Connect with us
DILANS-Indonesia

Inklusivitas Harus Dibangun dengan Contoh (Power by Example)

Penulis:
Farhan Helmy
Inisiator Perhimpunan Pergerakan DILANS-Indonesia

“kuterjemahkan tubuhku ke dalam tubuhmu

ke dalam rambutmu kuterjemahkan rambutku

jika tanganmu tak bisa bilang tanganku

kuterjemahkan tanganku ke dalam tanganmu

jika lidahmu tak bisa mengucap lidahku

kuterjemahkan lidahku ke dalam lidahmu

aku terjemahkan jemariku ke dalam jemarimu

jika jari jemarimu tak bisa memetikku

ke dalam darahmu kuterjemahkan darahku

kalau darahmu tak bisa mengucap darahku

jika ususmu belum bisa mencerna ususku

kuterjemahkan ususku ke dalam ususmu

kalau kelaminmu belum bilang kelaminku

aku terjemahkan kelaminku ke dalam kelaminmu

daging kita satu arwah kita satu

walau masing jauh

yang tertusuk padamu berdarah padaku”

Puisi, Aku, karya Sutardji Calzoum Bachri

PERUBAHAN perilaku memerlukan contoh, sekecil apapun itu. Dalam hemat saya tidak cukup hanya sekedar ajakan dialog online/ofline, flyer ataupun bentuk kampanye yang sering kita lihat selama ini.  Perlu gambaran yang lebih kongkrit tentang pesan dan ajakan yang ingin kita sampaikan, terutama dalam pemanfaatan berbagai fasilitas publik.

Ini pengalaman saya selama tiga tahun terakhir tinggal dan berinteraksi di kawasan Babakan Ciamis. Kawasan penduduk padat, terletak di tepian Sungai Cikapundung, lorong-lorong dimana-mana cukup banyak warga penyandang disabilitas dan lansia. Mungkin fakta otentik ini tak tergambarkan dalam statistik, yang konon jumlahnya sekitar 23 juta orang (Bappenas, 2021).

Di masa lalu kawasan ini dan sekitarnya memiliki jejak sejarah ruang yang tak terpisahkan dalam banyak sejarah pergerakan bangsa kini menuju Kemerdekaan. Dekat dengan Gedung Indonesia Menggugat dan diapit oleh Balai Kota Bandung, Rumah Dinas Gubernur Jawa Barat dan juga Rumah Dinas Panglima Kodam Siliwangi dan berbagai tempat ikonik lainnya.

Barangkali, kalau kawasan ini mau dipakai sebagai ukuran dalam melihat berbagai kinerja ataupun indikator pembangunan inklusif, akan terlihat banyak paradoksnya dan masih jauh dari harapan. Walaupun berbagai label penghargaan sudah banyak diperkenalkan: Kota Adipura, Kota Ramah Anak, Kota Ramah HAM, dan mungkin banyak lagi yang mungkin kita tidak tahu. Seakan-akan ada semacam kontestasi antar berbagai lembaga untuk melabel ruang sebagai “ramah” yang semestinya berlaku untuk suatu yang menyeluruh.

Kota inklusif atau kota untuk semua muaranya. Didalamnya berbagai elemen simbolik bisa ditempelkan baik lingkungan fisik, sosial maupun budaya interaksi sesama warga tanpa melihat latar belakang suku, agama/keyakinan, ras, bahkan kondisi fisik dari semua pengguna.

Trotoar adalah salah satunya. Pedagang Kaki Lima (PKL), pemilik rumah, pemilik Cafe, kantor pemerintah, gojek, para pengendara roda empat saling berebut ruang.

Walaupun kota Bandung pernah mendapatkan penghargaan Adipura, penghargaan yang sering dianggap sebagai kemajuan suatu kota dalam pengelolaan lingkungan yang sejak lama dikontestasikan

Saya tidak mengatakan tidak ada perubahan di kawasan ini, barangkali bisa jauh lebih perubahannya kalau dibenahi satu kawasan secara tuntas, sehingga kita memiliki cerita yang utuh manakala kita mengklaim bahwa suatu kota itu inklusif.

Tidak berhenti pada slogan!

