Connect with us

HILANGNYA SEORANG PEMULUNG: In Memoriam Roberto M Barus

Penulis:
Farhan Helmy
Alumni ITB
Alm Roberto M Barus

Tidak banyak interaksi saya dengan almarhum Robert di kampus. Saya ada di generasi yang sudah lewat masanya berada di Kampus, almarhum digenerasi setelahnya. Walaupun begitu, interaksi tetap terjaga dalam bentuk yang lain.

Post aktivis hingga kini, saya memilih jalur profesi dan juga aktualisasi keberpihakan pada pengelolaan lingkungan, sumberdaya alam dan perubahan iklim dan isu yabg terkait dengan pertanahan yang saya tekuni secara khusus di kampus ITB.

Pasca Reformasi 1998, beberapa tahun terlibat dalam berbagai penguatan organisasi dan kebijakan soal lingkungan. Setelahnya, saya juga lebih banyak menghabiskan waktu berada di Jepang mendalami apa yang saya tekuni.

Interaksi saya dengan alamarhum dan beberapa kawan Yayasan Lima Agustus (Yalia) terutama setelah saya kembali dari Jepang sekitar tahun 2010. Saya menjadi bagian dari Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dibawah kepemimpinan Kang Rachmat Witoelar yang sekretariatnya dikelola oleh Agus Purnomo (mantan Presiden KPM). Dalam berbagai agenda yang digelindingkan inilah secara saya bertemu dengan almarhum khususnya yang terkait dengan tatakelola data.

Didi Yakub lah yang belakangan memperkenalkan almarhum kepada saya soal keahlian dan interest soal data ini. Walaupun semasa di ITB ilmu yang wajib digelutinya ilmu sipil, tapi soal IT tak kalah mumpuninya dengan lulusan informatika. Bahkan urusan, bongkar membongkar komputer sekalipun kalau ada masalah, almarhum salah satu yang sering saya berkomunikasi.

Perbincangan serius kami berdua itu soal keterbukaan data, khususnya data-data yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Almarhum punya perhatian yang sama dalam pengembangan platform ini. Untuk soal ini kami bersepakat masih banyak soal untuk dibenahi. Kita tahu hingga hari ini, kredibilitas dan akuntabilitas data dari banyak kementrian dan lembaga masih jadi soal.

Bahkan untuk soal yang kita memiliki reputasi yang panjang, soal deforestasi. Tiap tahun sebagai negara, kita selalu ribut pada hal-hal yang elementer yang semestinya sudah sejak lama terselesaikan.

Upaya untuk menyelesaikannya sudah dimulai sekitar tahun 2011 melalui apa yang dikenal sebagai “One Map Policy”, kebijakan satu peta. Upaya untuk memadu serasikan berbagai peta alokasi dan kepentingan sumberdaya alam sehingga tidak terjadi tumpang tindih. Berharap setelahnya akan menjadi suatu fondasi yang utuh dan kredibel untuk penyusunan kebijakan, serta monitoring dan evaluasi untuk menilai kinerjanya.

Perbincangan lainnya, soal “ONE DATA POLICY” yang kemudian kita tahu berada dalam koordinasi Bappenas. Ini kerumitan lainnya, terutama karena berbagai data pembangunan dan data yang terkait lainnya antar berbagai Kementerian dan Lembaga resmi tidak pernah akur. Terobosan kelembagaan dengan membangun platform ini salah satu upayanya.

Tentunya kami berdua seringkali punya cara yang berbeda melihat dua persoalan ini untuk alasan rasional yang bisa dipahami. Dalam periode 2010-2014 saya berada didalam pemerintahan, almarhum berada di luar. Saya menyadari betul, gampangnya tergelincir ketika ada didalam pemerintahan manakala berhadapan dengan berbagai kelompok kepentingan. Kritik atau pandangan Robert saya jadikan sebagai pengingat sekaligus refleksi saat merundingkan berbagai kebijakan, maupun hal-hal teknis lainnya.

Pasca 2015, kami punya posisi yang berbeda. Ibarat roda pedati, adakalanya roda diatas, satu waktu dibawah. Kawan saya ini, setelah terpilihnya Jokowi sebagai Presiden punya harapan lain, paling tidak mempengaruhi banyak kawan-kawannya yang menjadi bagian dari pemerintah dalam pengambilan keputusan.

