagi kemajuan industri pertambangan di Indonesia, dan berikut ini adalah beberapa alasan mengapa hal ini menjadi krusial:
1. Mendorong Investasi
Kemudahan dalam pemberian RKAB akan menarik investasi baru ke sektor pertambangan Indonesia. Investor cenderung mencari lingkungan bisnis yang stabil dan berkepastian hukum. Dengan proses pemberian RKAB yang cepat dan efisien, investor akan merasa lebih percaya diri untuk menanamkan modalnya dalam proyek-proyek pertambangan di Indonesia.
2. Meningkatkan Produktivitas
Dengan adanya RKAB yang jelas dan terstruktur, perusahaan pertambangan dapat merencanakan kegiatan operasional mereka secara lebih efisien. Hal ini akan meningkatkan produktivitas karena memungkinkan perusahaan untuk mengalokasikan sumber daya mereka dengan lebih baik, mengurangi waktu yang terbuang, dan meningkatkan output produksi.
3. Memperkuat Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan
RKAB juga memuat rencana lingkungan hidup yang harus dipatuhi oleh perusahaan pertambangan. Dengan kemudahan dalam pemberian RKAB, pemerintah dapat lebih ketat dalam mengawasi dan mengendalikan dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan. Ini penting untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem lokal.
4. Mendorong Inovasi dan Teknologi
Proses pemberian RKAB yang lancar juga akan mendorong perusahaan pertambangan untuk mengadopsi inovasi dan teknologi terbaru. Dengan adanya jaminan kepastian operasional, perusahaan cenderung lebih terbuka terhadap investasi dalam teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi, keselamatan kerja, dan mengurangi dampak lingkungan.
5. Memberikan Manfaat Sosial dan Ekonomi
Kemudahan dalam persetujuan RKAB tidak hanya menguntungkan perusahaan dan investor, tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal dan perekonomian secara keseluruhan. Melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan pemberdayaan masyarakat lokal, industri pertambangan dapat menjadi motor penggerak pembangunan di daerah-daerah sekitarnya.
6. Menunjukkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)
Kemudahan dalam persetujuan RKAB juga dapat menunjukkan seberapa jauh industri pertambangan di Indonesia menggunakan komponen dalam negeri atau TKDN dalam operasionalnya. TKDN adalah aspek penting dalam hal rantai pasokan di dalam negeri. TKDN memberikan pengaruh penting pada pemasaran dan pengadaan barang di masyarakat.
Bagi Pemerintah, RKAB juga dapat digunakan untuk prognosa produksi dan penjualan, mengetahui besaran PNBP yang diterima Negara, kepastian pasokan agar seimbang dengan permintaan terhadap komoditi pertambangan, dan konservasi sumber daya alam. Selain itu, RKAB juga dapat menjadi alat Pemerintah untuk memprakirakan besaran investasi sektor pertambangan. Namun terdapat beberapa resiko bila persetujuan RKAB dibiarkan Pemerintah berlarut-larut tanpa kejelasan, yaitu berpotensi menyebabkan maraknya tambang ilegal, hilangnya pendapatan Negara (PNBP), dan juga kerusakan lingkungan hidup.
Kesimpulan
Kemudahan dalam pemberian RKAB sangat penting untuk kemajuan industri pertambangan di Indonesia. Dengan proses yang cepat, efisien, dan transparan, kita dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan sektor pertambangan yang berkelanjutan, menghasilkan manfaat ekonomi yang signifikan bagi negara, dan tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat. Pemerintah dan semua pemangku kepentingan terkait perlu bekerja sama untuk memperbaiki regulasi dan proses yang terkait dengan pemberian RKAB guna menciptakan iklim investasi yang kondusif dan berkelanjutan bagi industri pertambangan di Indonesia. Oleh karena itulah, tidak seharusnya pejabat yang berinisiatif dalam mempermudah persetujuan RKAB malah dihukum.
BERITA
Hilirisasi Dinasti ala Jokowi
Dikutip detikcom dari KBBI, Senin (23/10/2023), hilirisasi berarti penghiliran atau mengolah bahan baku menjadi barang siap pakai. Tapi pengertian dalam arti Dinasti Jabatan, dimana Individu yang bisa di katakan belum matang secara kapasitas dan kapabilitas dijadikan mengemban jabatan baik itu kepala daerah ataupun ketua partai.
