Connect with us
Ekonomi

Rincian Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XVI

Presiden Jokowi Widodo menjelaskan tentang paket kebijakan ekonomi jilid 16 di BEI.(Foto: Biro Pers Setpres)

Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kamis (31/8/2017) meluncurkan paket kebijakan jilid XVI, bersamaan dengan pencatatan perdana sekuritisasi aset di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI). Paket tersebut mencakup mengenai upaya percepatan penerbitan perizinan usaha dari tingkat pusat hingga daerah.

Jokowi mengungkapkan, paket kebijakan tersebut dikeluarkan berupa Peraturan Presiden (Perpres) mengenai percepatan kemudahan berusaha. Aturan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan berusaha dari tahap pertama hingga akhir yakni tahap pertama pembentukan satgas laku lalu perizinan ceklis.

Sementara itu, Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, pemerintah sejatinya ingin terus mendorong kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan ekonomi yang efisien. Karena itu, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan tersebut yang berisi tentang Perpres percepatan pelaksanaan berusaha.

“Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan standar pelayanan perizinan berusaha yang efisien, mudah dan terintegrasi tanpa mengabaikan tata kelola pemerintahan yang baik,” imbuh dia.

Melalui kebijakan ini, kata Darmin, pemerintah ingin mempercepat proses penerbitan perizinan berusaha sesuai dengan standar pelayanan, memberikan kepastian waktu dan biaya dalam peroses perizinan dan meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (Pemda).

“Selain itu, kebijakan ini bertujuan menyelesaikan hambatan dalam proses pelaksanaan serta memanfaatkan teknologi informasi melalui penerapan sistem perizinan terintegrasi (single submission),” terangnya.

Darmin mengatakan, penerbitan Perpres ini  dilatarbelakangi kondisi pelayanan saat ini yang belum optimal. Misalnya, perizinan masih bersifat parsial dan tidak terintegrasi, sekuensial (berurutan), belum seluruhnya menggunakan teknologi informasi (online), waktu penyelesaian dan biaya perizinan yang tidak jelas, serta paradigma di tubuh birokrasi sendiri sebagai pemberi izin dan belum melayani.

“Meskipun Indonesia sudah masuk sebagai negara layak investasi, namun realisasi dan kecepatan untuk mulai berusaha belum seperti yang diharapkan,” kata dia.

Di samping itu, beberapa indikator juga menunjukkan bahwa kinerja realisasi investasi, meski tumbuh tetapi masih di bawah target yang ditetapkan. Di antaranya realisasi investasi dunia ke Indonesia masih rendah (1,97%) dengan rata-rata per tahun (2012-2016) sebesar US$ 1.417,58 miliar.

Selanjutnya capaian target rasio investasi sebesar 32,7% (2012-2016), di bawah target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebesar 38,9% pada tahun 2019, realisasi investasi masih rendah dibandingkan dengan pengajuan/komitmen investasi untuk Penanaman Modal Asing (PMA) 27,5% dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 31,8% (2010-2016), dan belum seimbangnya wilayah investasi di mana investasi di Jawa di atas 50% dibandingkan dengan Luar Jawa.

Paket kebijakan diluncurkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres), dengan realisasi dalam dua tahap. Berikut rinciannya:

Tahap Pertama

1. Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) untuk pengawalan dan penyelesaian hambatan perizinan dalam pelaksanaan berusaha (end to end).

Satgas terdiri dari Satgas Nasional dan Satgas pada kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota. Tugasnya koordinasi untuk meningkatkan pelayanan seluruh perizinan yang menjadi kewenangannya (end to end). Dalam pelaksanaan tugasnya, Satgas Nasional membentuk klinik penyelesaian hambatan, di antaranya yaitu Klinik Tata Ruang dan Kehutanan, Klinik Pertanahan, dan Klinik Ketenagakerjaan.

Satgas meliputi Leading Sector (utama) dan Satgas Supporting (pendukung). Satgas Leading Sector bertanggungjawab untuk melakukan pengawalan, pemantauan, dan penyelesaian hambatan atas perizinan berusaha di sektornya (end to end) dan melakukan peningkatan pelayanan seluruh perizinan berusaha di sektornya (end to end). Satgas Leading Sector pada kementerian/lembaga antara lain berada pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan.

