Balas Cuitan Fahri Hamzah, Adian Napitupulu Tulis Surat Terbuka yang Tajam dan Menohok: Waktu Menjadi Penguji Kesetiaan Kita!
Jakarta – Aktivis 98 yang juga anggota DPR RI Adian Napitupulu merespon cuitan dengan foto yang diunggah Fahri Hamzah di akun twitter pribadinya pada 7 Mei 2022 lalu. Adian merespons cuitan tersebut lantaran dalam unggahan itu menyertakan foto dirinya dan Budiman Sudjatmiko.
Fahri Dalam cuitannya menuliskan daftar pesan yang berisi 6 poin: “Pesanku pada generasi ku!: 1. Jangan biarkan kebebasan terancam. 2. Jangan biarkan rakyat sakit dan menderita. 3. Jangan biarkan penguasa menganiaya. 4. Jangan biarkan pengusaha mengatur Negara. 5. Jangan jadi corong penguasa! 6. Bantu dan lindungi mahasiswa dan oposisi!” cuit Fahri pada 7 Mei 2022 dikutip, Jumat (13/5/2022).
Adian pun merespon cuitan Fahri tersebut dengan menuliskan surat terbuka yang diunggah oleh akun Twitter @Paltiwest pada Jumat 13 Mei 2022. Cuitan ini pun langsung menjadi trending topic di Twitter.
Dalam surat terbuka tersebut berjudul, ‘Fahri, waktu akan menjadi penguji setia masing-masing kita’. Awalnya Adian mengucapkan terima kasih kepada Fahri dan mempertanyakan kepada siapa cuitan itu dimaksudkan.
“Saya tidak tahu pesan itu untuk semua yang segenerasi atau hanya untuk saya dan Budiman saja, karena foto yang ada dalam twitnya (7 Mei 2022 pkl 20.44 WIB) hanya foto saya dan Budiman bukan foto orang banyak. Saya melihat pesan itu seperti mempertanyakan komitmen perjuangan, komitmen kerakyatan pada saya dan Budiman setelah 24 tahun Reformasi,” kata Adian melalui keterangan tertulisnya, Jumat (13/5/2022). Berikut surat terbuka Adian Napitupulu untuk Fahri Hamzah:
Terima kasih untuk Fahri Hamzah yang telah memberi pesan pada generasinya. Saya tidak tahu pesan itu untuk orang-orang segenerasi Fahri Hamzah, atau hanya untuk saya dan Budiman Sudjatmiko. Sebab, foto yang ada dalam twit-nya (7 Mei 2022 pukul 20.44 WIB), hanya foto saya dan Budiman, bukan foto orang banyak.
Saya melihat pesan itu seperti mempertanyakan komitmen perjuangan, komitmen kerakyatan saya dan Budiman – setelah 24 tahun Reformasi. Jika demikian, izinkan saya menjawab dengan sedikit berbagi cerita kepada Fahri.
Teringat, ketika saya dan kawan-kawan tersisa yang masih di jalan tahun 1999, Fahri sudah menjadi Staf Ahli MPR. Berikutnya tahun 2004 Fahri dilantik menjadi anggota DPR, sementara saya dan kawan-kawan masih dipukuli dan ditangkapi.
Tahun 2008, kantor pengacara saya dipasang Police Line. Saya dikejar hingga jadi “gelandangan,” berkeliling dari kota ke kota, lalu jadi pengumpul trolly di berbagai pusat perbelanjaan. Tahun 2010 saya dipukuli hingga babak-belur oleh belasan Polisi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Fahri, kita beda pilihan, beda jalan dan yang saya pilih adalah jalan yang sulit, menyakitkan dan tidak menyenangkan. Walau demikian toh saya tidak pernah usil mengkritik dan mempertanyakan pilihan politik masing-masing orang, termasuk mengkritik Fahri saat itu sedang menikmati kursinya sebagai anggota DPR RI.
