Menguji Kewaspadaan Pemerintahan Jokowi Jelang Lonjakan Kasus Omicron
Pada bulan Agustus 2021, pemerintah Indonesia optimis bahwa tahun 2022 adalah masa transisi pandemi menjadi endemi. Sikap itu didorong oleh akselerasi program vaksinasi massal secara nasional.
Tapi kita belum tahu kapan COVID-19 akan pergi dari Indonesia. Para ahli memperkirakan bahwa dibutuhkan beberapa tahun atau bahkan beberapa dekade untuk mencapai keadaan endemisitas yang stabil.
Pergeseran ke endemisitas ditentukan oleh banyak faktor seperti penularan virus, pola kontak dalam komunitas yang memungkinkan penyebaran dan kekuatan dan durasi perlindungan kekebalan dari infeksi alami dan vaksinasi.
Lebih rumit lagi, pola di Indonesia kemungkinan akan sangat berbeda antar daerah karena terdapat pola dan respons epidemiologis COVID-19 yang heterogen di seluruh nusantara, belum lagi ketersediaan dan serapan vaksin yang bervariasi.
Kini, per tanggal 20 Januari 2022, situasi di lapangan menunjukkan kasus harian COVID-19 telah menembus angka 1000. Angka tersebut terbanyak setelah selama tiga bulan terakhir (Oktober-Desember 2021) kasus harian COVID-19 melandai.
Prediksi bahwa akan terjadi peningkatan kasus harian sebetulnya sudah terdengar sejak sebelum momen Nataru (Natal Tahun Baru). Pemerintah saat itu mewanti-wanti agar warga Indonesia tidak perlu banyak berpergian, terutama ke luar negeri mengingat Omicron sedang menyebar massif di Afrika dan Eropa.
Selain itu momen Nataru dianggap berpotensi meningkatkan penyebaran karena kegiatan mobilitas warga dalam berkumpul serta bervakansi meningkat. Prediksi itu kini terbukti, karena kasus harian yang meningkat banyak terpusat di Jakarta. Bahkan transmisi lokal Omricon 90% dinyatakan terjadi di Jakarta.
Mengingat Omicron pertama kali teridentifikasi di Indonesia pada 16 Desember 2021 dan tren puncak kasus varian ini berdasarkan pengalaman negara-negara lain, akan terjadi pada 35-65 hari kedepan. Kewaspadaan terhadap lonjakan kasus ini perlu ditingkatkan dalam periode Januari – Maret 2022.
Oleh karenanya awal tahun 2022 ini akan menjadi “battle field” pemerintah Indonesia melawan varian Omicron. Lalu, mampukah ?
Satu jurnal ilmiah sudah menyatakan bahwa COVID-19 ini berpotensi membawa gelombang epidemi berkali-kali. Perlu kewaspadaan dan perangkat kebijakan yang holistik untuk menghindari tingginya angka infeksi dan terlebih angka kematian akibat virus COVID-19.
Sejauh ini langkah pemerintah Indonesia dalam manajemen pandemi adalah mencoba memastikan perbaikan dari hulu ke hilir dalam proses pengendalian penyebaran virus. Pada sektor kesehatan, program vaksinasi yang digalakkan oleh pemerintah nampak paling terlihat.
Kampanye vaksinasi amat masif dan disediakan secara gratis. Total dosis vaksinasi yang telah diberikan per 19 Oktober 2021 mencapai 174 juta dosis.
Stok untuk Revaksinasi (booster vaccine) pun dipersiapkan dengan baik oleh Kemenkes. Wacana booster vaccine yang sebelumnya berbayar untuk kalangan non lansia, kini tetap gratis seperti sebelumnya.
Pendayagunaan sisa stok vaksin tahun 2021 yang mencapai 169,7 juta dosis, digunakan sebagai booster. Selain itu, harga tes PCR mengalami penurunan meski sebagian kalangan tetap merasa harganya mahal.
Sistem deteksi terpadu melalui Peduli Lindungi juga dintegrasikan ke dalam berbagai saluran platform. Pemerintah juga menerapkan kebijakan PSBB yang diikuti PPKM bertingkat, meski kebijakan tersebut sebelumnya juga menuai banyak pro kontra akibat terpecahnya dukungan pada apakah capaian ekonomi atau capaian kesehatan yang harus menjadi prioritas pemerintah.
Gelombang ketiga Omicron telah di depan mata. Berdasarkan data dari Satgas Covid-19, setidaknya telah ada 7 daerah di Indonesia yang melaporkan adanya pasien yang terinfeksi varian Omicron yakni; Jakarta, Malang, Bogor, Tangerang Selatan, Bandung, Surabaya, dan Medan.
Terlepas dari polemik awal mula kemunculan Omicron akibat kebijakan karantina yang tidak serius, nampaknya respon sistem kesehatan kita juga kurang sigap mengahadapi penyebaran virus yang tak terkendali sejak akhir tahun. Kegiatan 3 T (Test, Tracing, Treatment) masih kurang ketat dijalankan.
Kelengahan sistem yang diakibatkan penurunan kasus selama tiga bulan, menghasilkan respon yang rileks. Karena terasa lebih kendur, maka warga yang sejak mula kurang disiplin menerapkan 5 M (Memakai Masker, Mencuci Tangan, Menjaga Jarak, Menghindari Kerumunan, dan Membatasi Mobilitas) menjadi makin tidak disiplin, sehingga menganggap kegiatan tersebut hanya formalitas.
Di samping itu di Jakarta sendiri kita masih bisa melihat bagaimana fasilitas cuci tangan di ruang publik kini sering bermasalah. Dari mulai keran air rusak, air tidak mengalir, tidak ada sabun, dan bahkan tidak ada sanitizer.