Pengalaman dan Pembelajaran soal Inklusivitas

INI pengalaman yang saya alami kemarin, menelusuri jalur yang sama di Jalan Wastukencana, Bandung. Jalan yang semestinya menjadi satu contoh tatakelola yang baik karena letaknya bersebrangan dengan Gedung Balai Kota Bandung. Kalaupun semua kawasan di Bandung belum bisa dibenahi seluruhnya karena sumberdaya yang terbatas, mungkin kawasan ini yang bisa jadi contoh praktek bagaimana inklusivitas ini diwujudkan.

Pertama, trotoar di kawasan ini sering terganggu karena  banyak pemilik kendaraan roda empat dan roda dua parkir sembarangan menghalangi jalan yang secara rutin dilalui tidak saja pengguna yang “normal” tetapi yang mempunyai kendala fisik dalam mobilitas, seperti warga penyandang disabilitas dan lansia.

Situasi trotoar di Jalan Wastukencana Bandung.(Desember, 2021)

Kekacauan ini terutama karena banyak warga pengguna yang beraktivitas belum tercerahkan untuk memperlakukan ruang publik dengan beradab.

Saya selalu memperingatkannya tidak hanya pagi ini, tetapi beberapa kali saya posting ke FB dan disebarkan ke banyak grup sosial media. https://www.facebook.com/groups/638111136303901/permalink/5061507200630917/.

Selalu berulang. Sepertinya tidak digubris, menganggap trotoar adalah tempat yang semena-mena diperlakukan dengan sembarangan. Dianggap sebagai ruang privat yang tak terpisahkan pada semua fasilitas di depannya. Perbincangan ini sudah saya posting di FB khususnya sebagai literasi pada warga Bandung, https://m.facebook.com/groups/638111136303901/permalink/5061507200630917/

Saya dan kawan-kawan yang tergabung dalam Pergerakan DILANS-Indonesia selalu mengingatkan pada setiap pengguna trotoar.

Upaya ini seperti bak buah simalakama. Dipindahkan dari trotoar akan mengambil juga badan jalan raya. Apalagi saat ini sebagian ruasnya  sudah ditetapkan sebagai jalur sepeda.

Ibarat balon, dipencet disatu tempat, menggelembung di tempat lain.

Harapan saya ada upaya yang lebih komprehensif untuk menatanya. Paling tidak untuk kawasan yang bisa dijadikan contoh  kehidupan inklusif dipraktekan. Salah satunya mungkin disekitar Balai Kota, berbagi gedung, dan kawasan ikonik yang bisa dirangkaikan jadi suatu ceritera utuh komitmen dan praksis inklusivitas.

Dalam keseharian, saya melihat banyak juga kendaran dinas dari instansi pemerintah/perusahan yang diparkir sepanjang hari dan tidak digunakan. Saya rasa inisiatif ASN Pemkot Bandung bersepeda setiap hari Jumat, perlu diperluas. Perlu jadi keseharian, dan bukan sekedar himbauan.

Respon pada pencemaran udara, lingkungan, dan krisis iklim harus ditunjukkan pada setiap warga. Menjadi norma warga dalam keseharian di ruang publik. Bukan sekedar “fad”, gaya musiman. Apalagi menjadi ajang adu merek dan aksesoris yang dipakai.

Kedua, Cafe dan Restoran. Saya berkesempatan mengunjungi restauran dan cafe legendaris yang didirikan tahun 1928, Bandoengsche Melk Centrale (BMC).

BMC bukan tempat yang asing bagi keluarga saya.  Almarhum orang tua kebetulan tinggal tidak jauh dari tempat ini. Kakak dan adik saya sama-sama besar di kawasan ini. Karenanya sangat tahu persis perkembangan kawasan ini. Dari mulai TK, SD, SMP, dan SMA kami besar dan bermain di kawasan ini.

BMC baru sudah dilengkapi dengan ramp yang memudahkan penyandang disabilitas berkursi roda (11/03/2022)

Semua kegiatan dimasa kecil selalu berakhir dengan jamuan keluarga di tempat ini. Konon dimasa penjajahan Belanda, tempat inipun merupakan tempat yang selalu menjadi tempat kongkow birokrat maupun para wirausahawan.

Sebulan lalu, BMC drenovasi. Dengan tata letak, interior dan manajemen baru. Termasuk mulai banyak juga varian makanan sehat dengan chef yang handal: makanan tradisional, barat maupun coffee shop yang luar biasa kualitasnya.