Satgas Supporting memberikan dukungan untuk perizinan berusaha pada leading sector. Satgas Supporting pada kementerian/lembaga berfungsi sebagai Satgas Leading Sector dalam bidang tertentu. Satgas pada provinsi atau kabupaten/kota dapat menjadi Satgas Leading Sector dalam hal perizinan berusaha sepenuhnya menjadi kewenangan gubernur atau bupati/walikota.

Setiap Satgas wajib menyampaikan laporan secara berkala. Satgas Leading Sector maupun Satgas Supporting menyampaikan laporannya kepada Satgas Nasional. Satgas Nasional menyampaikan laporannya kepada Presiden.

2. Penerapan perizinan checklist pada KEK, FTZ, Kawasan Industri, dan Kawasan Pariwisata.

Perizinan checklist berupa daftar seluruh perizinan yang harus diselesaikan oleh pelaku usaha dalam waktu tertentu. Setelah pelaku usaha memperoleh pendaftaran penanaman modal (Indicative Investment Certificate), pelaku usaha memilih kawasan untuk tempat berusaha.

Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) kemudian memberikan kepada pelaku usaha, berupa akta pendirian dan pengesahan badan usaha, NPWP, Tanda Daftar Perusahaan, Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), Angka Pengenal Impor (API), dan Akses Kepabeanan.

Selanjutnya pelaku usaha menandatangani checklist sebagaimana dimaksud pada huruf a dan checklist tersebut merupakan perizinan sementara yang mencakup: perizinan lingkungan (UKL-UPL), sertifikat tanah, rencana teknis bangunan/IMB, dan Izin Usaha.

Hal ini diharapkan bisa mempercepat proses pemberian fasilitas perpajakan, fasilitas kepabeanan dan cukai, serta kemudahan untuk ketenagakerjaan, keimigrasian, dan pertanahan. Pelaku usaha dapat melakukan pembebasan tanah dan melakukan konstruksi.

3. Penerapan perizinan dengan penggunaan data sharing.

Untuk perizinan berusaha diluar KEK, FTZ, Kawasan Industri, dan Kawasan Pariwisata yang belum menggunakan perizinan checklist, pelaksanaan kemudahan perizinan oleh PTSP dan instansi terkait lainnya dilakukan melalui penggunaan data secara bersama (data sharing).

Pelaku usaha untuk mendapatkan beberapa perizinan berusaha termasuk perizinan untuk konstruksi, cukup menyampaikan 1 kali dokumen persyaratan kepada PTSP. Dokumen persyaratan yang disampaikan tersebut digunakan oleh PTSP dan instansi terkait lainnya secara bersama (data sharing) untuk menyelesaikan izin lokasi atau penetapan lokasi, izin lingkungan, izin gangguan, analisa dampak lalu lintas, persetujuan rencana teknis bangunan/IMB, perizinan sektor industri serta untuk permintaan fasilitas perpajakan, kepabeanan, cukai, dan fasilitas lainnya.

Tahap Kedua

1. Reformasi peraturan perizinan berusaha.

Menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan evaluasi atas seluruh dasar hukum pelaksanaan proses perizinan berusaha yang berlaku pada saat ini termasuk untuk UMKM.

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, masing-masing melakukan penyederhanaan pengaturan perizinan berusaha melalui penerbitan peraturan pengganti (baru) termasuk Perda.

Di mana memuat secara jelas mengenai standar pelayanan perizinan PTSP yang mencakup pelaku usaha yang eligible untuk mendapatkan perizinan, persyaratan, prosedur dan jangka waktu penyelesaian. Kemudian biaya penerbitan perizinan (PNBP atau Pajak Daerah/Retribusi Daerah), kewajiban PTSP untuk memberikan perizinan apabila semua persyaratan telah lengkap dan benar.

Dalam hal persyaratan belum lengkap dan benar, PTSP wajib memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan pembentukan layanan pengaduan, seluruh proses perizinan yang telah disempurnakan dilaksanakan dalam bentuk penggunaan teknologi informasi (online) termasuk pemanfaatan tanda tangan digital (digital signature).

2. Penerapan Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi (Single Submission)

Pelaksanaan seluruh perizinan dan pemenuhan persyaratan berusaha yang menjadi kewenangan menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib dilakukan melalui Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi (Single Submission).

