SRI (System Of Rice Intensification) Organik Sebagai Solusi Masalah Pangan, Lingkungan dan Sumber Energi di Indonesia
Abstraks
Masalah ketahanan pangan, lingkungan dan krisis energi menjadi topik pembicaraan yang banyak di bahas di media masa akhir-akhir ini. Sebab ketiga sektor tersebut adalah sektor strategis dimana pengembangannya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Jika dikaji lebih dalam, sebenarnya permasalahanpermasalahan tersebut dapat dikorelasikan antara satu dengan yang lainnya, dengan pupuk anorganik sebagai faktor penghubungnya.
Penggunaan pupuk kimia (anorganik) dan pestisida secara besar-besaran dan tak terkendali sejak digulirkannya Revolusi Hijau telah menurunkan tingkat kesuburan lahan serta menimbulkan pencemaran lingkungan dan ledakan (serangan) hama penyakit tanaman yang tidak terkendali. Hal ini menimbulkan penurunan produktivitas lahan pertanian. Produktivitas lahan yang tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah penduduk inilah yang pada akhirnya berdampak pada terancamnya ketahanan pangan. Di sisis lain bahan baku pembuatan pupuk anorganik tersebut adalah gas bumi. Dimana gas bumi juga dibutuhkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik untuk memasok kebutuhan masyarakat akan listrik yang semakin lama semakin meningkat. Sehingga akhir-akhir ini muncul konflik pemanfaatan sumber energi khususnya gas di Indonesia.
SRI organik sebagai salah satu metode pertanian yang menggunakan konsep kearifan lokal diakui dapat menjadi solusi untuk memecahkan permasalahan-permasalahan ketiga sektor tersebut. Sebab metode ini dapat menghemat penggunaan air, memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, mengembalikan kesuburan dan daya dukung tanah, menurunkan produksi CO, CO2, dan metan, meningkatkan pendapatan petani, memulihkan ekosistem, dan menawarkan solusi permasalahan energy dengan men-subtitusi pupuk anorganik dengan pupuk organik yang berbahan dasar kotoran hewan dan potensi lokal lainnya.
Pendahuluan
Bicara tentang ketahanan pangan, pasti akan langsung terpikir oleh kita ketersediaan stok beras. Sebab beras merupakan sumber makanan pokok masyarakat di Indonesia saat ini. Oleh sebab itu, sebagai upaya menaikan tingkat produksi pangan khususnya padi, pada tahun 1960-an pemerintah mengadopsi kebijakan revolusi hijau dari negara barat. Secara sempit, revolusi hijau dapat diartikan sebagai pola pertanian intensif dengan paket teknologi modern yang dicirikan oleh penggunaan input eksternal yang tinggi seperti pupuk anorganik, pestisida kimia, dan benih varietas unggul (hasil pemuliaan); pemanfaatan infrastruktur penunjang seperti sistem irigasi dan permodalan (kredit) dalam skala besar; serta penerapan mekanisasi pertanian dalam pengolahan tanah dan penanganan pasca panen (Gudon SJ dan Daniel, 1998).
Awalnya, teknologi revolusi hijau di Indonesia dapat menaikkan tingkat produksi pangan khususnya padi secara spektakuler. Antara tahun 1968 sampai 1984, produksi beras meningkat rata-rata sekitar 5 % per tahun. Tetapi, kesuksesan ini tidak bertahan lama. Dalam perkembangannta kenaikan produktivitas lahan sawah mengalami pelandaian (levelling off) padahal konsumsi pupuk terus meningkat. Gejala penurunan produktivitas lahan ini menunjukkan adanya penurunan efisiensi penggunaan (penyerapan) pupuk di mana tingkat kenaikan produksi per satuan pupuk yang digunakan (ditambahkan) makin menurun. Produktivitas lahan yang tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah penduduk inilah yang menghilangkan predikat Indonesia sebagai Negara pengekspor beras, bahkan menjadikannya sebagai Negara pengimpor beras terbesar di dunia. Dan pada akhirnya berdampak pada terancamnya ketahanan pangan.
