Connect with us

Pelajaran dari Krisis Energi 1973

Penulis:
Eko Sulistyo
Komisaris PT PLN (Persero)

Musisi legendaris John Lennon, pernah menulis dalam salah satu lagunya, “imagine all the people, living life in peace”. Pesan Lennon bahwa perang adalah kesiasian yang membuat rakyat menderita. Impian Lennon sejak 1970-an itu rupanya benar-benar sekadar “imagine”, karena konflik antar negara tetap saja berlangsung sampai hari ini, seperti perang Rusia-Ukraina.

Dekade 1970-an identik dengan Perang Vietnam yang menjadi inspirasi lagu John Lennon. Namun Vietnam bukan negara produsen minyak sehingga perang tidak berdampak pada krisis energi. Berbeda dengan Perang Yom Kippur pada Oktober 1973, antara negara-negara Arab yang dimotori Mesir dan Israel, telah memicu krisis energi.

Sebagai balasan terhadap sikap Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat yang mendukung Israel, negara-negara Arab penghasil minyak melakukan embargo minyaknya hingga Maret 1974. Pada 1979 terjadi krisis energi kembali. Kali ini ketika Revolusi Iran menggulingkan Syah Iran, yang berbuntut kekacauan di negara penghasil minyak dunia saat itu.

Selalu ada paralelisme dalam sejarah. Perang Yom Kippur berdampak pada disrupsi pasokan energi global, sama dengan perang Rusia-Ukraina saat ini. Krisis minyak 1973 ditandai kenaikkan harga minyak lebih 300% yang menyebabkan stagflasi dan krisis ekonomi di berbagai negara. Di AS, pemandangan orang antri di pompa bensin, menghiasi halaman berbagai surat kabar dan memicu kepanikan (Keohane & Nye, 2012).

Penjatahan dan efisiensi bahan bakar diberlakukan. Di AS berlaku pemotongan dan penurunan konsumsi bahan bakar, dan di Perancis kantor harus mematikan lampu setelah pukul sepuluh malam. Di Inggris, pemerintah memotong hari kerja menjadi tiga hari per minggu untuk mengurangi konsumsi listrik.

Selain menyebabkan masalah besar kehidupan masyarakat, krisis energi juga memukul industri otomotif AS. Selama beberapa dekade, produksi mobil AS yang berukuran besar, dianggap lebih boros bahan bakar. Jepang dapat memanfaatkan peluang ini dengan memproduksi mobil ukuran lebih kecil dan lebih hemat bahan bakar, untuk mengalahkan mobil keluaran AS.

Senjata Energi

Situasi krisis energi 1973, mirip dengan kejadian saat ini ketika terjadi saling embargo produk dari negara yang bersengketa dalam perang Rusia-Ukraina. Rusia menjadikan komoditas energinya, khususnya gas alam, sebagai senjata politik dan ekonomi dalam perangnya di Ukraina. AS dan sekutunya di Eropa, memberlakukan sanksi ekonomi dan keuangan kepada Rusia untuk membantu Ukraina.

Dalam Perang Yom Kippur pada awal Oktober 1973, Mesir bersama Suriah, menyerang Israel pada hari suci Yahudi Yom Kippur. Setelah pecah perang terbuka, Uni Soviet—kini Rusia—mulai mengirim senjata ke Mesir dan Suriah. Di pihak lain, Presiden AS, Richard Nixon, mengambil langkah serupa dengan memasok senjatanya ke Israel.

Sebagai tanggapan, Organisasi Negara Pengekspor Minyak Arab (OAPEC) yang berdiri 1968, mengurangi produksi minyak mereka dan menyatakan embargo minyak ke AS dan Belanda, sebagai pendukung utama Israel. Meski Perang Yom Kippur berakhir pada akhir Oktober 1973, embargo dan pembatasan produksi minyak terus berlanjut, dan memicu krisis energi global.

Keterlibatan OAPEC maupun Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang didirikan 1961, mendorong lahirnya International Energy Association (IEA), November 1974. Badan Energi Internasional itu didirikan untuk mengimbangi OPEC, yang melibatkan diri dalam konflik Arab-Israel. Pendirian IEA untuk merespons disrupsi pasokan minyak global, dengan membangun sistem cadangan strategis energi bagi negara-negara anggotanya (www.iea.org/history).

Krisis energi 1970-an berdampak besar pada ekonomi dan politik AS. Pemerintah AS mulai mengarahkan pada sumber energi terbarukan seperti energi matahari dan angin. Produksi etanol dari jagung juga disubsidi pemerintah federal untuk menghasilkan alternatif minyak. Industri otomotif mulai memproduksi mobil lebih kecil, agar hemat bahan bakar.