Tanggal 13 Maret 2007, DPR RI memutuskan agar penyidikan kasus Trisakti dan Semanggi, tidak diteruskan. Saat itu bukankah Fahri yang mengaku aktivis 98, juga sudah menjadi anggota DPR dan berada di komisi III, komisi terkait hukum dan HAM? Saya kecewa, tapi juga tak menghakimi Fahri. Walau, sebagai pimpinan Komisi III, tentunya Fahri bisa berusaha melawan penghentian penyidikan itu bukan?
Tahun 2014 saya baru terpilih menjadi anggota DPR, sementara Fahri kembali terpilih yang ketiga kalinya. Saat menuju pemilihan pimpinan DPR, Fahri bersama sebagian anggota DPR mengubah UU MD3, agar partai pendukung capres yang kalah bisa menguasai seluruh Pimpinan DPR.
Upaya itu berhasil dan membuat Fahri menjadi salah satu Pimpinan DPR. Sekali lagi saya kecewa, bagaimana mungkin Fahri yang mengaku aktivis 98 bisa menggunakan cara-cara yang bagi saya tidak mencerminkan cara berdemokrasi yang sehat, dewasa dan sportif? Untuk kesekian kalinya saya mengelus dada melihat realitas politik di DPR.
Agustus 2015 Fahri Hamzah mengatakan bahwa “anggota DPR rada-rada bloon.” Pernyataan itu bukan saja menghina para anggota DPR, tetapi juga menghina partai yang menyeleksi calon, bahkan lebih jauh menghina rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang memilih nama-nama di bilik suara.
Kembali saya kecewa pada Fahri yang mencela proses demokrasi, yang sudah memberi dia kesempatan menjadi anggota DPR tiga periode. Aneh, bagaimana mungkin ada orang yang bisa mencacimaki sebuah proses, tetapi hasil dari proses itu justru dia nikmati selama belasan tahun?
Selanjutnya saya tidak bicara tentang kerja formal DPR yaitu membuat UU, menyusun dan menetapkan anggaran negara, lalu mengawasi eksekutif terkait pelaksanaan UU dan penggunaan anggaran. Saya ingin menyampaikan kepada Fahri Hamzah, sumpah jabatan DPR juga memperjuangkan aspirasi rakyat. Tidak sekadar kalimat dalam UU maupun angka APBN, melainkan juga menggunakan kewenangan dan jejaring politik anggota DPR untuk melakukan pembelaan terhadap rakyat yang dianiaya dan yang diperlakukan tidak adil.
Dalam hal perjuangan kerakyatan itu, bolehkah saya bertanya, di mana Fahri Hamzah ketika saya dan rakyat sejak 2015 memperjuangkan agar berhektar-hektar tanah Cendana di Kabupaten Bogor bisa dibagikan menjadi milik rakyat?
Di mana Fahri ketika saya dan sebagian rakyat Bogor, Cianjur, Sumedang, Bandung, Majalengka, Cirebon hingga Semarang, memperjuangkan hak atas tanah yang dilintasi jalur SUTET?
Bolehkah saya bertanya kepada Fahri Hamzah, di mana dia saat saya dan Dani Amrul Ichdan (Direksi Mind Id) bersama masyarakat Pongkor, berjuang sesuai harapan Presiden Jokowi, agar ribuan rakyat bisa membentuk koperasi tambang dan menambang emas di lahan Antam di Pongkor?
Di mana Fahri ketika saya dan masyarakat Konawe Utara memperjuangkan 400 ha lahan Antam, agar bisa dikelola Perusahaan Daerah Kabupaten Konawe Utara? Di mana Fahri ketika saya memperjuangkan 170-an orang masyarakat Seram Bagian Barat yang telah lulus CPNS 10 tahun lalu, tetapi tidak pernah diangkat sebagai ASN?
Oh ya, Fahri, walau tidak memuaskan 100 persen dan dengan segala kekurangan, kelima masalah sudah dimenangkan rakyat.