Revolusi hijau juga telah memunculkan berbagai masalah baru yang semakin kompleks dan sulit dipecahkan. Berdasarkan hasil setudi ELSPPAT-Institute for Sustainable Agriculture and Rural Livelihood, teknologi revolusi hijau terutama dalam hal penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia telah menimbulkan kerusakan ekosistem yang parah. Penggunaan pupuk kimia (anorganik) dan pestisida secara besar-besaran dan tak terkendali telah menurunkan tingkat kesuburan lahan serta menimbulkan pencemaran lingkungan dan ledakan (serangan) hama penyakit tanaman yang tidak terkendali. Kondisi ini, selain merugikan petani secara ekonomis, juga telah mengganggu kesehatan dan mengancam kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya. Bahkan akhir[1]akhir ini, terdapat penelitian yang mengungkapkan bahwa penggunaan pupuk kimia dan penggenangan pada lahan dapat menghasilkan gas metan yang merupakan penyebab terbesar pemanasan global.
Selain itu, teknologi revolusi hijau juga telah memunculkan masalah sosial dan konomi. Ketergantungan petani terhadap input eksternal buatan pabrik, seperti pupuk kimia (an-organik), pestisida dan bahan sintetis lain dilengkapi dengan nilai jual produk pangan yang rendah, secara ekonomis berdampak pada lemahnya tingkat perekonomian petani saat ini. Penerapan revolusi hijau juga mereduksi dan menghilangkan pranata sosial-budaya masyarakat lokal seperti: tanggung jawab sosial dalam penyediaan lapangan kerja, pengelolaan sumberdaya alam secara kolektif (misalnya lumbung desa, bank kompos, pengaturan air), tradisi gotong-royong, serta teknologi dan pengetahuan lokal.
Penggunaan pupuk anorganik juga menjadi salah satu sumber konflik pemanfaatan sumber energi di Indonesia. Seperti kita ketahui selama ini bahwa bahan baku pembuatan pupuk an-organik tersebut adalah gas bumi. Dimana di sisi lain gas bumi juga digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik untuk memasok kebutuhan masyarakat akan listrik yang semakin lama semakin meningkat. Menko Perekonomian Hatta Rajasa, mengungkapkan bahwa kalau semua pembangkit listrik yang menggunakan BBM diganti dengan gas, maka pemerintah akan berkurang pengeluarannya sebesar RP 17 Triliun. Sehingga akhir-akhir ini sering terdengar berita mengenai beberapa produksi pabrik pupuk yang bakal menurun akibat kekurangan bahan baku gas, yang secara tidak langsung menimbulkan naiknya harga pupuk dan susahnya petani mendapatkan pupuk.
Menanggapi hal tersebut, sejak tahun 2001 dikembangkan metode pertanian SRI (System of Rice Intensification) Organik sebagai salah satu upaya untuk memecahkan permasalahan-permasalahan tersebut. SRI Organik merupakan model budi-daya padi intensif dan efisien dengan management sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman, dan air dengan prinsip memberdayakan kearifan lokal. Dikutip dari beberapa media masa, metode ini dikembangkan karena memiliki beberapa keunggulan, diantaranya dapat meningkatkan produksi, mengembalikan kesuburan tanah, dan yang paling penting adalah mengurangi beban keuangan Negara. Direktur Jendral PLA, Hilman Manan mengungkapkan bahwa “Keuntungan lain dari pemanfaatan pupuk organik selain ramah lingkungan juga dapat menghemat subsidi pupuk kimia yang nilainya mencapai RP. 18 trilyun rupiah per tahun”. Informasi tersebut juga dikuatkan oleh data realisasi APBN subsidi benih dan pupuk tahun 2009 sebagai berikut.
Paper ini akan membahas secara detail peran nyata SRI organik sebagai solusi masalah ketahanan pangan, lingkungan dan energi di Indonesia. Dengan mengambil studi kasus implementasi metode SRI Organik di Desa Suka Makmur, Kecamatan BTS Ulu, Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan yang merupakan salah satu bentuk program pemberdayaan PT Medco E&P Indonesia.