Seluruh perizinan dan pemenuhan persyaratan berusaha tersebut wajib diharmonisasi dan distandarisasikan sesuai standar nasional maupun internasional. Sistem melakukan pemrosesan perizinan serta pengambilan keputusan secara tunggal (single and synchronous processing of data and information) serta proses manajemen koordinasi dan validasi sistem informasi perizinan secara elektronik antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam rangka mendapatkan legalitas akses terkait perizinan.

Sistem nantinya akan terintegrasi dengan berbagai sistem pelayanan yang terkait dengan Single Submission, antara lain Nomor Induk Kependudukan (Kemendagri), pendirian badan usaha (Kemenkumham), Impor-Ekspor dalam Indonesia National Single Window (Kemenkeu), dan sistem dari kementerian/lembaga terkait lainnya. Data yang disampaikan dalam sistem dijamin keamanan dan kerahasiannya melalui Single Submission.

Uji coba Single Submission ditargetkan pada 1 Januari 2018 dan pelaksanaannya secara bertahap dimulai setelah uji coba berhasil dilaksanakan dan selambat-lambatnya pada Maret 2018. Seluruh proses Single Submission dan PTSP dilakukan dalam satu gedung.

Ping

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Sudah Saatnya Sistem Zonasi dalam PPDB Dihapuskan

Oleh

Fakta News

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 14 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada TK, SD,SMP, SMA, SMK atau bentuk lain yang sederajat, menelorkan kriteria seleksi masuk sekolah dengan mempertimbangkan urutan prioritas berupa usia dan jarak tempat tinggal ke sekolah sesuai dengan zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya (Sistem Zonasi).

PPDB bertujuan untuk menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, nondiskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan. Namun dalam perjalananya apakah tujuan ideal dari PPDB menggunakan system zonasi tersebut sudah tercapai atau jsutru jauh panggang dari api?

Pertanyaan mendasar tentang penerapan sistem zonasi yang medasarkan pada upaya pemerataan pendidikan adalah apakah lokasi sekolah yang dibangun pemerintah sudah merata pada semua wilayah (anggaplah skala kecamatan) di Indonesia.

Bahwa faktanya pendirian sekolah (di setiap jenjang pendidikan) tidaklah didasarkan pada sebaran dan populasi penduduk, sehingga banyak dijumpai tidak meratanya sebaran sekolah di hampir setiap daerah. Satu sisi beberapa sekolah terdapat dalam satu wilayah (kecamatan), tapi banyak juga dalam satu desa/kelurahan dan kecamatan yang belum tersedia sekolah. Hal ini justru menyebabkan puluhan hingga ratusan calon peserta didik tidak mendaptkan sekolah dikarenakan “kalah” dalam konteks jarak rumah dengan sekolah yang jauh, di luar jarak zonasi yang diperkenankan.

Banyaknya calon siswa yang secara domisili jauh dari sekolah menyebabkan pupusnya kesempatan untuk bisa mengakses pendidikan secara layak, sesuai yang diamanatkan undang-undang. Fakta itu tidak saja di daerah terpencil ataupun luar jawa, bahkan di kota besar sekelas Surabaya juga masih dijumpai. Belum lagi munculnya fenomena pindah KK untuk bisa menjadi dasar untuk memenuhi kriteria zonasi. Ada yang pindah KK ke saudaranya, mencari tempat domisili (apartemen, beli/sewa rumah, dsb.) hingga tawaran pindah KK yang dilakukan oknum, calo, perantara dengan mematok tarif tertentu untuk bisa mengegolkan masuk ke sekolah yang diinginkan.

Atas polemik itu, dimuculkan kebijakan baru berupa jalur baru PPDB selain jalur zonasi, yakni jalur afirmasi (keluarga miskin), jalur prestasi (akademik) dan jalur prestasi non-akademik (olah raga, seni, budaya dsb.) yang persentasenya terus diutak-atik dengan pertimbangan yang kurang jelas. Apakah kebijakan tersebut tepat dan sesuai sasaran? .
Alih-alih memberikan solusi, tapi justru menambah permasalahan baru dalam dunia pendidikan. Awalnya sempat membuat lega dan menjadi oase bagi sebagian masyarakat yang berharap putra-putrinya tetap bisa masuk ke sekolah yang diinginkan, namun nyata justru menimbulkan permasalahan baru karena tidak semudah yang dibayangkan dalam mengakses “jalur alternatif” tersebut.

Beberapa kendala dan permasalahan ternyata sering muncul dan jadi rasan-rasan di kalangan Masyarakat terutama para ibu-ibu. Ada banyak sinyalemen dan desas-desus yang berkenbang mengenai sulitnya ditembus serta penyelewengan dari “jalur alternatif” tersebut. Jalur afirmasi khususnya bagi keluarga miskin (gakin, gamis, SKTM, KIS, KIP, dll) ternyata sulit diakses. Beberapa sekolah juga “enggan” untuk menerima dan memaksimalkan kuota untuk jalur gakin karena nantinya merka akan gratis dan tidak boleh dikenakan pungutan apapun. Ada juga kemunculan gakin baru/dadakan jelang PPDB.

Demikian halnya dengan jalur presetasi baik akademik maupun non akademik. Banyak yang merasa memenuhi kriteria, tapi dalam pengurusannya “dipersulit’ hingga batas pengajuan persyaratan yang diminta tidak bisa terpenuhi. Setali tiga uang, beberapa kabar yang beredar justru muncul anak-anak yang tiba-tiba “berprestasi” dan bisa masuk ke sekolah yang diinginkan. Maka muncullah banyak isu tak sedap tentang “permainan” hingga sejumlah nominal yang harus disiapkan untuk menebus jalur tersebut.

Ada pula fenomena munculnya jalur khusus, yakni “jalur rekom” yang bisa muncul mulai dari yang logis hingga yang tidak masuk akal. Yang logis semisal orang tua yang bekerja di wilayah dekat sekolah bisa meminta rekom agar anaknya bisa diterima di sekolah tersebut. Ada pula jalur rekomendasi mulai dari para pejabat di lingkup pemerintahan, maupun stakeholder pendidikan berbagai lini, yang berlangsung massif baik prodeo maupun “bertarif”. Tentunya hal tersebut berlangsung ekslusif, karen hanya orang-orang tertentu yang mempunyai akses dan koneksi erat saja yang bisa memanfaatkannya.

Semua sinyalemen dan desas-desus tersebut memang sulit dibuktikan hingga ke ranah hukum namun seperti sudah menjadi rahasia umum di masyarakat. Sistem Zonasi dalam PPDB yang ditujukan untuk pemerataan pendidikan justru dalam prakteknya memunculkan berbagai permasalahan yang menambah carut marut permasalahan di dunia pendidikan. Amanat untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen Pendidikan telah gagal diwujudkan. Sudah saatnya sistem zonasi dalam PPDB dengan pertimbangan utama jarak rumah siswa dengan sekolah, dihapuskan, dikembalikan pada sekolah dengan mempertimbangkan aspek sosial kemasyakartan, kompetensi, ketersediaan kuota, prestasi, dan keadilan.

Pemerintah hendaknya melaksanakan tugas utamanya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan lebih fokus pada penggodokan kurikulum pendidikan yang lebih canggih dan modern untuk dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat sehingga potensi peserta didik dapat berkembang agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

 

Radian Jadid
*Kepala Sekolah Rakyat Kejawan
*Wakil Sekretaris LKKNU PW Jatim
*Ketua Harian Paguyuban Angkatan 93 ITS

Baca Selengkapnya

BERITA

Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Oleh

Fakta News
Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat. Foto: DPR RI

Jakarta – Wacana kenaikan tarif Commuter Line oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan menempatkan masyarakat Jabodetabek pada tantangan baru yang mengancam kesejahteraan ekonomi mereka. Hal tersebut pun lantas menuai sorotan dari Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat.

“Kenaikan tarif KRL Jabodetabek akan memberikan dampak yang signifikan. Terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Kenaikan tarif bisa memperberat beban ekonomi mereka. Dan Ini juga dapat mengakibatkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang lebih besar,” ujar Toriq dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, Senin (29/4/2024).

Politisi Fraksi PKS tersebut menegaskan bahwa kenaikan tarif tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat, terutama masa pasca pandemi dan ketidakpastian ekonomi yang menyertainya. Dalam beberapa bulan terakhir, harga-harga bahan pokok terus melonjak secara dramatis.