Saya sendiri walaupun mendukung agenda pemerintah, khususnya soal lingkungan dan perubahan iklim, memilih menjadi “intelektual organik” bersama kawan-kawan yang Tergabung di Thamrin School of Climate Change and Sustainability. Barangkali ruang ekspresi ini yang terus kami jaga sebagai suatu perkawanan rasional sebagai aktivis.

Ada beberapa gagasan yang pernah didiskusikan manakala punya kesempatan bertemu. Dua tahun lalu, saat-saat sebelum COVID berkecamuk, saya dan Didi Yakub beberapa kali ketemu. Sempat juga mampir ke Rumah Pelayan Rakyat dimana banyak kawan saya di Yalia berkumpul.

Saat itu, saya sedang tour buku yang diedarkan terbatas, “Stroke Sosial: Hambatan Tata Kelola, Kebijakan Publik dan Perubahan Sosial” (2020). Lebih 20 halaman perhatian saya curahkan dalam buku ini membahas soal yang sering saya perbincangkan dengan almarhum, soal tata kelola data.

Kelihatannya, kami berdua kemampuannya baru sampai pada berbagi data dan peta digital yang dikumpulkan dari banyak lembaga dan kawan. Tidak tanggung-tanggung kami bertransaksi, kadang lebih dari 1 Tera.

Kami berdua bangga menyebut diri sebagai “pemulung data/peta” dan membagikannya secara terbuka atau sembunyi-sembunyi ke banyak kawan. Barangkali itulah tugas mulia seorang aktivis ditengah banyak kebuntuan.

Interaksiku tidak begitu intens dengan dirimu kawan, tapi mungkin apa yang kita bagi bersama bisa menjadi catatan baikmu sebagai mahluk untuk terus berjuang memperbaiki keadaan. Kita punya cara yang berbeda, hard disk itu bukti bahwa dirimu masih hidup.

Perjuangan soal ONE MAP, ONE DATA kelihatannya masih panjang. Kaupun sudah bergerak duluan di ONE HEAVEN.

Sampai ketemu suatu waktu di surga, tapi aku ogah membicarakan soal data dan peta 😊 Peran sebagai “pemulung data/peta” sudah kita mainkan bersama. Cita-cita mempersatukan para pemulung untuk kebaikan di negeri yang kita cintai ini, mudah-mudahan segera terwujud.

“Pemulung data bersatu, tak mungkin dikalahkan”

Bandung, 03 Pebruari 2022

Farhan Helmy

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Puan: Parlemen Negara MIKTA Berkomitmen Lindungi dan Majukan Perdamaian

Oleh

Fakta News
Puan: Parlemen Negara MIKTA Berkomitmen Lindungi dan Majukan Perdamaian
Ketua DPR RI Dr. (H.C.) Puan Maharani saat mengikuti pertemuan parlemen anggota MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia) di Meksiko, Senin (6/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Selain soal Gaza, pertemuan 10th MIKTA Speakers’ Consultation juga menyoroti berbagai krisis di sejumlah negara lain. Termasuk perang yang masih terjadi antara Rusia dan Ukraina, serta peluncuran rudal balistik oleh Korea Utara. Dalam kesempatan tersebut, Ketua DPR RI Dr. (H.C.) Puan Maharani menyatakan, para ketua parlemen negara MIKTA berjanji untuk mendorong penyelesaian sengketa secara damai sesuai dengan hukum internasional. Parlemen negara MIKTA juga menegaskan kembali komitmen sebagai wakil rakyat untuk melindungi dan memajukan perdamaian, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Hal itu ia sampaikan dalam  pertemuan parlemen anggota MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia) yang digelar di Meksiko, Senin (6/5/2024).  “Komitmen ini didasarkan pada penegakan supremasi hukum, menghormati hukum internasional, memperkuat sistem multilateral dengan PBB sebagai intinya, menjaga hak asasi manusia setiap individu,” ucapnya dalam rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Selasa (7/5/2024).