Kita bisa melihat sebuah tontonan yang sangat dramatis layaknya Drama Korea, dimana seorang kepala negara membuat skenario dengan kekuasaan yang dimiliki, menaikkan anak menjadi kepala daerah lalu dilanjutkan menjadi calon wakil kepala negara, untuk melanjutkan tongkat estafet kepemimpinannya yang hampir habis, lewat bantuan sang paman yang kebetulan bertugas mrloloskan sang krponakan, dari jalur konstitusi yang diubah sesuai kebutuhan sang keponakan untuk menjadi Cawapres.
Belum lagi sang adik yang sebelumnya menjadi YouTubers yang sempat dilaporkan gara-gara Ucapan ‘dasar ndeso’ memang pernah dilontarkan dalam video yang berjudul #BapakMintaProyek. Video diunggah sang adik pada 27 Mei 2017 dan telah dilihat 1.442.057 kali.
Sekarang sang adik yang baru masuk di partai 2 hari pada awalnya berjualan pisang, malah di angkat menjadi ketua umum partai bunga mawar, sangat miris sebuah partai anak muda tapi pola pemilihannya ala orang tua, dimana tidak berjalannya kaderisasi di sebuah partai, yang wajib mengedepankan meritokrasi.
Seperti tidak mau kalah juga sang mantu dilibatkan menjadi kepala daerah, apakah belum cukup mempertontonkan keluarga yang seperti haus akan kekuasaan, dengan dalil demokrasi dan kepentingan bangsa.
Logika kita seperti dibolak-balik, demokrasi apakah bisa berjalan sesuai jalur dengan mengedepankan konstitusi dan pilihan rakyat? tetapi sang Ayah masih memiliki kekuasaan tertinggi dan bisa mengatur segala hal yang bisa memudahkan dan menganjurkan sesuai kepentingannya, jadi sulit untuk kita bicara netralitas,Karena conflict of interest tidak bisa dihindari.
Balik ke sebuah jargon yang selalu kita dengar hilirisasi nikel, tembaga, alumunium, bauksit, lalu Hilirisasi Digital sekarang inilah wujud nyata Hilirisasi Dinasti yang lebih mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan keluarga untuk masa kini dan nanti.
Di tambah statement Jokowi 24 Januari 2024 bahwa Presiden boleh berkampanye dan memihak asal tidak menggunakan fasilitas negara kita bisa liat Pasal 43 ayat (1) UU HAM menjamin hak setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum, baik sebagai pemilih maupun calon.
Penting diketahui bahwa dalam situasi pemilihan umum, seorang presiden seharusnya menunjukkan sikap netral, tanpa memihak pihak manapun, guna memastikan jalannya proses pemilihan yang demokratis, jujur, dan adil. Hal ini sesuai dengan perannya sebagai pemimpin pemerintahan dan kepala negara sesuai konstitusi.
Berlandaskan peraturan perundang-undangan, UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu memberikan amanat terkait netralitas presiden. Misalnya, Pasal 48 ayat (1) huruf b mengharuskan KPU melaporkan seluruh tahapan pemilu kepada DPR dan Presiden
Lebih rinci, Pasal 22 ayat (1) dan (2) UU Pemilu mengatur peran presiden dalam membentuk tim seleksi untuk calon anggota KPU yang diajukan ke DPR. Oleh karena itu, presiden diwajibkan menjaga netralitasnya sepanjang proses pemilu.
Penggunaan wewenang oleh presiden, sebagai kepala negara dan pemerintahan dalam konteks pemilihan umum, harus dihindari agar tidak terjadi pencampuran wewenang.
Pasal 17 ayat (2) huruf b UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menjelaskan bahwa pencampuran wewenang mencakup tindakan di luar batas kewenangan atau bertentangan dengan tujuan yang ditetapkan.
Semoga rakyat bisa berpikir lebih jernih, hati yang tulus melihat fenomena Hilirisasi Dinasti yang sekarang ada di hadapan kita. Pilihan ada di setiap individu dan banyak yang bilang kalah dan menang kita gini-gini aja sebuah pola pikir yang harus di luruskan. Karena pilihan kita yang kita pilih akan membuat kebijakan ataupun regulasi yang bisa berpengaruh dalam hidup kita 5 tahun ke depan. Kalau salah pilih, bisa saja pajak yang naik, malah gaji yang tidak naik, ataupun kebijakan yang menguntungkan oligarki di banding rakyat pada umumnya.