Connect with us

Lima Menit Pidato Bung Karno di Lapangan Ikada

Penulis:
Indra Iskandar
Sekretaris Jenderal DPR RI

Pada 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden dalam sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang sangat sederhana. Pukul 13.45 WIB, Soekarno membuka Sidang PPKI dengan acara Pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden. Soekarno meminta pengesahan Pasal III, Aturan Peralihan UUD 1945 — bahwa untuk pertama kali, Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dipilih oleh PPKI.

Soekarno berkata: “Bagaimana tuan-tuan, setuju? Kalau setuju, maka sekarang saya masuk acara pemilihan Presiden. Saya minta Zimukyoku (wakil Pemerintah Jepang) membagikan stembiljet (kartu suara).”

Sebelum kartu suara dibagikan, anggota PPKI Oto Iskandardinata, mengatakan: “Berhubung dengan keadaan waktu, saya harap supaya pemilihan Presiden diselenggarakan dengan aklamasi dan saya majukan sebagai calon, yaitu Bung Karno sendiri.”

Pernyataan ini disambut tepuk tangan meriah oleh peserta sidang. Mereka secara aklamasi menyetujui pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama. Soekarno menyambut pernyataan itu dengan mengucapkan terima kasih karena secara bulat memercayainya menjadi Presiden.

Semua anggota PPKI berdiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah itu, peserta sidang secara koor mengumandangkan kata magis dengan semangat kemerdekaan: “Hidup Bung Karno — Hidup Bung Karno — Hidup Bung Karno”. Tiga suku kata Hidup Bung Karno tersebut menggelegar di ruang sidang, seperti halilintar yang membangkitkan gelegar guntur.

Proses pemilihan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden juga berlangsung secara aklamasi dengan cara yang persis sama. Setelah itu, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih secara sah. Sebuah proses pemilihan yang khidmat penuh semangat tanpa mengeluarkan duit dan konflik sebagaimana terjadi di masa kini.

Pengukuhan Presiden/Wakil Presiden pada 18 Agustus 1945 itu, mempunyai makna penting bagi NKRI. Ini karena keduanya kelak menjadi simpul dan simbol dari NKRI. Kedua proklamator itu seperti legenda dan maskot. Sehingga selama keduanya masih berada di barisan NKRI, selama itu pula NKRI masih kokoh dan tegak.

Setelah Soekarno dan Mohammad Hatta terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, acara dilanjutkan pada pembahasan aturan peralihan Pasal IV UUD 1945. Melalui serangkaian diskusi, akhirnya muncul kesepakatan bahwa:

“Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar, semua kewenangannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional.” Sejak saat itulah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) terbentuk. Secara organisasi dan keanggotaan, KNIP merupakan kelanjutan dari PPKI. Dari segi wewenang, KNIP melaksanakan tugas perbantuan kepada Presiden.

Pada 19 Agustus 1945, Pemerintah Republik Indonesia membentuk 8 provinsi lengkap dengan gubernurnya, yaitu: (1) Jawa Barat dengan Gubernur Sutardjo Kartohadikusumo, (2) Jawa Tengah dengan Gubernur R. Panji Suroso, (3) Jawa Timur dan Madura dengan Gubernur R.A. Soerjo, (4) Sumatera dengan Gubernur Mr. Teuku Mohammad Hassan, (5) Sulawesi dengan Gubernur Dr. G.S.S.J. Ratulangie, (6) Sunda Kecil dengan Gubernur Mr. I Gusti Ktut Pudja, (7) Maluku dan Papua dengan Gubernur J. Latuharhay, dan (8) Borneo (Kalimantan) dengan Gubernur Pangeran Mohmmad Noor.