Padahal kegiatan 5 M dan 3 T adalah cara paling mudah untuk mendeteksi, mengontrol dan memantau penyebaran virus. Terlebih varian Omicron ini umumnya tidak bergejala, yang mana sebagian besar dikarenakan oleh imunitas yang telah terbentuk (baik karena sudah pernah terpapar dan yang sudah vaksin dua kali).
Survei serologi Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri 31 Desember 2021 menunjukkan lebih dari 85 persen penduduk berusia 1 tahun ke atas telah memiliki antibodi SARS-CoV-2. Namun demikian, sebetulnya kondisi tersebut bisa lebih berbahaya karena seolah segalanya sudah kembali normal dan orang yang tanpa gejala tersebut tetap bebas beraktivitas di ruang publik.
Jika manajemen lonjakan kasus Omicron ini tidak segera dipersiapkan dengan baik, bukan tidak mungkin sektor kesehatan dan sistem jaminan kesehatannya akan mengalami kolaps seperti pada saat gelombang kedua tahun lalu. Jika hal demikian terjadi, maka kegiatan 3 T akan semakin sulit karena tenaga kesehatan ambruk merawat serta mengobati lonjakan pasien.
Efek jangka panjang yang tidak terhindarkan adalah situasi Long Covid karena Omicron ini bisa saja bermutasi menjadi varian baru. Akan makin panjang pula penantian kita semua menjalani hari-hari normal seperti dahulu sebelum COVID 19 menerjang.
Manajemen pandemi mutlak harus dilaksanakan. Ia tidak boleh tebang pilih. Kegiatan 3 T selain memerlukan ketrampilan nakes, juga dibutuhkan instrumen pendeteksi yang jumlahnya cukup.
Peralatan dan reagen untuk melakukan PCR haruslah bisa diakses di titik-titik terdekat dengan lokasi rumah, sekolah atau kantor. Obat antivirus baru dan generator oksigen perlu disebar ke sejumlah daerah. Ruang isolasi juga harus mulai dipersiapkan, jikalau kasus harian terus meningkat dari angka 1000.
Satu kegiatan yang saya paling apresiasi dari pemerintahan kita adalah seruan vaksinasi massal yang mudah didapatkan. Apakah mandat vaksin berfungsi mengatasi penyebaran virus ?
Sebuah studi baru oleh para ekonom di Simon Fraser University di British Columbia menunjukkan bahwa mobilisasi vaksin bekerja signifikan dalam menekan laju perkembangan dan penyebaran virus. Banyak negara mengeluarkan persyaratan vaksin kepada warganya yang ingin berkumpul di ruang publik seperti misalnya masuk bar, pusat kebugaran, dan restoran.
Setelah kebijakan itu keluar, terjadi peningkatan masif pada antrean vaksinasi di Prancis, Spanyol, Belanda dan Italia pada musim panas 2021. Situasi serupa juga terjadi di Indonesia. Segera setelah capaian jumlah vaksinasi dosis pertama memenuhi target, kegiatan ekonomi berangsur pulih.
Meski harus diakui, disiplin yang longgar baik dari kebiasaan warga dan supervisi dari pemerintah yang permisif, masih menyumbang naiknya penyebaran Omicron.
Meski demikian, setidaknya Indonesia tidak perlu menghadapi situasi gerakan demonstrasi sipil besar-besaran menolak kewajiban vaksinasi seperti yang terjadi di Eropa sejak tahun lalu.
Negara-negara seperti Austria, Jerman, Swiss dan Swedia adalah contoh negara kaya yang memiliki tingkat vaksinasi terendah karena warganya menolak percaya keampuhan vaksinasi. Bahkan data dari WHO menunjukkan Austria masih memiliki 1/3 warga yang belum menerima vaksin pertama (33,6%).
Padahal penelitian dari Institut Kesehatan Publik Universitas Lugano, Swiss menunjukkan, bahwa pihak berwenang di negara-negara Bavarian cenderung gagal dalam mengirimkan pesan kampanye kesehatan yang benar.
Sikap dan narasi kebijakan yang terlalu fungsional, justru menghambat transmisi emosional mengenai pentingnya vaksinasi untuk menjaga orang-orang terdekat dan tercinta. Kurangnya pesan pro-vaksin yang bergema secara emosional justru berhasil diisi oleh teori konspirasi yang dibentuk oleh kelompok dengan kepentingan ideologi dan politik tertentu.
Sementara itu, varian Omicron melanjutkan perjalanannya keliling dunia. Meksiko, tempat yang tidak pernah benar-benar melakukan lock down, akhirnya mengambil keputusan membatasi seluruh kegiatan warganya di luar rumah.
Di Amerika, jumlah anak-anak di rumah sakit dengan covid meningkat dengan cepat. Penularan yang cepat dan perbedaan tingkat vaksinasi adalah penyebanya.
Saya harap instrumen kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam menghalau gelombang ketiga telah dipertimbangkan dengan masak.
Di masa pandemi ini, terbukti otoritas politik Presiden Jokowi mampu menembus sekat-sekat faksi politik, sekat-sekat kepentingan bisnis, bahkan sekat sosiologis dan budaya.
Pemulihan ekonomi nasional hanya bisa tercapai bila akselerasi respon sistem kesehatan dan jaminan sosial disiplin dilaksanakan. Dengan posisi politik di dalam negeri yang aman, pemerintahan Jokowi dapat terus melaju membawa Indonesia memimpin pemulihan pandemi COVID 19 secara global dalam semangat “Recover Together, Recover Stronger”.
Dewi Arum Nawang Wungu
Senior Researcher Indopolling Research and Consulting
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.