Transformasi Konteks Papua
“……demokrasi tidak membenarkan adanya sikap all or nothing (semua atau tidak), take it or leave it (ambil atau tinggalkan), yaitu sikap serba ke mutlak-mutlakan.“ (Nurcholis Majdid, Indonesia Kita, 2003:hal.98)
Membangun Papua itu obatnya harus tepat. Formula tata kelola Papua Itu harus benar-benar sesuai konteks dan juga sesuai kesejarahan.
Sebelum sampai ke sana, penulis akan awali dengan menjelaskan dahulu bagaimana sebenarnya peradaban awal di tanah Papua dilihat dari best practice-nya, siapa yang telah berhasil mentransformasi Papua? Dari sini kita akan menemukan bagaimana caranya mentransformasi yang sesuai dengan konteks Papua?
Penjelasan penulis ini sekaligus menjadi kunci bagaimana tindaklanjut model otonomi khusus Papua ke depan dalam konteks kebhinekaan Indonesia.
Peradaban Awal Tanah Papua
“Im Namen Gottes betreten wir dieses land” (Dr. Klaus Roeber, Die eersten Missionare Von New Guinea, Munster,2004).
Adalah kata-kata profetis kedua Rasul Allah berkebangsaan Jerman Carl Willem ottow dan johan Gotlob Geissler, pada hari minggu, tanggal 5 Februari 1855 menginjakan kakinya di Pulau Mansinam, Teluk Doreh, Manokwari, Nieuw Guinea.
“Dengan nama Allah kami menginjak tanah ini”. Kedua Rasul ini diutus dari persekutuan Gereja-Gereja di Negeri Belanda setelah selesai belajar tentang penginjilan pada institut Johanes Gozner di Berlin.
Atas permintaan dari pendeta O.G. Heldring dari Hemmen (Gelderland), Nederland untuk penginjilan di Nieuw Guinea. (L.N. Van Asperen, Zending en Zendingsonderwijs op Nederlandsch Nieuw-Guinee, Leiden, 1936:hal.36).
Bagi kedua Rasul ini Papua adalah “Terra Incognita” (tanah yang tidak dikenal), dimana “manusianya telah dilupakan waktu “(people time forgot).
Alasan: Pemerintah Belanda menggangap penting penginjilan masuk dulu, sebelum pemerintahan berdiri karena Pos – I Belanda yang didirikan 24 Agustus 1828 di Lobo, Teluk Triton, Kaimana, Nieuw Guinea akhirnya ditinggalkan pada tahun 1836. (Drs.H.Enggink, De Aardrijkskunde van Nieuw Guinea,1956:hal.33).
Pos Belanda ini ditinggalkan karena tidak sanggup melawan penyakit malaria dan masyarakat pribumi yang sangat primitif serta buas sehingga banyak menelan korban pihak Belanda. (Jan van Eechoud, Vergelen Aarde, Nieuw Guinea, Amsterdam, 1952:hal.16).
Penginjilan Para Rasul
Pemerintah Belanda mengharapkan bahwa kehadiran kedua Rasul ini, memacu pendidikan dan pengenalan kepada Ilahi sehingga dapat merubah budaya Orang Asli Papua (OAP) untuk masuk ke dalam dunia peradaban baru, dan secara perlahan-lahan berubah dari “Kegelapan Menuju Fajar” (Freddy Numberi, Quo Vadis Papua, 2013: hal.33). Dengan demikian karakternya di ubah karena pengenalan akan Ilahi dan wawasannya menjadi terbuka karena adanya pendidikan.
Setelah masyarakat mengenal Tuhan dan mengetahui adanya penguasa, yang mewakili Tuhan Allah di bumi, barulah pemerintahan Belanda masuk dengan mendirikan Pos Pemerintahan di Manokwari (pos-II) dan di Fak[1]Fak (pos-III) pada tahun 1898. Kemudian pos-IV di Merauke pada tahun 1902 dan pos-V pemerintahan Belanda pada tahun 1909 di Hollandia (Jayapura). (Drs.H. Enggink, De Aardrijkskunde van Nieuw-Guinea, 1956, hal.33)
Berturut-turut setelah budaya masyarakatnya berubah karena mengenal Tuhan, mulailah dibangun secara berturut-turut sekolah peradaban dari Mansinam Tahun 1856, Kwawi Tahun 1867 (Teluk Doreh), Tahun 1867 di Pulau Meos War, Tahun 1869 di Anday, Tahun 1874 di tepian sungai Moom dan di Manokwari Tahun 1875. Tahun 1897 di Ambon khusus bagi anak-anak dari pegunungan Arfak.