Pada 19 Agustus 1945, sekitar 200 ribu rakyat Indonesia berkumpul di Lapangan Ikada (kawasan terbuka di sekitar Gambir dan Medan Merdeka sekarang), untuk sebuah rapat akbar guna menyatakan kebulatan tekad mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Ratusan ribu massa datang dengan membawa bambu runcing, golok, klewang, dan lain sebagainya ke lapangan Ikeda. Hal itu menandakan bahwa mereka siap mengorbankan nyawa untuk NKRI.

Jepang yang menerima perintah dari Sekutu (pemenang Perang Dunia Kedua) untuk menyerahkan kekuasaan kepada Sekutu, bukan kepada Soekarno-Hatta, berusaha mencegah rapat akbar dengan tank-tank dan mobil bersenjata. Tentara Jepang juga sudah menyusun rencana untuk menangkap Bung Karno dan Bung Hatta.

Tapi, apa yang terjadi? Melihat massa yang datang sangat besar, dua ratusan ribu, sehingga lapangan Ikada yang sangat luas penuh sesak dengan rakyat, Jepang mengurungkan niatnya.

Sementara Bung Karno yang semula “direncanakan” para pemuda republikan untuk berpidato secara heroik tentang pentingnya kemerdekaan dan semangat perjuangan sampai titik darah terakhir, memilih untuk berpidato secara moderat (tanpa kobaran api semangat seperti biasanya bila berada di depan massa) dalam tempo 5 menit saja. Hal ini dilakukan Bung Karno untuk mencegah terjadinya benturan fisik dan perang antara massa rakyat dan pasukan Jepang yang sudah berhadap-hadapan secara frontal di lapangan Ikeda.

“Percayalah kepada Pemerintah Republik Indonesia. Walaupun dada kami dirobek-robek, maka kami tetap akan mempertahankan negara Republik Indonesia,” demikian salah satu isi dari pidato Bung Karno yang diucapkan tanpa pekik tinggi seperti biasanya.

Bung Karno kemudian menghimbau ratusan ribu massa untuk pulang ke rumah masing-masing dengan tenang dan damai. Imbauan Bung Karno dituruti dengan baik, meskipun mereka sudah menunggu sekitar 10 jam dalam suasana yang panas.

Ternyata peristiwa di atas menggetarkan perasaan tentara Jepang; Juga Sekutu dan Belanda yang memantau dari luar lapangan Ikeda. Mereka kagum karena seorang diri, Bung Karno dapat memengaruhi sekitar 200 ribu massa dalam tempo 5 menit saja.

Bagi Sekutu dan Belanda, peristiwa itu memberikan peringatan bahwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia bukan hanya kehendak Soekarno-Hatta dan elit politik saja. Tapi juga kehendak takyat.

Bagi masyarakat Indonesia, peristiwa di atas juga bermakna bahwa Soekarno-Hatta mempunyai legitimasi secara de jure dan de facto untuk mengatasnamakan Indonesia. Modal legitimasi itu kelak sangat berguna untuk mengarahkan negara-negara bagian agar kembali ke haribaan NKRI. Sekaligus menjadi modal dalam diplomasi internasional bahwa kemerdekaan Indonesia adalah kehendak rakyat dari Sabang sampai Merauke. Dari Miangas sampai Rote.

Lima menit pidato Bung Karno yang moderat di lapangan Ikeda yang mampu mendinginkan suasana panas massa rakyat, sungguh luar biasa hasilnya Terbukti, Amerika dan PBB kemudian simpati kepada perjuangan rakyat Indonesia untuk merdeka dari penjajahan Belanda!

 

Dr. Indra Iskandar

Sekretaris Jenderal DPR RI

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat

Oleh

Fakta News
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh saat memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.

“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).

Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.

Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.

Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.

Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.

Baca Selengkapnya

BERITA

Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil

Oleh

Fakta News
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily. Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.

“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).

Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.

Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.

“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.

Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.

“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.

Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.

Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar  siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.

“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.

Baca Selengkapnya

BERITA

Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi

Oleh

Fakta News
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024). Foto: DPR RI

Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.

“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).

Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.

“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.

Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.

“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.

Baca Selengkapnya