Tak hanya itu, parlemen negara MIKTA memastikan terus berkomitmen meningkatkan kerja sama internasional antar negara, dan mengatasi akar penyebab konflik dengan berpedoman pada prinsip kesetaraan, inklusi, dan non-diskriminasi.

“Kami mengadvokasi penyelesaian perselisihan secara damai dan mempertahankan semua prinsip dan tujuan yang tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,” tutup Puan.

Adapun isi chair statement MIKTA mengenai konflik Rusia dan Ukraina adalah sebagai berikut:

“Terjadi diskusi mengenai dampak kemanusiaan yang mengerikan akibat perang Federasi Rusia dengan Ukraina, yang oleh sebagian anggota didefinisikan sebagai agresi. Mengenai konflik tersebut, semua anggota menegaskan kembali dukungan mereka terhadap kedaulatan, kemerdekaan, persatuan dan integritas wilayah Ukraina dalam batas-batas yang diakui secara internasional, dan menyerukan penghentian permusuhan dan upaya diplomatik lebih lanjut untuk mencapai perdamaian yang komprehensif, adil dan abadi di Ukraina.

Anggota lain menggarisbawahi perlunya perdamaian antara Ukraina dan Federasi Rusia. Kami menyatakan keprihatinan yang mendalam atas peluncuran rudal balistik, dan penggunaan teknologi rudal balistik serta transfer senjata yang melanggar hukum, oleh DPRK (Korea Utara). Peningkatan uji coba rudal balistik antarbenua dan peluncuran rudal balistik yang dilakukan DPRK baru-baru ini dan mengakibatkan ketegangan di Semenanjung Korea merupakan perkembangan mengkhawatirkan yang mengancam perdamaian dan stabilitas di kawasan.

Kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap implementasi penuh semua Resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan. Kami memperhatikan upaya internasional untuk mewujudkan denuklirisasi DPRK secara menyeluruh, dapat diverifikasi, dan tidak dapat diubah dengan cara yang damai.

Kami menyambut baik upaya komunitas internasional untuk mengupayakan perdamaian abadi dan menyerukan intensifikasi upaya ini sejalan dengan prinsip kesetaraan kedaulatan di antara pihak-pihak yang terlibat.”

Baca Selengkapnya

BERITA

Wacana Diaspora Dwi Kewarganegaraan Angin Segar Bagi Diaspora Bertalenta

Oleh

Fakta News
Wacana Diaspora Dwi Kewarganegaraan Angin Segar Bagi Diaspora Bertalenta
Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani. Foto: DPR RI

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan baru-baru ini mewacanakan agar Pemerintah memberikan kewarganegaraan ganda bagi diaspora bertalenta. Menanggapi itu, Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani menilai bahwa hal tersebut merupakan angin segar.

“Pernyataan Menko Marves memberikan angin segar terhadap aspirasi dwi kewarganegaraan,” ucap Christina dalam keterangan kepada media, di Jakarta, Senin (6/5/2024).

Christina mengungkapkan bahwa rencana tersebut dapat diwujudkan melalui revisi Undang-Undang Kewarganegaraan yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024. “Di mana tentunya dibutuhkan political will dari pemerintah agar penyusunan dan pembahasan revisi undang-undang kewarganegaraan ini bisa didorong di DPR RI,” ujar Christina.

Christina lebih lanjut menuturkan, aspirasi kewarganegaraan ganda telah sejak lama diperjuangkan diaspora Indonesia di luar negeri dan komunitas perkawinan campuran. Menurutnya, Indonesia cukup banyak kehilangan talenta berbakat yang kemudian memilih melepaskan kewarganegaraan Indonesia-nya atas berbagai alasan.

“Seperti mereka yang berkarya di luar negeri sebagai ilmuwan, akademisi, profesional ataupun anak hasil perkawinan campuran. Fenomena itu dikenal sebagai brain drain atau hengkangnya sumber daya manusia (SDM) dari satu negara ke negara lain,” jelas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Christina menjelaskan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan saat ini menganut asas kewarganegaraan ganda terbatas yang diberikan kepada anak-anak dari perkawinan campuran sampai dengan anak tersebut berusia 18 tahun, kemudian anak tersebut harus memilih kewarganegaraan. Ia menilai, hal itulah yang menjadi penyebab banyaknya diaspora Indonesia yang melepas kewarganegaraannya.

