Connect with us

Kapal Selam: Senjata Pamungkas yang Handal

Penulis:
Laksamana Madya (Purn) Ambasador Freddy Numberi
(Tokoh Masyarakat Papua)

Dari semua senjata matra Laut di dunia, kekuatan senjata Kapal Selam (KS) tetap masih yang paling pamungkas (mematikan). Kemampuan KS tak diragukan lagi, semasa Perang Dunia I (PD – I) mampu meneggelamkan 5.755 (lima ribu tujuh ratus lima puluh lima) kapal atas air barbagai jenis. Sementara kapal perang atas air hanya mampu menenggelamkan kapal atas air lainnya sebanyak 217 (dua ratus tujuh belas) kapal.

Pada masa PD-II, KS mampu meneggelamkan 3.138 (tiga ribu seratus tiga puluh delapan) kapal atas air. Pesawat tempur hanya menenggelamkan 650 (enam ratus lima puluh) kapal musuh. (sumber: Indroyono Soesilo Budiman, Kapal Selam Indonesia, 2015: hal. 39)

Operasi Mandala Trikora

Gelar kekuatan selama Operasi Mandala dalam rangka pembebasan Irian Barat (Papua), setelah Bung Karno mencanangkan Trikora pada 19 Desember 1961, fokus utama adalah gelar Kapal Selam di perairan Utara Irian Barat.

Pada tahun 1960-an, kekuatan TNI-AL termasuk paling kuat di Asia Tenggara. Waktu TNI-AL memiliki 12 (dua belas) KS kelas Whiskey:

  • RI Cakra – 401
  • RI Trisula – 402
  • RI Nagabanda – 403
  • RI Nagarangsang – 404
  • RI Hendradjala – 405
  • RI Alugoro – 406
  • RI Nanggala – 407
  • RI Tjandrasa – 408
  • RI Widjajadanu – 409
  • RI Pasopati – 410
  • RI Tjumandani – 411
  • RI Bramastra – 412

(sumber: 30 Tahun Kapal Selam 1959-1989, 12 September 1950)

Dari 12 KS ini pada saat Trikora hanya digelar 4 (empat) KS di utara pantai Irian Barat, sedangkan 8 (delapan) lainnya memenuhi Jadwal Oleh Pemeliharaan (JOP) di pangkalan utama Surabaya.

Yang digelar adalah RI Trisula–402, RI Nagabanda–403, RI Nagarangsang-404 dan RI Tjandrasa-408. Tugas utama yang diberikan kepada Komando Kapal Selam (KKS)-15 dibawah pimpinan Kolonel Pelaut Purnomo, adalah:

  • Pengintaian (reconnaissance) di perairan utara Irian barat, termasuk pengintaian terhadap pangkalan AL Belanda.
  • Mengumpulkan data intelejen (inteligence gathering) tentang kegiatan kapal-kapal perang Belanda di perairan Irian Barat.
  • Memindahkan (deception) atas kegiatan-kegiatan pihak lawan.
  • Mendaratkan pasukan secara senyap (silent raids) ditempat-tempat yang ditentukan Komando Mandala dengan tujuan menghancurkan pertahanan Belanda.
  • Mendaratkan pasukan khusus RPKAD di belakang garis pertahanan (covert operation) Belanda, tepatnya di teluk Tanah Merah oleh RI Tjandrasa-408 dibawah Komandan May. Pelaut Mardiono.
  • Menenggelamkan kapal-kapal perang Belanda yang ditemukan dalam pelayaran menuju posisi yang telah ditetapkan (free hunting).

(sumber: Atmadji Sumarkidjo, Mission Accomplished, 2010:hal.80)

Gelar kekuatan Kapal Selam sebagai senjata pamungkas, juga dibantu oleh Uni Soviet, dengan mengirim 6 (enam) KS milik Rusia pada tahun 1962. Kekuatan ini dibawah pimpinan Laksamana Muda Tsjernobajs beserta 30 (tiga puluh) pembom Tupolev dan 3000 (tiga ribu) personil militer Rusia.

KS Rusia ini digelar pada perairan utara Irian Barat mulai dari Fak-Fak hingga Manokwari, sedangkan 4 (empat) KS Indonesia digelar mulai dari Biak sampai Hollandia (Jayapura). Total KS yang digelar adalah 10 (sepuluh) kapal.