Walaupun tidak sepenuhnya bisa dikatakan ramah untuk penyandang disabilitas dan lansia, ada perubahan yang menarik. Ramp untuk kursi roda sudah ada, katanya juga toilet mudah diakses. Sayang saya belum punya kesempatan untuk mencobanya.

Saya berbincang dengan Food and Beverage (F&B) Managernya yang sangat ramah dan terbuka. Saya menyampaikan usulan untuk melengkapinya agar betul-betul BMC jadi contoh dalam mempraktekan tempat kerumunan inklusif. Selain dilengkapi fasilitas fisiknya dengan halaman parkir yang khusus untuk warga difabel, ada “guiding block” dari jalan, berbagai penanda lainnya, juga yang non -fisiknya dalam pelayanan. Ada pelayan yang bisa berbahasa isyarat, sehingga kawan saya yang difabel wicara/runggu bisa berkomunikasi. Kedepan juga bisa menampung beberapa pekerja penyandang disabilitas.

Saya berjanji melalui organisasi Pergerakan DILANS-Indonesia akan mempromosikannya, sehingga tidak hanya warga penyandang disabilitas domestik tapi  mancanegara. Kota Bandung sudah punya jejak sejarah sebagai ibukota Asia-Afrika sejak dideklarasikan Dasa Sila Bandung pada tahun 1955. Sejarah lebih dari 65 tahun lalu harus dirajut kembali dengan berbagai nilai universal, yang semakin hari semakin luntur.

Soal Penghargaan Kota Inklusif

ADA yang menganggap apa yang sering saya jumpai di di trotoar ini soal kecil. Kalau dilihat dengan teropong mikro perilaku di tingkat tapak ini soal besar. Sumber persoalannya bisa datang dari kebijakan penataan ruang, perilaku para pembangun/pemborong, dan juga kekosongan dalam  penegakan hukum. Berbagai kejelasan ini penting untuk warga, kalau seandainya kita ingin membangun nilai dan etika publik yang dipraktekan dalam keseharian.

Karenanya saya rutin berkeliling dan bersilaturahim kepada berbagai organisasi, tokoh, dan individu dengan latar belakang apapun untuk membangun etika publik yang sehat. Kita harus sama-sama membangun literasi publik, memelihara, dan menjaganya.

Secara khusus, saya sampaikan juga ke Kang Rachmat Witoelar, mantan Menteri Lingkungan Hidup di era Pemerintahan SBY, yang saat ini menjadi anggota kehormatan penghargaan kota Adipura. Beliau mantan boss dan mentor yang luar biasa juga semasa saya di Dewan Nasional Perubahan Iklim(DNPI).

Bersama Kang Rachmat Witoelar, mantan Menteri KLH (20/01/2022)

Adipura perlu diredefinisi dan diperluas maknanya, tidak hanya sekedar untuk penghargaan pada kebersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan.

Program Adipura telah dilaksanakan setiap tahun sejak 1986 perlu mencakup dimensi inklusi sosial dimana didalamnya mencakup perlakuan yang layak untuk warga penyandang disabilitas dan lansia.

“Kota Bersih dan Teduh” harus juga diperluas mencakup praktek dengan menggunakan prinsip-prinsip “universal design” dalam setiap kebijakan, perancangan, dan aksinya.

Pesan serupa saya sampaikan ke petinggi di jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan(KLHK) yang secara langsung menangani programnya.

Pembelajaran dari Brazil

Mungkin perlu dicontoh apa yang dilakukan oleh Jaime Lerner, arsitek dan perencana terkenal yang menjabat tiga periode sebagai walikota Curitiba, Brasil dan dua periode sebagai gubernur negara bagian Paraná. Pengalaman luar biasanya dia tuliskan dalam bukunya yang diterjemahkan kedalam Bahasa Inggris, Urban Acupuncture (2014).

Mungkin beliau terinspirasi secara mendalam baik filosofis dan teknis cara metoda akupuntur bekerja. Menujamkan jarum dititik-titik inti jaringan darah dari suatu metabolisme tubuh.

Buku yang mencerahkan dan layak dibaca oleh para penentu kebijakan kota

Kalaulah kota kita analogikan sebagai suatu jejaring titik akupuntur dalam suatu metabolisme gerak dinamik suatu kota, barangkali pendekatan ini perlu dicoba di tanah air oleh para perancang kota dan penyusun kebijakan.