Jumlah sekolah-sekolah Zending ini berkembang sangat pesat, Gereja dan sekolah-sekolah ini adalah bukti perubahan peradaban dari Teologi yang diajarkan para Rasul Ottow dan Geissler adalah “Mencintai Tuhan Allah Pencipta Alam Semesta dan mencintai sesama manusia”.
Penutup
Transformasi Konteks Papua harus lebih mengutamakan pendekatan keamanan manusianya, sebagai insan ciptaan Ilahi yang paling mulia di muka bumi ini. Ini sejalan dengan Resolusi PBB nomor: 41/128, tanggal 4 Desember 1986 tentang Hak Asasi Pembangunan.
Pendekatan Keamanan Manusia (Human Security Approach) menjadi dasar bagi negara-negara anggota PBB untuk menyelamatkan manusia sebagai individu ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dengan demikian Indonesia sebagai negara anggota PBB, memiliki kewajiban moral untuk menerapkan hal ini dalam implementasi Transformasi Pembangunan konteks Indonesia, lebih khusus di Tanah Papua dalam semua bidang kehidupan (ekonomi, sosial, budaya, hukum, politik maupun pertahanan dan keamanan).
Jadi mentransformasi ala Papua itu tidak copy paste pendekatan demokrasi pada umumnya, tetapi demokrasi yang mengakomodasi kan seluruh karaktersitik kearifan lokal Papua melalui pendekatan kemanusiaan dan sosial budaya, yang penulis sebut berdasarkan Kacamata Ilahi.
Kacamata Ilahi itu, menekankan bahwa ada dan keberadaan orang Papua itu tidak kebetulan, tetapi dipilih oleh Allah untuk berada di Nusantara, Indonesia.
Firman Tuhan Allah berkata, dalam kitab Efesus 2:10 “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalamnya.
Frasa buatan Allah itu menggunakan kata puisi yang indah artinya, semua manusia Indonesia termasuk manusia Papua adalah ciptaan Allah dan itu Puisi ciptaan Allah yang indah. Jadi perbedaan ciri itu bagi Allah adalah indah dan tidak ada duanya.
Dengan demikian, cara mengelola haruslah disesuaikan dengan konteks indahnya keberadaan Papua dalam Indonesia berdasarkan falsafah Pancasila.
Mengapa perlu dikelola sesuai konteks? Supaya pengalaman mengelola Timor Leste tidak terulang di bumi Nusantara tercinta.
“Kok menyelesaikan ketidakpuasan rakyat atas kepincangan pembangunan dan ketidakpedulian politik dengan kekuatan senjata. Memang pemberontakan dapat ditumpas dan luka-luka akibat perang yang serba keliru itu dapat sembuh, namun bekas luka-luka tidak (akan) pernah hilang, diceritakan dari orang tua ke anak, dari anak ke cucu, dari cucu ke cicit, turun temurun. (memoria passionis) — (Daoed Joesoef, Studi Strategi, 2014, hal:134-135)
Orang Asli Papua (OAP) meyakini bahwa dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Transformasi Konteks Papua akan lebih menjamin nilai-nilai kemanusiaanya di dalam pembangunan yang dilaksanakan dalam mewujudkan Papua Tanah damai, aman, adil, sejahtera, demokratis dan Hak Asasi Manusianya dihormati di bumi Indonesia tercinta.
Orham Pamuk mengatakan: “Whatever the country is, freedom of thought and expression are universal human rights”. (Hywel Williams, London, 2013: hal. 278).
Founder Numberi Center
Ambassador Laksamana Madya TNI (purn) Freddy Numberi
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.