Satu KS Rusia, mempunyai tugas khusus meledakan pusat bahan bakar AL Belanda di Manokwari dan menjaga pintu masuk Teluk Doreh untuk menenggelamkan kapal-kapal fregat Belanda yang akan mengisi bahan bakar di Manokwari.

Kemudian operasi ini dibatalkan, karena Amerika Serikat berhasil memaksa Belanda untuk tanda tangan New York Agreement pada 15 Agustus 1962, jam 09.00 waktu AS (jam 20.00 WIB dan jam 22.00 WIT). Padahal perintah operasi yang diterima dari Panglima Angkatan Laut Rusia Laksamana Gorskov, hari “H” adalah 15 Agustus 1962, jam “J” adalah 24.00 WIT. (sumber: Bart Rijs, Volks Krant, 10 Februari 1999)

Rangkuman

Memiliki KS berarti harus mau membayar mahal, karena memiliki dampak dan wibawa kekuatan politik diplomasi yang tinggi walaupun tidak terukur (unmeasurable). Bagi negara yang memiliki KS tersebut, sangat di-perhitungkan walaupun jumlahnya kecil, namun memiliki daya hancur dan daya tangkal tinggi (high dissolve and deterence effect).

Pemeliharaan KS membutuhkan kehati-hatian dan presisi yang tinggi. Secara universal sebuah kapal perang harus mengikuti life net (jaring kehidupan) kapal, yaitu Jadwal Olah Pemeliharaan (JOP) dan Jadwal Olah Guna (JOG), dengan gelar kekuatan 40% jumlah kapal operasi, 60% di pangkalan dimana 30% latihan (L1 sd L4) dan 30% kapal melaksanakan perawatan dan pemeliharaan.

Untuk mendukung JOP dan JOG tersebut, mutlak mengikuti prosedur Plan Maintenance System (PMS) dan didukung oleh Integrated Logistic Support System (ILS) yang memadai sesuai dengan karakteristik dan tuntutan fungsi tempur kapal perang tersebut, lebih khusus lagi pada KS.

PMS meliputi 3 (tiga) level perbaikan, yaitu Organic Level Maintanance yang dikerjakan ABK, Intermediate Level dilakukan oleh pangkalan serta level ketiga adalah overhaul yaitu turun mesin setiap 5 (lima) tahun di PT PAL Indonesia Surabaya.

Untuk KS dilakukan retrofit (perbaikan menyeluruh) setiap 10 (sepuluh) tahun dalam rangka pengujian badan tekan. Bagi kapal perang baik atas air maupun bawah air (KS) harus dilakukan dengan cara Repair by Replacement bukan Repair by Repair, mengingat teknologi dan kelengkapan alat diatas kapal perang kadang-kadang kasat mata kelihatan baik padahal sudah harus diganti karena melewati waktu usang (outdated time) material tersebut.

Dapat dilaksanakan bila memiliki ILS yang menjamin ketersediaan suku cadang maupun material yang dibutuhkan baik on board dalam rangka maintenance level 1 maupun maintenance level 2 di pangkalan/PT PAL dan overhaul (maintenance level 3). Dari uraian penulis diatas bahwa merawat unsur-unsur TNI-AL, membutuhkan biaya yang sangat besar dan mahal.

Faktor anggaran yang besar ini memang penting namun lebih penting lagi bagaimana mengelolanya dengan prinsip-prinsip Efisien, Ekonomis, Efektif, Transparan dan Akuntable. Audit sangat dibutuhkan baik pada pengadaan Alut Sista TNI-AL dan suku cadang maupun audit MRO (Maintenance, Repair dan Overhaul).

Dengan demikian audit Alut Sista TNI-AL diharapkan melalui pra audit tidak hanya post audit dan lebih fokus pada kinerja untuk mengetahui dan mengukur output, outcome, benefit dan pengaruh (influence) terhadap cost efectiveness berupa manfaat yang dapat diperoleh dari sebuah Alat Utama Sistem Senjata TNI-AL.