Ambisi besar-besaran untuk menuntaskan persoalan kota seringkali dihadapkan dengan keterbatasan waktu para walikotanya untuk menggulirkan gagasan-gagasan progresif. Gairah untuk serba cepat, “quick win” seringkali terputus dan tidak berkelanjutan.

Lerner melakukan pendekatan lain. Suatu kawasan dijadikan titik akupuntur untuk mentransformasikan kotanya. Pun begitu, ia perlu waktu tiga periode untuk membangunnya.

Terobosannya telah banyak menginspirasi banyak kota di dunia. Berbagai penghargaan internasional telah diraihnya termasuk dianggap sebagai salah satu pemikir yang berpengaruh di tahun 2010an yang dinominasikan majalah Times.

Kota Bandung bisa meniru praktek baik dari Brazil. Tidak perlu membangun total, menata ulang yang sudah ada di kawasan sekitar Balai Kota bisa menjadi inspirasi untuk kawasan padat lainnya. Sebagai permulaan perlu dijajal. Upaya transformasional lainnya mungkin masih perlu waktu. Yang penting, kita punya contoh. Bagaimana kota inklusif itu diwujudkan dan menyambungkan warga yang ada disekitarnya dan bukan mengisolasinya.

Saya berharap para sahabat yang membaca tulisan ini menyebarkannya sebagai bagian dari literasi publik pada kerabat terdekat.  Jangan sungkan mengambil juga video/fotonya kalau menemui berbagai situasi ketidaknyamanan di ruang publik dan membagikannya. Barangkali dengan begitu kita bisa saling mengingatkan dan memperbaikinya bersama.

Demikian berbagi di akhir pekan ini. Berharap bisa menginspirasi kawan-kawan dimanapun berada untuk mendorong perubahan di sekeliling kita, contoh adalah kekuatan yang dasyat. Mungkin kutipan puisi Sutardji diatas mengingatkan saya dan sekaligus bisa diinterpretasikan sebagai pemihakan pada kehidupan inklusif:”

“yang tertusuk padamu berdarah padaku”

Selamat berakhir pekan. Salam sehat dan bahagia selalu 🙏

 

Tentang Penulis

Farhan Helmy adalah Anggota Climate Reality Leaders Corps, yang dalam kesehariannya menjadi Kepala Sekolah Thamrin School of Climate Change and Sustainability, suatu komunitas multi pihak yang mendalami isu tatakelola perubahan iklim dan keberlanjutan. Farhan baru saja terpilih sebagai Presiden Pergerakan Disabilitas dan Lansia(DILANS)-Indonesia, 2022-2024. Profil lengkapnya bisa diakses di farhanhelmy.carrd.co.

#DiLANSIndonesia

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Hetifah Sjaifudian Apresiasi Kemenangan Timnas Indonesia Bantai Vietnam 3-0

Oleh

Fakta News
Hetifah Sjaifudian Apresiasi Kemenangan Timnas Indonesia Bantai Vietnam 3-0
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian. Foto : DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian mengapresiasi kemenangan gemilang Timnas Indonesia dalam pertandingan tandang melawan Vietnam. Ia mengungkapkan bahwa kemenangan ini menjadi berkah dan kegembiraan di bulan puasa bagi seluruh rakyat Indonesia, serta juga membawa semangat bagi para pemain.

Dalam pertandingan yang berlangsung di Stadion My Dinh, Vietnam, Timnas Indonesia berhasil meraih kemenangan dengan skor 3-0 dengan gol yang tercipta berasal dari Jay Idzes, Ragnar Oratmangoen, dan Ramadhan Sananta. Para pemain berhasil menunjukkan performa maksimal di tengah keterbatasan waktu persiapan yang sangat singkat.

“Kemenangan yang diracik oleh Pelatih Shin Tae Yong di tengah keterbatasan waktu mempersiapkan Tim yang sangat singkat. Timnas Indonesia bisa menunjukan performa maksimal. Kita menikmati tontonan apik yang menghibur, dengan level permainan yang berbeda dari permainan sebelumnya,” kata Hetifah Sjaifudian melalui keterangan resmi yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (27/03/2024).

Lebih lanjut, kata Hetifah, juga mengingatkan tentang kejayaan Timnas Indonesia di masa lalu. Hal ini mengingat pada Piala Dunia 1986, saat itu Indonesia hampir berhasil lolos ke Meksiko sebelum dikalahkan oleh Korea Selatan.