Landasan Teori
Sebagai upaya menaikan tingkat produksi pangan khususnya padi, pada tahun 1960-an pemerintah mengadopsi kebijakan revolusi hijau dari negara barat. Menurut Gudon SJ dan Daniel (1998) secara sempit, revolusi hijau dapat diartikan sebagai pola pertanian intensif dengan paket teknologi modern yang dicirikan oleh penggunaan input eksternal yang tinggi seperti pupuk anorganik, pestisida kimia, dan benih varietas unggul (hasil pemuliaan); pemanfaatan infrastruktur penunjang seperti sistem irigasi dan permodalan (kredit) dalam skala besar; serta penerapan mekanisasi pertanian dalam pengolahan tanah dan penanganan pasca panen. Namun dalam perkembangannya kenaikan produktivitas lahan sawah mengalami pelandaian (levelling off) padahal konsumsi pupuk terus meningkat.
Revolusi hijau juga telah memunculkan berbagai masalah baru yang semakin kompleks dan sulit dipecahkan. Berdasarkan hasil setudi ELSPPAT (Institute for Sustainable Agriculture and Rural Livelihood), teknologi revolusi hijau terutama dalam hal penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia telah menimbulkan kerusakan ekosistem yang parah. IRRI Los Banos 23 tahun yang telah mengungkapkan bahwa penggunaan pupuk kimia (anorganik) dan pestisida secara besarbesaran dan tak terkendali telah menurunkan tingkat kesuburan lahan serta menimbulkan pencemaran lingkungan dan ledakan (serangan) hama-penyakit yang tidak terkendali. Kondisi ini, selain merugikan petani secara ekonomis, juga telah mengganggu kesehatan dan mengancam kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lain di muka bumi.
Pertanian juga memiliki andil dalam peningkatan jumlah produksi gas metan di bumi yang berdampak pada pemanasan global. Untuk itu, upaya menekan emisi metana ke atmosfer belakangan mulai gencar dilakukan di negara yang memiliki lahan padi sawah terbesar, yaitu India dan China dan Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan sistem budidaya yang disebut dengan (SRI) System of Rice Intensification. Metode budidaya padi tersebut bertujuan untuk mengurangi pemberian air pada lahan sawah. Karena diketahui, dengan kondisi air terbatas, produksi gas metana oleh mikroba anaerob berkurang (Yuni Ekawati, 2010).
Metode SRI diperkenalkan pertama kali oleh misionaris dari Perancis, Henri de Laulanie, di Madagaskar tahun 1983. Pola bertanam padi ini lalu dikembangkan Prof Norman Ufhop dan akhirnya disebarkan ke Asia, seperti India, Pakistan, Sri Lanka, Banglades, China, Vietnam, dan Indonesia. Di Indonesia metode ini dikembangkan oleh Ir Alik Sutaryat dan digabungkan dengan metode pertanian organik. Sehingga lahirlah metode budidaya padi SRI organik. Metode SRI Organik mampu mengurangi air dan benih berkisar 40 sampai 80 persen, panen padi justru dapat meningkat 50 hingga 70 persen dibandingkan cara konvensional yang berkisar 4 hingga 5 ton per hektar. Kini, lebih dari 13.000 petani sudah menerapkan SRI pada lahan sekitar 9.000 hektar.
Dengan kondisi air terbatas dan tidak adanya bahan kimia di lahan sawah, produksi gas metana oleh mikroba anaerob pun berkurang. I Made Sudiana salah satu peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengungkapkan bahwa ”Bila SRI diaplikasikan pada seluruh sawah di Indonesia yang luasnya 11 juta hektar, selain tercapai peningkatan produksi padi, emisi metana juga dapat diturunkan dalam jumlah sangat signifikan”.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif dengan model penelitian studi kasus (case study). Metode ini digunakan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta peran SRI Organik sebagai solusi masalah ketahanan pangan, lingkungan, dan energi di daerah tertentu. Peran SRI organik yang diteliti adalah fakta hasil penerapan SRI organik di desa Suka Makmur Kecamatan BTS Ulu, Kabupaten Musi Rawas – Sumatera Selatan.
Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi:
- Peningkatan produksi pertanian dengan metode SRI organik
- Penggunaan air selama satu musim tanam
- Penurunan produksi CO, CO2, dan gas metan
- Penurunan biaya produksi
- Nilai-nilai budaya local.
