Polisi Moral yang Tidak Bermoral
Kematian Mahsa Amini, seorang mahasiswi Iran di tangan polisi moral Iran, menyisakan duka mendalam. Tidak hanya bagi orang tua dan kerabatnya, namun seantero negeri merasakan hal yang sama. Duka ibu Amini, adalah duka ibu-ibu Iran. Gadis muda jelita yang berulang tahun ke-23 pekan lalu itu diberitakan meregang nyawa dalam tahanan, dan ada dugaan ia mendapat tindakan kekerasan dari oknum aparat.
Tak pelak, kabar mengenai tewasnya gadis muda ini pun memicu gelombang besar demonstrasi, setidaknya di 36 kota di Iran muncul aksi unjuk rasa yang massif, mereka memprotes kebrutalan aparat terhadap masyarakat sipil. Sejauh ini akibat tindakan represif aparat tersebut ditengarai telah menelan korban tewas hingga 50 orang. Namun tampaknya demonstrasi ini belum akan berhenti, sebelum keadilan ditegakkan.
Gasht-e Ershad
Sebagai sebuah negara teokratis, Pemerintah Iran memiliki alat negara yang bertugas melakukan penegakan disiplin atas dijalankannya ketentuan-ketentuan syariah Islam. Semisal menghapuskan perjudian, pelacuran, minuman keras, ataupun hubungan sesama jenis. Termasuk juga penerapan penggunaan jilbab atau hijab bagi perempuan yang keluar rumah. Penegakan aturan hukum syariah ini dilaksanakan oleh polisi moral atau di Iran dikenal dengan istilah Patroli Panduan atau Gasht-e Ershad.
Patroli Panduan Gasht-e Ershad ini didirikan tahun 2005. Sebelumnya, aturan tentang kewajiban perempuan untuk menggunakan hijab saat di ruang publik sudah ada di Iran. Bahkan sebelum revolusi Islam tahun 1979. Sedangkan Undang-undang tentang penggunaan jilbab resmi diundangkan tahun 1983.
Meskipun aturan ini sudah lama berlaku, namun penerapannya di dalam masyarakat juga tidak seluruhnya seragam. Banyak cara yang dilakukan kaum perempuan Iran untuk menyiasati aturan ini. Ada yang tidak menutup kepala seluruhnya, dengan rambut beriak tampak di bagian depan wajah. Ada pula yang memadu padankan dengan warna-warna cantik. Karena pada dasarnya kaum perempuan senang dengan ornamen yang membuatnya menarik.
Saat Presiden Hassan Rouhani berkuasa, aturan tentang penggunaan hijab ini bisa dibilang longgar. Namun penggantinya yang saat ini berkuasa, Ebrahim Raisi, adalah seorang konservatif yang bertekad menegakkan aturan-aturan syariah dengan lebih tegas. Pernyataan ini yang diimplementasikan di lapangan dalam berbagai bentuk kebijakan yang semakin menyulitkan para perempuan untuk berekspresi lebih merdeka.
Pemasangan rangkaian CCTV di tempat-tempat umum menjadi alat bukti bagi masyarakat yang melanggar. Siapapun yang kedapatan tidak menutupkan hijab dengan baik, akan terekam CCTV dan ini bisa menjadi masalah. Apalagi ditambah dengan penambahan hukuman atas diabaikannya aturan ini. Hukuman cambuk dan kurungan menanti mereka yang melanggar aturan berpakaian ini.
Misinterpretasi
Beberapa kasus yang dilaporkan kepada media menunjukkan banyaknya pelanggaran yang terjadi akibat misinterpretasi terhadap aturan. Semisal kurang sempurnanya penggunaan jilbab, atau warna jilbab yang terang. Dapat pula perempuan dipermasalahkan karena menggunakan riasan wajah cetar. Termasuk penggunaan pewarna bibir pun bisa menjadi urusan polisi.
Aturan-aturan syariah ini sangat membatasi kemerdekaan berekspresi perempuan Iran. Selain penggunaan kerudung, kaum hawa di Iran juga tidak diperkenankan menggunakan pakaian ketat yang memperlihatkan lekuk tubuh. Alasannya, pakaian ketat ini menimbulkan syahwat lelaki. Pakaian yang tertutup dianggap mampu mencegah perempuan dari tindakan pelecehan, alih-alih membatasi kemerdekaan berekspresi.
Sering sekali terjadi aturan-aturan tersebut sangat tergantung interpretasi pasukan Polisi moral Gasht-e Ershad. Polisi ditugaskan menangkap orang-orang yang berperilaku tidak sesuai ketentuan syariah. Membawa mereka ke kantor polisi. Melakukan interogasi dan “bimbingan”. Saat bimbingan inilah banyak laporan menunjukkan kesewenang-wenangan dialami para “kriminal”.
Kesewenang-wenangan dapat berupa perlakuan buruk, kata-kata tajam dan kasar, penghinaan, serta pemukulan atau kekerasan fisik. Sebagaimana diduga dialami Mahsa Amini di kantor polisi. Perempuan yang melanggar ketentuan sering harus dijemput oleh keluarganya dan membuat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Dan catatan kriminal ini menjadi catatan buruk untuk perempuan yang ditangkap.
Sikap Presiden
Penindasan yang dilakukan polisi ini rupanya sudah sangat keterlaluan dan menjadi rahasia umum. Pantaslah rakyat negeri para mullah bergerak meluapkan amarahnya melalui demonstrasi. Mobil-mobil polisi dan kantor-kantornya dibakar. Perempuan-perempuan melepaskan jilbab dan memotong rambut mereka di muka umum. Tidak ada ketakutan. Yang ada hanya melampiaskan amarah.
Tanggapan Presiden Republik Islam Iran terhadap aksi-aksi demonstrasi di dalam negeri cenderung keras. Darah patriot Iran tumpah di negeri sendiri, oleh senjata bangsa sendiri. Tidak kurang 50 orang meregang nyawa, dan akan semakin bertambah banyak bila kedua pihak – pemerintah dan demonstran- tidak menahan diri.
Pemerintah Iran yang berhaluan konservatif rupanya lebih senang menyalahkan anasir-anasir luar yang mengganggu ketentraman di dalam negeri dari pada mengusut tuntas kematian Mahsa Amini dan demonstran pendukungnya. Ketertiban akan ditegakkan, seraya keadilan diabaikan.
Seorang Mahsa Amini telah menjadi martir di Iran. Akankah peristiwa ini menjadi momentum perubahan politik dalam negeri Iran dalam waktu dekat? Wallahu’alam.
—–
*) Bambang Sutrisno, Sekretaris Dewan Pengarah KAPT
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.