Pada 1977, Presiden Jimmy Carter (1976-1980) mendirikan Departemen Energi sebagai respons atas situasi saat itu. Sebagai bagian dari gerakan menuju reformasi energi, AS berupaya meningkatkan produksi minyak dalam negeri. Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan menemukan sumber energi alternatif, termasuk tenaga nuklir.

Ketahanan Energi

Krisis energi global dekade 1970-an, bisa jadi tidak masuk memori mayoritas warga Indonesia, mengingat saat itu Indonesia masih menjadi pengekspor minyak dan anggota OPEC. Indonesia masih surplus cadangan minyak, kalau tidak boleh disebut melimpah. Indonesia bisa menikmati “bonanza” minyak bumi atas oil boom yang terjadi (Mari Pangestu, 1986).

Krisis energi saat ini lebih kompleks, karena didahului dengan pelambatan ekonomi akibat pandemi. Ketika dunia sedang pemulihan dan mobilitas membutuhkan energi, perang Rusia-Ukraina telah menimbulkan efek ikutannya. Yaitu terganggunya rantai pasok energi, kenaikkan harga-harga komoditas dan krisis keuangan global.

Kendati begitu, ada “lesson learn” yang bisa kita ambil. Salah satunya soal pasokan energi yang melintasi perbatasan, menjadi rentan bila terjadi konflik melibatkan Petro-state atau negara produsen energi. Mereka cenderung menggunakan kelimpahan energinya sebagai senjata. Jeff Colgan (2013), “Petro-Aggression: When Oil Causes War”, menjelaskan mengapa politik energi (minyak) memiliki peran sentral dalam perdamaian dan konflik global.

Dengan demikian risiko geopolitik energi, tidak hanya minyak tapi juga batu bara, listrik dan gas alam, akan dipengaruhi oleh power and independence yang mendorong urusan global. Krisis minyak 1973 dan krisis energi saat ini, menggambarkan aspek ketergantungan globalisasi energi yang makin komplek. Tantangan energi global saat ini juga tidak hanya berasal dari ancaman perang, tapi juga perubahan iklim.

Sebagai negara pengimpor bahan bakar minyak (BBM), bukan lagi pengekspor, Indonesia sudah merasakan kenaikan harga minyak dunia saat ini. Seperti disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam Rapat Paripurna di DPR, awal Juni lalu, pemerintah harus menanggung Rp 520 triliun untuk subsidi BBM dan listrik guna menahan kenaikan harga. Kebijakan itu untuk menahan laju inflasi yang merangkak naik dan menjaga daya beli masyarakat yang baru pulih dari pandemi.

Pertanyaannya, sampai kapan perang akan berakhir dan kita akan kuat menanggung risiko geopolitik ini. Penghentian perang adalah jalan keluar terbaik, namun konsolidasi sumberdaya yang makin terbatas, perlu dilakukan pemerintah agar tidak menimbulkan risiko fiskal yang lebih besar. Pemanfaatan energi terbarukan dan transformasi elektrifikasi dari BBM ke listrik, menjadi kunci ketahanan energi masa depan, selain dapat menghemat devisa, juga menurunkan emisi karbon.

————–
Penulis adalah Komisaris PT PLN (Persero).
Sumber : Investor Daily, 23/6/2022.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Hetifah Sjaifudian Apresiasi Kemenangan Timnas Indonesia Bantai Vietnam 3-0

Oleh

Fakta News
Hetifah Sjaifudian Apresiasi Kemenangan Timnas Indonesia Bantai Vietnam 3-0
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian. Foto : DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian mengapresiasi kemenangan gemilang Timnas Indonesia dalam pertandingan tandang melawan Vietnam. Ia mengungkapkan bahwa kemenangan ini menjadi berkah dan kegembiraan di bulan puasa bagi seluruh rakyat Indonesia, serta juga membawa semangat bagi para pemain.

Dalam pertandingan yang berlangsung di Stadion My Dinh, Vietnam, Timnas Indonesia berhasil meraih kemenangan dengan skor 3-0 dengan gol yang tercipta berasal dari Jay Idzes, Ragnar Oratmangoen, dan Ramadhan Sananta. Para pemain berhasil menunjukkan performa maksimal di tengah keterbatasan waktu persiapan yang sangat singkat.

“Kemenangan yang diracik oleh Pelatih Shin Tae Yong di tengah keterbatasan waktu mempersiapkan Tim yang sangat singkat. Timnas Indonesia bisa menunjukan performa maksimal. Kita menikmati tontonan apik yang menghibur, dengan level permainan yang berbeda dari permainan sebelumnya,” kata Hetifah Sjaifudian melalui keterangan resmi yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (27/03/2024).