“Di mana selanjutnya harus memilih kewarganegaraan mana yang akan dilepaskannya. Untuk proses pemilihan ini undang-undang memberikan tenggang waktu selama 3 tahun atau hingga anak yang bersangkutan berusia 21 tahun,” ujar Christina.

Berdasarkan penelusurannya, dirinya menyebut cukup banyak diaspora yang ingin berbuat sesuatu atau lebih bagi Indonesia, namun terpaksa harus memilih melepaskan kewarganegaraan Indonesia-nya atas berbagai alasan, salah satunya ekonomi.

Untuk itu, Legislator asal DKI Jakarta ini menilai penerapan kewarganegaraan ganda dapat memberi keuntungan mencegah fenomena brain drain. Sehingga Indonesia akan tetap memiliki SDM bertalenta yang dibutuhkan untuk berkontribusi mencapai pembangunan Indonesia Emas 2045.

“Walau masih membutuhkan kajian lebih lanjut, kontribusi diaspora dengan kewarganegaraan ganda terhadap pertumbuhan ekonomi, melalui investasi dan lain-lain, juga berpeluang meningkat sebagaimana terjadi di beberapa negara yang telah menerapkan kewarganegaraan ganda,” tutup Christina Aryani.

Baca Selengkapnya

BERITA

Komisi IV Dorong Peningkatan Anggaran Pengawasan Laut di Makassar

Oleh

Fakta News
Komisi IV Dorong Peningkatan Anggaran Pengawasan Laut di Makassar
Anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin saat mengikuti Kunker Reses Komisi IV DPR mengunjungi Satker PSDP di Makassar, Provinsi Sulsel, Senin (7/5/2024). Foto: DPR RI

Makassar – Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mendorong peningkatan anggaran Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan (PSDKP) dalam upaya pencegahan penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) di wilayah Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pasalnya, selama ini masa berlayar kapal pengawas dalam setahun hanya 45 hari.

“Kami di Komisi IV DPR sebetulnya sudah mendorong agar ada peningkatan anggaran ke Ditjen PSDKP sebagai pengawas dan pembela kepentingan di laut kita. Kalau kita lihat, anggarannya kecil sekali, tidak sampai Rp1 triliun. Apalagi masa berlayar kapal hanya 45 hari dalam setahun, tidak sampai 12 persen dari 365 hari. Bagaimana kita bisa mengawasi pencurian ikan, pemboman dan pencurian ikan kalau kondisinya seperti ini. Saya kira pengawasan yang sekarang ini sangat minim sekali,” kata Andi saat mengikuti Kunker Reses Komisi IV DPR mengunjungi Satker PSDP di Makassar, Provinsi Sulsel, Senin (7/5/2024).

Legislator Dapil Sulsel II ini berharap, kedepannya masa hari pengawasan berlayar minimal 150 hari. Sehingga potensi kecurangan, penyimpangan penangkapan ikan itu bisa diminimalisir. Yang selanjutnya,  sebenarnya ada potensi untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), di Sulawesi sendiri ada 400 kapal yang tiap hari menangkap ikan tuna 5-10 ton per kapal.

“Bisa dibayangkan potensinya gitu kan dan kita melihat bahwa dari sekian banyak hasil tangkapan ini belum maksimal untuk PNBP, karena tadi apa namanya, gross tone kapalnya ini masih banyak yang tidak sesuai dengan fakta yang ada,” ujar Andi.

Kedepan, menurut Politisi F-PKS ini, dengan adanya RUU Kelautan, Komisi IV akan mendorong penguatan pengawasan, anggaran dan penguatan subsidi untuk pembudidaya ikan dan lain-lain. “Karena kita berharap negara juga hadir pada saat dibutuhkan subsidi untuk nelayan. Misalnya sekarang nelayan disubsidi solar, tapi banyak juga dinikmati oleh pengusaha-pengusaha besar, bahkan banyak lari ke industri, Ini kan jadi masalah. Saya kira perlu regulasi yang tegas dan pengawasan yang kuat, sehingga apa yang menjadi tujuan daripada anggaran tersebut bisa terwujud itu,” ucap Andi.

Baca Selengkapnya