Kenapa Fahri tidak ada bersama saya saat menjenguk ribuan aktivis dan mahasiswa, untuk memastikan tidak ada kekerasan dalam pemeriksaan terhadap mereka yang ditahan di Polda Oktober 2020, karena menolak UU Cipta Kerja?
Ke mana Fahri ketika saya dan beberapa Alumni Trisakti, di antaranya Maman Abdurachman, Hendro dan Iwan, berjuang meyakinkan banyak orang untuk membantu rumah dan modal kerja pada 4 keluarga korban Trisakti?
Kenapa justru yang menyiapkan 4 rumah untuk keluarga korban penembakan Trisakti bukan Fahri yang konon aktivis 98, tetapi justru Erick Thohir yang mungkin tidak ada di jalan tahun 98?
Kenapa yang membantu modal kerja senilai Rp 750 juta per keluarga bukan Fahri, tetapi Agus Gumiwang yang mungkin juga tidak berjuang bersama mahasiswa Trisakti yang ditembak mati 24 tahun lalu?
Di mana Fahri Hamzah saat ratusan pekerja taman dan kebersihan DPR, gaji mereka tidak dibayar hingga sehari sebelum Idul Fitri? Bukankah tahun 2017, Fahri adalah salah satu pimpinan DPR? Kenapa sebagai pimpinan DPR, Fahri membiarkan hal itu terjadi, sehingga saya harus seharian berkeliling meminjam uang sana sini dan mengagunkan BPKB agar gaji ratusan pekerja bisa dibayar DPR sehari jelang Hari Raya Idul Fitri?
Saya tidak melihat Fahri menemani saya beradu otot leher di Kesekjenan DPR, agar gaji Pamdal DPR tidak dipotong Rp 500.000 per bulan untuk Sertifikasi Pengamanan? Apakah Fahri sebagai pimpinan DPR tidak tahu, jika upah Pamdal dipotong Rp 500.000, sama saja mengubur mimpi sekolah anak anak Pamdal? Bukankah sebagai pimpinan DPR Fahri bisa mencegah pemotongan itu?
Di mana Fahri ketika tahun 2014 saya harus ke Lembaga Pemasyarakatan Sulawesi Tengah, lalu kembali ke Jakarta untuk meyakinkan Presiden Jokowi agar membebaskan Eva Susanti Bande, salah satu aktivis 98 yang tahun 2013 divonis 4 tahun penjara, karena memperjuangkan petani sawit di Sulteng?
Di mana Fahri Hamzah ketika saya dan aktivis 98 lainnya bolak-balik dan berkali-kali meyakinkan Presiden Jokowi agar menggunakan kewenangannya untuk membebaskan puluhan tahanan politik Papua?
Banyak dan teramat banyak cerita yang bisa saya sampaikan. Maaf jika semua itu saya uraikan. Bukan bermaksud memegahkan dan menyombongkan diri. Melalui jawaban ini, saya hanya mencoba mengingatkan Fahri Hamzah untuk tidak saling menghakimi dan mempertanyakan pilihan jalan perjuangan masing-masing.
Saya hanya ingin mengingatkan Fahri Hamzah, ada waktu di mana kita bicara tetapi ada juga banyak waktu di mana kita bekerja tanpa suara. Karena seringkali, sebuah perbuatan lebih berarti dari sejuta ucapan.
Akhir kata, saya mau mengingatkan Fahri, tepat 24 tahun lalu, 4 kawan kita dari Trisakti sedang meregang nyawa, tubuh mereka berlumur darah, menahan sakit lalu meninggal karena ditembak.
Dengan gugurnya mereka, lahirlah kebebasan yang kita rasakan hari ini. Lahirlah partai partai politik, lahirlah serikat serikat buruh, lahirlah kebebasan media, lahirlah presiden, gubernur, bupati dan anggota DPR yang dipilih langsung oleh rakyat. Lahirlah Mahkamah Konsitusi, KPK, lahirlah pemisahan Polri dan TNI dan banyak lagi….
Salam Reformasi… Merdeka!!!
Adian Napitupulu, Anggota DPR RI, Sekjen PENA 98
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.