Lebih lanjut, kata Hetifah, juga mengingatkan tentang kejayaan Timnas Indonesia di masa lalu. Hal ini mengingat pada Piala Dunia 1986, saat itu Indonesia hampir berhasil lolos ke Meksiko sebelum dikalahkan oleh Korea Selatan.

“Tentunya kita sangat bersyukur dengan situasi ini. Berarti semakin dekat pada tujuan akhir untuk lolos fase grup, seperti yang pernah dicapai oleh Timnas Indonesia ketika diracik oleh Pelatih Sinyo Aliandoe dengan pemain di antaranya Kapten Team Hery Kiswanto pada PPD 1986,” ujarnya.

Meskipun bertanding di kandang lawan yang dikenal angker, Politisi Partai Golkar itu menilai bahwa Timnas Indonesia mampu tampil dengan percaya diri yang tinggi. Tak hanya itu, para pemain berhasil menunjukkan permainan yang berbeda dan menghibur, serta mampu mengatasi tekanan dari suporter lawan.

“Tentunya dengan kerendahan hati, bertanding di kandang macan Stadion My Dinh Vietnam yang dikenal angker, ternyata Timnas Indonesia tampil sangat percaya diri. Semoga level permainan ini terus bertahan sampai fase grup berakhir dan kita bisa lolos ke tahap berikutnya,” ucapnya.

Dengan demikian, Legislator Dapil Kalimantan Timur berharap melalui kemenangan ini, tidak hanya menjadi kebanggaan bagi Timnas Indonesia, tetapi juga menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Baginya, melalui prestasi gemilang ini dapat terus membangkitkan kebanggaan dan semangat nasionalisme di tengah masyarakat.

“Jalan masih terjal jangan berpuas diri, kita semua doakan selalu hasil terbaik buat Timnas kita. Kita selalu berikan dukungan terbaik untuk Timnas kita. IsnyaAllah pride (harga diri) Bangsa Indonesia selalu terjaga. Bravo sepakbola Indonesia,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Komisi XI: Pelaporan Dugaan Korupsi LPEI ke Kejaksaan Beri Efek Jera

Oleh

Fakta News
Komisi XI: Pelaporan Dugaan Korupsi LPEI ke Kejaksaan Beri Efek Jera
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi. Foto : DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi menilai pelaporan yang dilakukan Menteri Keuangan terkait kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) merupakan langkah yang tepat. Menurutnya, langkah ini untuk memberikan efek jera bagi praktik patgulipat di LPEI yang seolah terus terulang.

“Kami menilai langkah Menteri Keuangan, Sri Mulyani menunjukkan keseriusan pemerintah agar proses pembiayaan ekspor benar-benar bisa meningkatkan volume ekspor Indonesia, bukan sekadar praktek hengky pengky antara oknum pejabat LPEI dan pihak ketiga sehingga memicu fraud yang merugikan keuangan negara,” ujar Fathan dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (27/3/2024).

Pada Senin (18/3/2024) lalu Sri Mulyani bertandang ke Kejaksaan Agung untuk melaporkan temuan tim Kemenkeu terkait indikasi adanya fraud dalam kredit yang dikucurkan oleh LPEI. Sejumlah debitur diduga melakukan tindak pidana korupsi yang diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp2,5 triliun. Ada empat perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Keempat perusahaan tersebut bergerak dalam usaha sawit, nikel, batu bara, dan perkapalan.

Fathan mengungkapkan dugaan korupsi di LPEI dengan berbagai modus ibarat kaset rusak yang terus berulang. Politisi Fraksi PKB ini menyebut pada 2022 Kejagung pernah menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI selama periode 2013-2019. Saat itu kerugian negara diperkirakan mencapai Rp2,6 triliun yang berasal dari kredit macet ke delapan grup usaha yang terdiri dari 27 perusahaan.

“BPK juga pernah melakukan pemeriksaan investigatif terkait kasus dugaan korupsi LPEI dan menemukan kerugian negara hingga puluhan miliar,” tambahnya.

Lebih lanjut, Fathan menyampaikan di antara modus yang paling sering terjadi adalah LPEI tidak menerapkan prinsip tata kelola yang baik saat mengucurkan kredit kepada calon debitur. LPEI seolah gampangan dalam menyalurkan kredit kepada pihak ketiga dan akibatnya terjadi kredit macet yang merugikan LPEI dan keuangan negara.