Penutup

Kapal Selam dewasa ini tetap masih menjadi senjata pamungkas bagi negara-negara yang memilikinya. Dewasa ini TNI-AL hanya memiliki 5 (lima) buah KS, 2 (dua) KS yaitu KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402, buatan Jerman pada tahun 1974 dan memiliki “life time” (daur hidup) hanya selama 20 (dua puluh) tahun. Harusnya pada tahun 1994 kedua KS harus melewati proses yang disebut “Mid Life Modernisation” atau modernisasi kembali atau retrovit setelah melewati daur hidup 20 tahun.

KRI Cakra-401 diperbaiki di Korea tahun 2004-2006 dengan overhaul besar, dimana badan tekan diteliti ketebalannya dan diperbaiki. Seharusnya KRI Cakra-401 melakukan overhaul setelah 5 (lima) tahun berikutnya pada tahun 2011, namun baru dapat dilaksanakan tahun 2018 ( 7 tahun kemudian).

KRI Nanggala-402 tahun 2009-2012 juga melakukan “Mid Life Modernisation” di Korea dimana badan tekan juga diteliti ketebalannya dan diperbaiki. Kemudian KRI Nanggala-402 dijadwalkan untuk melakukan overhaul 5 (lima) tahunan pada tahun 2017 namun ditunda dan dijadwalkan untuk tahun 2020 di PT PAL Indonesia. Belum bisa dilaksanakan karena KRI Cakra-401 masih dalam perbaikan di PT PAL Indonesia.

TNI-AL masih memiliki lagi KRI Nagapasa-403 dan KRI Hardadedali-404 buatan Korsel dan KRI Alugoro-405 buatan PT PAL Indonesia. Sudah saatnya TNI-AL memiliki Kapal Tender Kapal Selam. Di masa lalu KRI Ratulangi adalah Tender KS, namun bukan kapal rescue Kapal Selam bila terjadi sesuatu dengan KS.

Dengan perkembangan teknologi dewasa ini, sewajarnya TNI-AL memiliki Operasional Tender Kapal Selam, selain sebagai kapal markas maupun logistik, tetapi juga fungsi utamanya adalah untuk SAR (Search and Rescue) bila ada KS yang mengalami “gagal apung”, kecelakaan ataupun kedaan darurat lainnya.

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki konsekuensi logis bahwa postur kekuatan ataupun gelar kekuatan dilaut tergantung kemampuan Alat Utama Sistem Senjata yang dimiliki oleh TNI-AL serta jumlah biayanya cukup besar untuk memenuhi JOP dan JOG tersebut serta ILS maupun PMS yang dilakukan. Siklus employment cycle ini dimiliki oleh setiap Angkatan Laut di dunia.

Kapal Selam didunia memiliki fungsi penangkalan yang pamungkas, karena dapat digelar di daerah rawan konflik maupun rawan ancaman.

“The strategically significant weapon is the one that brings force to bear in such a way that it decisively erodes the war making capability of the enemy.” (George and Meredith Friedman, The Future of War, New York 1996:hal. 25)

Bangsa Indonesia sangat berduka cita karena gugurnya para pahlawan bangsa bersama KRI Nanggala-402. Dengan musibah ini diharapkan bahwa Pemerintahan Presiden Jokowi sudah waktunya mengadakan pembelian Kapal Rescue sekaligus Kapal Tender Kapal Selam dengan fungsi ganda sehingga musibah seperti KRI Nanggala-402 tidak terulang lagi di masa depan dan dapat digunakan bila terjadi musibah lainnya di laut.

Bagi Negara Maritim Indonesia, memiliki suatu Angkatan Laut yang handal memang mahal, tetapi itu adalah konsekuensi logis dari suatu Negara Kepulauan. Luas wilayah Indonesia dengan 17.499 pulau-pulau besar dan kecil adalah 7,81 juta km2, dimana luas wilayah lautnya adalah 3,25 juta km2 adalah lautan dan 2,55 juta km2 Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. (sumber: Oki Pratama, KKP.go.id, 01 Juli 2020)

Dari konfigurasi wilayah laut yang luas ini, seyogyanya TNI-AL memiliki 18 (delapan belas) KS untuk pertahanan berlapis sampai ke ZEE Indonesia.

“Jalesveva Jayamahe – Wira Ananta Rudira”

 

Ambassador/Laksamana Madya TNI (purn) Freddy Numberi

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya