Connect with us

Kerja Tuntas Pemerintah Berikutnya: Pendataan UMKM

Penulis:
Rahayu Setiawan
Pendiri Forum Muda Kebangsaan

“big data will not change the world unless it’s collected and synthesized into tools thathave a public benefit”
(Sarah Williams)

Rekam Jejak Problem Pendataan UMKM

Covid-19 memberikan pembelajaran urgensitas pendataan UMKM dalam sebuah kebijakan. Program BLT UMKM yang dinakhodai Kementerian Koperasi dan UMKM (Kemenkop UMKM) berdasar hasil temuan pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020, BPK terdapat kebocoran penyaluran anggaran BLT UMKM dengan total anggaran Rp 1,18 triliun. Tercatat sebanyak 414.612 penerima BPUM yang tidak sesuai. Hingga akhirnya program ini putus, dihentikan.

Hiruk pikuk berikutnya ketika pemerintah menerbitkan pelarangan pelaku usaha baju bekas (impor) yang sedang “booming” di masyarakat dan Kemenkop menginstruksikan platform e-commerce untuk memberikan data penjual pakaian bekas impor skala besar, agar bisa segera ditindaklanjuti oleh aparat keamanan negara. Hal ini tidak akan terjadi jika pemerintah memiliki pendataan pelaku UMKM. Ketersediaan data pelaku UMKM menjadi sangat penting dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program yang tepat sasaran.

Sistem Informasi Data Tunggal (SIDT) UMKM

Pemerintah sejatinya telah mempersiapkan pengembangan SIDT UMKM menjadi prioritas sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 88 Bab V Bagian Keempat dan diturunkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk menjelaskan lebih lanjut cakupan pelaksanaannya. Pada Pasal 55 ayat 1 dan 2.

Terdapat tiga poin penting dari pasal 55. Pertama, Kemenkop UMKM sebagai koordinator wali data untuk mengumpulkan, memeriksa kesesuaian data, dan mengelola data yang disampaikan oleh K/L dan pemerintah daerah; dan menyebarluaskan pemanfaatan data dengan memanfaatkan sistem jaringan data dan informasi. Kedua, BPS sebagai pembina data. Ketiga, kementerian atau lembaga dan atau pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk menyampaikan data UMKM kepada Kementerian Koperasi dan UKM.

Berdasar peta jalan pengembangan Basis Data UMKM yang disusun Kemenkop UMKM, Bappenas, dan TPN2K tahun 2021, setidaknya ditargetkan untuk dapat mulai tersedia pada tahun 2022. Meski demikian, dalam arahannya kepada TNP2K pada Mei 2021, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin menyebutkan pengembangan data terpadu UMKM sebagai salah satu fokus kerja Kantor Wakil Presiden dalam masa tugasnya sampai dengan Oktober 2024. Dan pada pegelaran pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation SME Working Group (APEC SME WG) 2023 di Hong Kong, Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga Kemenkop Luhur Pradjarto sekaligus Head of Delegation Indonesia dalam APEC SME WG 2023 menyampaikan pemerintah sedang Menyusun SIDT UMKM.

Kerja Tuntas Pemerintah Berikutnya

Apabila memperhatikan timeline peta jalan tersebut dan kondisi saat ini Forum Muda Kebangsaan mempertanyakan program perkembangan pendataan SIDT UMKM cukup sulit untuk tercapai.

Beberapa catatan hasil temuan TPN2K dalam Pembangunan SIDT di pilar tata kelola terdapat permasalahan sinergitas antar K/L yang memiliki prosedur yang harus diikuti untuk bisa berbagi data yang dimilikinya dengan pihak lain dan dari 18 K/L yang disurati untuk meminta metadata, hanya lima K/L yang memberi jawaban dengan mengirimkan metadata yang diminta. Dari pengalaman ini dapat disimpulkan bahwa diperlukan upaya tambahan untuk mendorong K/L agar aktif berpartisipasi dalam proses penyerahan data.

Belum lagi terdapat perbedaan pendefinisian UMKM di antara K/L di PP No.7 Tahun 202, Usaha Mikro modal usaha < 1 Miliar, Usaha Kecil 1-5 Miliar, dan Usaha Menengah 5-10 Miliar. Sementara, di Kemenkeu mendefinisikan UMKM berdasarkan omzet usaha dan BPS mendefiniskan UMKM berdasar jumlah tenaga kerja; usaha mikro memiliki jumlah tenaga kerja 1-5 orang, usaha kecil memiliki jumlah tenaga kerja mulai 5 hingga 19 orang, dan usaha menengah memiliki jumlah tenaga kerja 20-99 orang.

Hal yang wajar jika beberapa pihak mempertanyakan seberapa besar good will pemerintah dalam menempatkan UMKM sebagai penopang perekonomian nasional jika masih terdapat egosentris antara K/L di tubuh pemerintahan.
Atas permasalahan tersebut, maka pemerintahan ke depan dalam jangka pendek perlu segera menuntaskan setuntas-tuntasnya pekerjaan rumah ini. Jangan berbicara jauh, ancang-ancang UMKM lepas landas siap memasuki industry 4.0, kemudian berhalusinasi berbicara perihal pemanfaatan big data dalam perumusan kebijakan pemerintah jika permasalahan dasar dari industri ini adalah data yang belum kunjung terselesaikan.

 

Oleh: Rahayu Setiawan
(Pendiri Forum Muda Kebangsaan)

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Sudah Saatnya Sistem Zonasi dalam PPDB Dihapuskan

Oleh

Fakta News

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 14 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada TK, SD,SMP, SMA, SMK atau bentuk lain yang sederajat, menelorkan kriteria seleksi masuk sekolah dengan mempertimbangkan urutan prioritas berupa usia dan jarak tempat tinggal ke sekolah sesuai dengan zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya (Sistem Zonasi).

PPDB bertujuan untuk menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, nondiskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan. Namun dalam perjalananya apakah tujuan ideal dari PPDB menggunakan system zonasi tersebut sudah tercapai atau jsutru jauh panggang dari api?

Pertanyaan mendasar tentang penerapan sistem zonasi yang medasarkan pada upaya pemerataan pendidikan adalah apakah lokasi sekolah yang dibangun pemerintah sudah merata pada semua wilayah (anggaplah skala kecamatan) di Indonesia.

Bahwa faktanya pendirian sekolah (di setiap jenjang pendidikan) tidaklah didasarkan pada sebaran dan populasi penduduk, sehingga banyak dijumpai tidak meratanya sebaran sekolah di hampir setiap daerah. Satu sisi beberapa sekolah terdapat dalam satu wilayah (kecamatan), tapi banyak juga dalam satu desa/kelurahan dan kecamatan yang belum tersedia sekolah. Hal ini justru menyebabkan puluhan hingga ratusan calon peserta didik tidak mendaptkan sekolah dikarenakan “kalah” dalam konteks jarak rumah dengan sekolah yang jauh, di luar jarak zonasi yang diperkenankan.

Banyaknya calon siswa yang secara domisili jauh dari sekolah menyebabkan pupusnya kesempatan untuk bisa mengakses pendidikan secara layak, sesuai yang diamanatkan undang-undang. Fakta itu tidak saja di daerah terpencil ataupun luar jawa, bahkan di kota besar sekelas Surabaya juga masih dijumpai. Belum lagi munculnya fenomena pindah KK untuk bisa menjadi dasar untuk memenuhi kriteria zonasi. Ada yang pindah KK ke saudaranya, mencari tempat domisili (apartemen, beli/sewa rumah, dsb.) hingga tawaran pindah KK yang dilakukan oknum, calo, perantara dengan mematok tarif tertentu untuk bisa mengegolkan masuk ke sekolah yang diinginkan.

Atas polemik itu, dimuculkan kebijakan baru berupa jalur baru PPDB selain jalur zonasi, yakni jalur afirmasi (keluarga miskin), jalur prestasi (akademik) dan jalur prestasi non-akademik (olah raga, seni, budaya dsb.) yang persentasenya terus diutak-atik dengan pertimbangan yang kurang jelas. Apakah kebijakan tersebut tepat dan sesuai sasaran? .
Alih-alih memberikan solusi, tapi justru menambah permasalahan baru dalam dunia pendidikan. Awalnya sempat membuat lega dan menjadi oase bagi sebagian masyarakat yang berharap putra-putrinya tetap bisa masuk ke sekolah yang diinginkan, namun nyata justru menimbulkan permasalahan baru karena tidak semudah yang dibayangkan dalam mengakses “jalur alternatif” tersebut.

Beberapa kendala dan permasalahan ternyata sering muncul dan jadi rasan-rasan di kalangan Masyarakat terutama para ibu-ibu. Ada banyak sinyalemen dan desas-desus yang berkenbang mengenai sulitnya ditembus serta penyelewengan dari “jalur alternatif” tersebut. Jalur afirmasi khususnya bagi keluarga miskin (gakin, gamis, SKTM, KIS, KIP, dll) ternyata sulit diakses. Beberapa sekolah juga “enggan” untuk menerima dan memaksimalkan kuota untuk jalur gakin karena nantinya merka akan gratis dan tidak boleh dikenakan pungutan apapun. Ada juga kemunculan gakin baru/dadakan jelang PPDB.

Demikian halnya dengan jalur presetasi baik akademik maupun non akademik. Banyak yang merasa memenuhi kriteria, tapi dalam pengurusannya “dipersulit’ hingga batas pengajuan persyaratan yang diminta tidak bisa terpenuhi. Setali tiga uang, beberapa kabar yang beredar justru muncul anak-anak yang tiba-tiba “berprestasi” dan bisa masuk ke sekolah yang diinginkan. Maka muncullah banyak isu tak sedap tentang “permainan” hingga sejumlah nominal yang harus disiapkan untuk menebus jalur tersebut.

Ada pula fenomena munculnya jalur khusus, yakni “jalur rekom” yang bisa muncul mulai dari yang logis hingga yang tidak masuk akal. Yang logis semisal orang tua yang bekerja di wilayah dekat sekolah bisa meminta rekom agar anaknya bisa diterima di sekolah tersebut. Ada pula jalur rekomendasi mulai dari para pejabat di lingkup pemerintahan, maupun stakeholder pendidikan berbagai lini, yang berlangsung massif baik prodeo maupun “bertarif”. Tentunya hal tersebut berlangsung ekslusif, karen hanya orang-orang tertentu yang mempunyai akses dan koneksi erat saja yang bisa memanfaatkannya.

Semua sinyalemen dan desas-desus tersebut memang sulit dibuktikan hingga ke ranah hukum namun seperti sudah menjadi rahasia umum di masyarakat. Sistem Zonasi dalam PPDB yang ditujukan untuk pemerataan pendidikan justru dalam prakteknya memunculkan berbagai permasalahan yang menambah carut marut permasalahan di dunia pendidikan. Amanat untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen Pendidikan telah gagal diwujudkan. Sudah saatnya sistem zonasi dalam PPDB dengan pertimbangan utama jarak rumah siswa dengan sekolah, dihapuskan, dikembalikan pada sekolah dengan mempertimbangkan aspek sosial kemasyakartan, kompetensi, ketersediaan kuota, prestasi, dan keadilan.

Pemerintah hendaknya melaksanakan tugas utamanya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan lebih fokus pada penggodokan kurikulum pendidikan yang lebih canggih dan modern untuk dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat sehingga potensi peserta didik dapat berkembang agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

 

Radian Jadid
*Kepala Sekolah Rakyat Kejawan
*Wakil Sekretaris LKKNU PW Jatim
*Ketua Harian Paguyuban Angkatan 93 ITS

Baca Selengkapnya

BERITA

Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Oleh

Fakta News
Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat. Foto: DPR RI

Jakarta – Wacana kenaikan tarif Commuter Line oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan menempatkan masyarakat Jabodetabek pada tantangan baru yang mengancam kesejahteraan ekonomi mereka. Hal tersebut pun lantas menuai sorotan dari Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat.

“Kenaikan tarif KRL Jabodetabek akan memberikan dampak yang signifikan. Terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Kenaikan tarif bisa memperberat beban ekonomi mereka. Dan Ini juga dapat mengakibatkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang lebih besar,” ujar Toriq dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, Senin (29/4/2024).

Politisi Fraksi PKS tersebut menegaskan bahwa kenaikan tarif tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat, terutama masa pasca pandemi dan ketidakpastian ekonomi yang menyertainya. Dalam beberapa bulan terakhir, harga-harga bahan pokok terus melonjak secara dramatis.

“Kami tahu betul paska pandemi masyarakat terpaksa mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kenaikan tarif hanya akan menambah beban ekonomi mereka. Terutama mereka yang bergantung pada angkutan publik ini setiap hari,” tandasnya.

Terkait hal itu, Toriq menegaskan akan berupaya keras menyerukan kepada Kementerian Perhubungan selaku regulator agar mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Serta, kemudian meninjau kembali rencana kenaikan tarif ini dan mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan.

“Kami akan terus memantau perkembangan situasi ini. Dan memastikan bahwa keputusan terkait tarif transportasi publik nantinya harus ada partisipasi aktif dari publik dan memperhitungkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh” tutup Toriq.

Sebagaimana diketahui, PT KAI Commuter (KCI) telah mengusulkan kenaikan tarif KRL Jabodetabek yang belum berubah sejak 2016. Saat ini usulan tersebut masih dibahas Pemerintah. Direktur Operasi dan Pemasaran KCI Broer Rizal mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan Pemerintah untuk menaikkan tarif KRL Jabodetabek.

Pasalnya, ketentuan tarif KRL Jabodetabek merupakan kewenangan Kemenhub selaku regulator. “Itu kebijakan dari Pemerintah ya. Kalau kami hanya eksekutor untuk melaksanakan apa yang menjadi keputusan Pemerintah. Usulan dan pembahasannya sudah dilakukan di Kemenhub,” ujarnya saat konferensi pers Angkutan Lebaran 2024 di Jakarta, Selasa lalu (24/4).

Baca Selengkapnya

BERITA

Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang

Oleh

Fakta News
Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang
Anggota DPR RI Sukamta. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota DPR RI dari Dapil Provinsi DIY Sukamta menilai Kota Yogyakarta perlu menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk penanganan sampah jangka panjang yang menyangkut peningkatkan kasadaran masyarakat. Edukasi secara terus menerus harus dilakukan baik di sekolah, rumah tangga, dan masyarakat.

Tak hanya itu peraturan yang kuat untuk pengurangan sampah juga sangat dibutuhkan. Sukamta mencontohkan perlunya kebijakan kantong plastik berbayar atau larangan penggunaaan kantong belanja plastik sekali pakai. Adapun jangka pendeknya saat ini bisa dengan optimalisasi penampungan di TPST Piyungan.

“Kalau saya dengar, TPST ini kalau ada alat dan SDM yang memamadai masih bisa dimanfaatkan secara optimal untuk sementara waktu hingga 200-300 ton per hari. Pemkot bisa komunikasikan hal ini dengan Pemda DIY. Rencana optimalisasi 3 TPS 3R di Nitikan, Karangmiri dan Kranon bisa segera direalisasi, meski daya tampung 3 TPS ini masih terbatas,” kata Sukamta sebagaimana keterangan kepada media, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS ini, menilai di level provinsi, di area perkotaan saat ini masih sering ditemukan sampah di jalan maupun tempat penampungan yang penuh. Menurutnya, Pemerintah perlu memberikan honor kepada para petugas pengambil sampah sebagai salah satu upaya mencegah buang sampah sembarangan.

“Menurut kami perlu ada stimulan atau honor untuk para petugas pengambil sampah rumah tangga, di level RT, RW dan kampung. Ini supaya masyarakat tidak buang sembarangan,” kata Anggota Komisi I DPR RI tersebut.

Sukamta meyakini dengan adanya dana stimulan atau honor tersebut maka para petugas pengambil sampah akan menjalankan tugasnya dengan baik khususnya pengambilan sampah dengan sistem terpilah. “Selama ini warga sudah diminta memilah, akan tetapi (saat) di  (tempat) pembuangan dicampur lagi. Ini perlu jadi perhatian, sehingga perlu ada petugas khusus memilah,” ujarnya.

Sukamta menegaskan dirinya banyak mendapatkan aspirasi dari masyarakat terkait penanganan sampah di Jogja. Hal ini kembali mencuat setelah rencana penutupan TPST secara permanen, sehingga banyak ditemukan sampah di pinggir jalan, salah satunya di perbatasan antara Kota Jogja dengan Bantul atau sebelah utara Gembira Loka.

Baca Selengkapnya