“Saat ditelusuri lebih dalam ternyata ada hengky pengky antara oknum LPEI dengan pengusaha atau eksportir sehingga penyaluran kredit tidak memenuhi unsur prudent,” ungkapnya.

Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan negara (BAKN) DPR RI ini pun mendukung upaya “bersih-bersih” sehingga LPEI kembali kepada khittah-nya. Menurutnya pembentukan LPEI awalnya untuk menciptakan ekosistem baik terhadap kegiatan ekspor produk-produk unggulan dalam negeri. Dengan LPEI, eksportir akan dibantu dari segi pembiayaan, penjaminan, dan asuransi.

“Namun faktanya seringkali proses penyaluran pembiayaan ini dilakukan secara serampangan bahkan minim pengawasan saat kredit telah dikucurkan. Maka saat ini kami menilai LPEI ini direformasi agar bisa kembali ke tujuan awal bisa mendorong iklim ekspor yang baik bagi produk unggulan Indonesia baik dari sektor UMKM maupun korporasi,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Workshop Kepemimpinan, Sekjen DPR Tekankan Pembinaan Disiplin Interpersonal di Era Parlemen Modern

Oleh

Fakta News
Workshop Kepemimpinan, Sekjen DPR Tekankan Pembinaan Disiplin Interpersonal di Era Parlemen Modern
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar foto bersama usai membuka workshop dengan tema "Pendekatan Kepemimpinan Situasional Dalam Rangka Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Ruang Rapat KK II, Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto : DPR RI

Jakarta – Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI melalui Bagian Manajemen Kinerja dan Informasi Aparatur Sipil Negara (ASN) dibawah Biro Sumber Daya Manusia Aparatur (SDMA) secara resmi menggelar kegiatan workshop dengan tema “Pendekatan Kepemimpinan Situasional Dalam Rangka Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)” di Ruang Rapat KK II, Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/3/2024).

Dalam acara yang dihadiri segenap Pejabat JPT Madya, JPT Pratama, Administrator dan Pengawas itu, Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar menyatakan disiplin merupakan pondasi utama dalam menjaga produktivitas sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021. Indra menekankan disiplin tidak hanya soal penjatuhan hukuman tapi juga pembinaan disiplin secara interpersonal.

“Kewenangan pemimpin dalam penegakan disiplin dimulai dari pemeriksaan hingga penjatuhan hukuman disiplin. Namun tidak semua pemimpin atau pejabat berwenang mampu melaksanakan penegakan disiplin dengan baik dan benar, karena penegakan disiplin bukan hanya terkait hukum pelanggaran disiplin tetapi juga pembinaan disiplin secara interpersonal,” ujar Indra saat pidato pembukaan.

Terlebih, di lingkup kerja yang kompleks serta dinamis seperti halnya di Setjen DPR RI, memerlukan adanya pembinaan disiplin secara khusus di tengah gagasan menuju Parlemen Modern dengan Work From Anywhere (WFA) yang mulai dikenal sejak era pandemi Covid.

Terkait hal itu, Indra mengungkapkan Setjen DPR RI menghadirkan solusi adanya berbagai gagasan perkantoran modern yang sedang terus dibangun di Kompleks Parlemen dalam mengakomodir WFA. Diantaranya mulai dari Kantin Demokrasi dengan fasilitas Wi-Fi hingga kedepannya konsep Ecopark di kawasan Taman Jantung Sehat yang desainnya kini masih dalam tahap menunggu finalisasi.

Kesemuanya itu, ungkap Indra, dalam mewujudkan PNS di lingkungan Setjen DPR RI yang berintegritas bermoral, profesional akuntabel sehingga dapat mendorong PNS untuk lebih produktif untuk menunjang karirnya di era Parlemen Modern yang akan akan terus diwujudkan kedepannya.

Dengan demikian, diharapkan skor indeks Survei Penilaian Integritas (SPI) Setjen DPR RI kedepannya dapat semakin meningkat secara  maksimal. Apalagi, ungkap Indra, SPI nantinya juga berkaitan dengan secara keseluruhan Reformasi Birokrasi (RB) yang akan terus dievaluasi setiap tahunnya.

Turut hadir segenap pejabat tinggi Setjen DPR RI antara lain Deputi Bidang Administrasi Sumariyandono, Pelaksana Harian (Plh) Inspektur Utama Furcony Putri Syakura dan Kepala Biro SDMA Asep Ahmad Saefuloh. Hadir pula narasumber dari Direktur Perundang-Undangan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Julia Leli Kurniati dan Analis Hukum Ahli Madya BKN Muhammad Syafiq.

Baca Selengkapnya