Analisis dan Pembahasan
Desa Suka Makmur merupakan salah satu daerah pemukiman yang berada di wilayah eksplorasi dan produksi PT Medco E&P Indonesia Lapangan Soka Blok SSE yang terletak di kecamatan Bulang Tengah Suku (BTS) Ulu, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Masyarakat desa tersebut mayoritas mempunyai mata pencaharian sebagai petani yaitu sekitar 56,78% dari jumlah total penduduk Desa Suka Makmur. Petani padi sawah di desa tersebut memiliki luas sawah antara 0,25-1 Ha. Namun produktivitas yang mampu dicapai tiap musim tanam ratarata hanya 0,5-2 ton/Ha. Sehingga pendapatan dan kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan pokok terutama pangan sangat kurang.
Permasalahan tersebut timbul akibat:
- Ketergantungan petani dengan pupuk kimia serta penerapan sistem tanpa olah tanah lahan sawah. Hal ini juga disinyalir sebagai penyebab utama kerusakan tanah. Tanah menjadi bersifat asam (pH 5-6) dan kurang oksigen sehingga lambat laun kesuburannya berkurang.
- Kebiasaan petani menggenang lahan juga dianggap dapat mengurangi kesuburan karena lapisan tanah bagian atas yang merupakan lapisan tersubur tanah terangkat oleh air dan terbawa saat air mengalir keluar sawah.
- Kebiasaan petani membakar sisa hasil panen (jerami) dan penggunaan pestisida kimia disinyalir menyebabkan polusi udara dan air, serta mengurangi keanekaragaman hayati lingkungan yang pada akhirnya mengganggu keseimbangan ekosistem.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut PT Medco E&P Indonesia mengadopsi, mensosilisasikan dan menerapkan program SRI organik sebagai upaya meningkatkan produktivitas pertanian dengan tetap menjaga kualitas lingkungan dan kelestariannya.
Pelaksanaan program SRI Organik telah memberikan dampak awal yang cukup baik terhadap peningkatan hasil produksi lahan pertanian di desa Suka Makmur. Hal ini terlihat dari perubahan hasil panen yang sebelumnya ratarata hanya 0,5-2 ton per hektar menjadi rata-rata 7-8 ton per hektar (lebih dari 300% kenaikannya). Keberhasilan tersebut menunjukkan peran nyata SRI organik dalam upaya peningkatan hasil produksi.
Sedangkan ditinjau dari aspek lingkungan, program SRI secara signifikan telah berperan dalam upaya penghematan penggunaan air. Sejak awal tanam sampai dengan panen, air hanya mengaliri lahan saat proses penyiangan. Tidak adanya proses penggenangan lahan dan penggunaan pupuk kimia juga berperan dalam mengurangi produksi gas metan yang bisa berkontribusi merusak ozon. Penggunaan pupuk dan racun hama organik dengan memanfaatkan potensi bahan-bahan organik lokal yang ramah lingkungan juga berperan dalam memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah sehingga mengembalikan kesuburan dan daya dukung tanah. Upaya mendorong petani untuk tidak membakar jerami juga berkontribusi menurunkan produksi gas CO dan CO2 sehingga berpotensi melindungi ozon.
Secara kuantitatif, detail perbandingan metode konvensional dan SRI organik yang diterapkan di desa Suka Makmur dapat dilihat dalam table sebagai berikut.
Program ini juga telah berhasil mengembalikan hak petani perempuan tidak hanya menyangkut proses pertaniannya, tetapi juga mengandung nilai-nilai sosial-budaya petani. Kontribusi perempuan yang sangat besar dalam program ini menjadikan perempuan mampunyai kemampuan alami dalam menjaga kearifan sistem pertanian tradisional yang selaras alam. Pertanian ini juga menjamin kualitas hidup keluarga petani itu sendiri. Pada program ini perempuan menguasai sekitar 60% proses produksi mulai dari seleksi benih hingga panen. Kaum perempuan khususnya keluarga miskin menghidupi keluarga dengan memperoleh pekerjaan selama panen, sehingga menyumbang kepada pemasukan rumah tangga secara berarti.