“Tentunya kita sangat bersyukur dengan situasi ini. Berarti semakin dekat pada tujuan akhir untuk lolos fase grup, seperti yang pernah dicapai oleh Timnas Indonesia ketika diracik oleh Pelatih Sinyo Aliandoe dengan pemain di antaranya Kapten Team Hery Kiswanto pada PPD 1986,” ujarnya.

Meskipun bertanding di kandang lawan yang dikenal angker, Politisi Partai Golkar itu menilai bahwa Timnas Indonesia mampu tampil dengan percaya diri yang tinggi. Tak hanya itu, para pemain berhasil menunjukkan permainan yang berbeda dan menghibur, serta mampu mengatasi tekanan dari suporter lawan.

“Tentunya dengan kerendahan hati, bertanding di kandang macan Stadion My Dinh Vietnam yang dikenal angker, ternyata Timnas Indonesia tampil sangat percaya diri. Semoga level permainan ini terus bertahan sampai fase grup berakhir dan kita bisa lolos ke tahap berikutnya,” ucapnya.

Dengan demikian, Legislator Dapil Kalimantan Timur berharap melalui kemenangan ini, tidak hanya menjadi kebanggaan bagi Timnas Indonesia, tetapi juga menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Baginya, melalui prestasi gemilang ini dapat terus membangkitkan kebanggaan dan semangat nasionalisme di tengah masyarakat.

“Jalan masih terjal jangan berpuas diri, kita semua doakan selalu hasil terbaik buat Timnas kita. Kita selalu berikan dukungan terbaik untuk Timnas kita. IsnyaAllah pride (harga diri) Bangsa Indonesia selalu terjaga. Bravo sepakbola Indonesia,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Komisi XI: Pelaporan Dugaan Korupsi LPEI ke Kejaksaan Beri Efek Jera

Oleh

Fakta News
Komisi XI: Pelaporan Dugaan Korupsi LPEI ke Kejaksaan Beri Efek Jera
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi. Foto : DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi menilai pelaporan yang dilakukan Menteri Keuangan terkait kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) merupakan langkah yang tepat. Menurutnya, langkah ini untuk memberikan efek jera bagi praktik patgulipat di LPEI yang seolah terus terulang.

“Kami menilai langkah Menteri Keuangan, Sri Mulyani menunjukkan keseriusan pemerintah agar proses pembiayaan ekspor benar-benar bisa meningkatkan volume ekspor Indonesia, bukan sekadar praktek hengky pengky antara oknum pejabat LPEI dan pihak ketiga sehingga memicu fraud yang merugikan keuangan negara,” ujar Fathan dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (27/3/2024).

Pada Senin (18/3/2024) lalu Sri Mulyani bertandang ke Kejaksaan Agung untuk melaporkan temuan tim Kemenkeu terkait indikasi adanya fraud dalam kredit yang dikucurkan oleh LPEI. Sejumlah debitur diduga melakukan tindak pidana korupsi yang diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp2,5 triliun. Ada empat perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus tersebut. Keempat perusahaan tersebut bergerak dalam usaha sawit, nikel, batu bara, dan perkapalan.

Fathan mengungkapkan dugaan korupsi di LPEI dengan berbagai modus ibarat kaset rusak yang terus berulang. Politisi Fraksi PKB ini menyebut pada 2022 Kejagung pernah menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI selama periode 2013-2019. Saat itu kerugian negara diperkirakan mencapai Rp2,6 triliun yang berasal dari kredit macet ke delapan grup usaha yang terdiri dari 27 perusahaan.

“BPK juga pernah melakukan pemeriksaan investigatif terkait kasus dugaan korupsi LPEI dan menemukan kerugian negara hingga puluhan miliar,” tambahnya.

Lebih lanjut, Fathan menyampaikan di antara modus yang paling sering terjadi adalah LPEI tidak menerapkan prinsip tata kelola yang baik saat mengucurkan kredit kepada calon debitur. LPEI seolah gampangan dalam menyalurkan kredit kepada pihak ketiga dan akibatnya terjadi kredit macet yang merugikan LPEI dan keuangan negara.

“Saat ditelusuri lebih dalam ternyata ada hengky pengky antara oknum LPEI dengan pengusaha atau eksportir sehingga penyaluran kredit tidak memenuhi unsur prudent,” ungkapnya.

Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan negara (BAKN) DPR RI ini pun mendukung upaya “bersih-bersih” sehingga LPEI kembali kepada khittah-nya. Menurutnya pembentukan LPEI awalnya untuk menciptakan ekosistem baik terhadap kegiatan ekspor produk-produk unggulan dalam negeri. Dengan LPEI, eksportir akan dibantu dari segi pembiayaan, penjaminan, dan asuransi.

“Namun faktanya seringkali proses penyaluran pembiayaan ini dilakukan secara serampangan bahkan minim pengawasan saat kredit telah dikucurkan. Maka saat ini kami menilai LPEI ini direformasi agar bisa kembali ke tujuan awal bisa mendorong iklim ekspor yang baik bagi produk unggulan Indonesia baik dari sektor UMKM maupun korporasi,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Workshop Kepemimpinan, Sekjen DPR Tekankan Pembinaan Disiplin Interpersonal di Era Parlemen Modern

Oleh

Fakta News
Workshop Kepemimpinan, Sekjen DPR Tekankan Pembinaan Disiplin Interpersonal di Era Parlemen Modern
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar foto bersama usai membuka workshop dengan tema "Pendekatan Kepemimpinan Situasional Dalam Rangka Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Ruang Rapat KK II, Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto : DPR RI

Jakarta – Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI melalui Bagian Manajemen Kinerja dan Informasi Aparatur Sipil Negara (ASN) dibawah Biro Sumber Daya Manusia Aparatur (SDMA) secara resmi menggelar kegiatan workshop dengan tema “Pendekatan Kepemimpinan Situasional Dalam Rangka Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)” di Ruang Rapat KK II, Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/3/2024).

Dalam acara yang dihadiri segenap Pejabat JPT Madya, JPT Pratama, Administrator dan Pengawas itu, Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar menyatakan disiplin merupakan pondasi utama dalam menjaga produktivitas sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021. Indra menekankan disiplin tidak hanya soal penjatuhan hukuman tapi juga pembinaan disiplin secara interpersonal.

“Kewenangan pemimpin dalam penegakan disiplin dimulai dari pemeriksaan hingga penjatuhan hukuman disiplin. Namun tidak semua pemimpin atau pejabat berwenang mampu melaksanakan penegakan disiplin dengan baik dan benar, karena penegakan disiplin bukan hanya terkait hukum pelanggaran disiplin tetapi juga pembinaan disiplin secara interpersonal,” ujar Indra saat pidato pembukaan.

Terlebih, di lingkup kerja yang kompleks serta dinamis seperti halnya di Setjen DPR RI, memerlukan adanya pembinaan disiplin secara khusus di tengah gagasan menuju Parlemen Modern dengan Work From Anywhere (WFA) yang mulai dikenal sejak era pandemi Covid.

Terkait hal itu, Indra mengungkapkan Setjen DPR RI menghadirkan solusi adanya berbagai gagasan perkantoran modern yang sedang terus dibangun di Kompleks Parlemen dalam mengakomodir WFA. Diantaranya mulai dari Kantin Demokrasi dengan fasilitas Wi-Fi hingga kedepannya konsep Ecopark di kawasan Taman Jantung Sehat yang desainnya kini masih dalam tahap menunggu finalisasi.

Kesemuanya itu, ungkap Indra, dalam mewujudkan PNS di lingkungan Setjen DPR RI yang berintegritas bermoral, profesional akuntabel sehingga dapat mendorong PNS untuk lebih produktif untuk menunjang karirnya di era Parlemen Modern yang akan akan terus diwujudkan kedepannya.

Dengan demikian, diharapkan skor indeks Survei Penilaian Integritas (SPI) Setjen DPR RI kedepannya dapat semakin meningkat secara  maksimal. Apalagi, ungkap Indra, SPI nantinya juga berkaitan dengan secara keseluruhan Reformasi Birokrasi (RB) yang akan terus dievaluasi setiap tahunnya.

Turut hadir segenap pejabat tinggi Setjen DPR RI antara lain Deputi Bidang Administrasi Sumariyandono, Pelaksana Harian (Plh) Inspektur Utama Furcony Putri Syakura dan Kepala Biro SDMA Asep Ahmad Saefuloh. Hadir pula narasumber dari Direktur Perundang-Undangan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Julia Leli Kurniati dan Analis Hukum Ahli Madya BKN Muhammad Syafiq.

Baca Selengkapnya