“Kami tahu betul paska pandemi masyarakat terpaksa mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kenaikan tarif hanya akan menambah beban ekonomi mereka. Terutama mereka yang bergantung pada angkutan publik ini setiap hari,” tandasnya.

Terkait hal itu, Toriq menegaskan akan berupaya keras menyerukan kepada Kementerian Perhubungan selaku regulator agar mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Serta, kemudian meninjau kembali rencana kenaikan tarif ini dan mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan.

“Kami akan terus memantau perkembangan situasi ini. Dan memastikan bahwa keputusan terkait tarif transportasi publik nantinya harus ada partisipasi aktif dari publik dan memperhitungkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh” tutup Toriq.

Sebagaimana diketahui, PT KAI Commuter (KCI) telah mengusulkan kenaikan tarif KRL Jabodetabek yang belum berubah sejak 2016. Saat ini usulan tersebut masih dibahas Pemerintah. Direktur Operasi dan Pemasaran KCI Broer Rizal mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan Pemerintah untuk menaikkan tarif KRL Jabodetabek.

Pasalnya, ketentuan tarif KRL Jabodetabek merupakan kewenangan Kemenhub selaku regulator. “Itu kebijakan dari Pemerintah ya. Kalau kami hanya eksekutor untuk melaksanakan apa yang menjadi keputusan Pemerintah. Usulan dan pembahasannya sudah dilakukan di Kemenhub,” ujarnya saat konferensi pers Angkutan Lebaran 2024 di Jakarta, Selasa lalu (24/4).

Baca Selengkapnya

BERITA

Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang

Oleh

Fakta News
Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang
Anggota DPR RI Sukamta. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota DPR RI dari Dapil Provinsi DIY Sukamta menilai Kota Yogyakarta perlu menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk penanganan sampah jangka panjang yang menyangkut peningkatkan kasadaran masyarakat. Edukasi secara terus menerus harus dilakukan baik di sekolah, rumah tangga, dan masyarakat.

Tak hanya itu peraturan yang kuat untuk pengurangan sampah juga sangat dibutuhkan. Sukamta mencontohkan perlunya kebijakan kantong plastik berbayar atau larangan penggunaaan kantong belanja plastik sekali pakai. Adapun jangka pendeknya saat ini bisa dengan optimalisasi penampungan di TPST Piyungan.

“Kalau saya dengar, TPST ini kalau ada alat dan SDM yang memamadai masih bisa dimanfaatkan secara optimal untuk sementara waktu hingga 200-300 ton per hari. Pemkot bisa komunikasikan hal ini dengan Pemda DIY. Rencana optimalisasi 3 TPS 3R di Nitikan, Karangmiri dan Kranon bisa segera direalisasi, meski daya tampung 3 TPS ini masih terbatas,” kata Sukamta sebagaimana keterangan kepada media, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS ini, menilai di level provinsi, di area perkotaan saat ini masih sering ditemukan sampah di jalan maupun tempat penampungan yang penuh. Menurutnya, Pemerintah perlu memberikan honor kepada para petugas pengambil sampah sebagai salah satu upaya mencegah buang sampah sembarangan.

“Menurut kami perlu ada stimulan atau honor untuk para petugas pengambil sampah rumah tangga, di level RT, RW dan kampung. Ini supaya masyarakat tidak buang sembarangan,” kata Anggota Komisi I DPR RI tersebut.

Sukamta meyakini dengan adanya dana stimulan atau honor tersebut maka para petugas pengambil sampah akan menjalankan tugasnya dengan baik khususnya pengambilan sampah dengan sistem terpilah. “Selama ini warga sudah diminta memilah, akan tetapi (saat) di  (tempat) pembuangan dicampur lagi. Ini perlu jadi perhatian, sehingga perlu ada petugas khusus memilah,” ujarnya.

Sukamta menegaskan dirinya banyak mendapatkan aspirasi dari masyarakat terkait penanganan sampah di Jogja. Hal ini kembali mencuat setelah rencana penutupan TPST secara permanen, sehingga banyak ditemukan sampah di pinggir jalan, salah satunya di perbatasan antara Kota Jogja dengan Bantul atau sebelah utara Gembira Loka.

Baca Selengkapnya