Program ini juga berperan dalam mengembalikan nilai-nilai budaya lokal yang selama ini sudah mulai luntur. Salah satu diantaranya adalah kegiatan gotong royong. Sebelumnya, gotong-royong mulai ditinggalkan karena kesibukan masing-masing penduduk desa dalam berkebun. Dengan adanya Pola SRI Organik di Desa Suka Makmur menjadikan masyarakat Desa Suka Makmur menemukan kembali identitas mereka. Gotong royong, kembali mereka gerakkan baik dalam kegiatan di sawah, memecahkan permasalahan bersama dan membangun desa mereka. Kegiatan gotong royong ini juga membantu mengurangi biaya produksi pertanian terutama yang berkaitan dengan masalah tenaga kerja.
Penggunaan pupuk organic yang berbahan baku potensi sumberdaya local seperti dibuat dari berbagai jenis bahan, antara lain sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, sabut kelapa), serbuk gergaji, kotoran hewan, limbah media jamur, limbah pasar, limbah rumah tangga dan limbah sawit, serta pupuk hijau mampu memulihkan sifat fisik kimia, fisika, dan biologi tanah sehingga dapat menyediakan sumber hara bagi tanaman. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan derajat keasaman tanah dan hidupnya kembali biota-biota tanah. Peranan tersebut menunjukkan bahwa, pupuk organik dapat mensubtitusi penggunaan pupuk anorganik. Melihat potensi sumberdaya local sebagai bahan baku pupuk organic sangat melimpah, dapat diperbaharui dan ramah lingkungan, maka akan lebih bijak jika pupuk ini yang dikembangkan untuk pertanian. Dengan penggunaan pupuk organic maka produksi pupuk anorganik pun tidak perlu di tingkatkan. Shingga cadangan produksi gas yang dipasok ke pabrik-pabrik pupuk anorganik dapat dialihkan ke generator-generator pembangkit listrik untuk memasok kebutuhan masyarakat.
Disamping itu, proses pengolahan pupuk organic juga menghasilkan gas yang bias dimanfaatkan sebagai bahan bakar rumah tangga, yang lazim disebut bio gas.
Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa pertanian padi dengan metode SRI Organik dapat dijadikan solusi bagi masalah ketahanan pangan, lingkungan, dan energy nasional. Sebab SRI Organik tidak menggunakan pupuk kimia dan mengurangi penggunaan air. Secara rinci keunggulan pertanian dengan menggunakan metode SRI organik adalah sebagai berikut:
- Menghemat penggunaan air. Air tidak perlu tergenang banyak seperti padi konvensional.
- Sehingga tidak ada produksi gas methane yang bisa berkontribusi merusak ozone.
- Menggunakan pupuk dan racun hama organic yang memanfaatkan potensi bahan-bahan organic lokal, sehingga ramah lingkungan.
- Penggunaan pupuk organic dan racun kimia organic akan memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, sehingga mengembalikan kesuburan dan daya dukung tanah.
- Pupuk organic menggunakan jerami padi dan sampah tumbuhan lain serta kotoran hewan. Sehingga mendorong petani tidak membakar dan menurunkan produksi CO dan CO2 yang merusak ozon.
- Meningkatkan pendapatan petani karena menurunnya biaya produksi (tidak beli pupuk dan racun kimia) dan jumlah produksi (hasil panen) yang meningkat. Saat ini diperkirakan hasilnya baru 7 ton/ha. Sebelumnya lahan mengganggur karena tidak ekonomis atau hasilnya cuma 0,5 – 1 ton/ha. Kalau terus menggunakan pupuk dan racun hama organic, maka hasilnya bisa mencapai 12 ton/ha.
Oleh sebab itu sangat tepat jika PT MEDCO E&P INDONESIA mengadopsi dan terus mengembangkan SRI organik sebagai program pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah operasi sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap pembangunan masyarakat di sekitar wilayah operasinya.
Firsta Jusra Iskandar
Hirmawan Eko Prabowo
Referensi
Esje, Gudon dan Daniel, 1998: Menggugat Revolusi Hijau Orde Baru. (www.elsppat.or.id)
Ikawati, Yuni, 2010 : Jurus Baru Melumat Metana. (www.sains.kompas.com)
Sutaryat, Alik, 2009 : SRI Organik. Pelatihan Ekologi Tanah dan SRI Organik
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.