Connect with us

Asuransi Kesehatan “Murah” Bukan Murahan

Penulis:
dr. P. Marwita, M.Kes, Sp.OT.
Dokter Spesialis Orthopedi, Anggota Komite Hukum Paboi Jatim

Pemerintah berencana menghapus penggolongan kelas peserta BPJS Kesehatan. Artinya kelas I, II dan III yang saat ini berlaku akan dihilangkan, diganti dengan kelas tunggal yang disebut Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Tak hanya untuk kelas pelayanannya tetapi juga tarif klaim dan iurannya akan menjadi satu macam saja.

Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk memberikan jaminan pelayanan yang sama bagi seluruh peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dengan maksud agar semua orang, peserta BPJS Kesehatan, berhak untuk mendapatkan layanan medis dan non-medis yang sama.

Dengan dihapusnya kelas perawatan peserta BPJS Kesehatan, maka nantinya hanya terdapat dua jenis kelas bagi peserta program BPJS Kesehatan, yakni kelas untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan kelas untuk peserta non-PBI atau Bukan PBI. Peserta non-PBI adalah peserta Pekerja Penerima Upah (PPU), peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta Bukan Pekerja (BP). KRIS ini direncanakan implementasinya secara penuh di tahun 2024 mendatang.

Selain perubahan kelas rawat inap, Pemerintah juga melakukan perubahan besaran iuran BPJS Kesehatan bagi peserta non-PBI seperti PPU, PBPU dan BP, yang dimulai bertahap. Ada empat tahapan periode, Januari – Maret 2020, April – Juni 2020, Juli – Desember 2020 dan tahun 2021 seterusnya.

Pada tahun 2021 iuran yang berlaku untuk peserta PBPU Kelas III adalah sebesar Rp 42.000,00 per bulan, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 7.000,00 per anggota. Sehingga peserta PBPU Kelas III BPJS Kesehatan hanya membayar Rp 35.000,00 per bulan. Sementara untuk Kelas I sebesar Rp 150.000,00 per bulan dan Kelas II sebesar Rp 100.000,00 per bulan.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris dalam Rapat Koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menyampaikan bahwa BPJS Kesehatan mencatatkan defisit pada tahun 2020. Defisit ini terjadi karena banyak tunggakan klaim RS tahun 2019 yang dibebankan pada tahun 2020 sebesar 15,1 trilyun. Mismatch ini sulit dihindari lantaran struktur iuran yang ditetapkan pemerintah berada di bawah hitung-hitungan aktuaria.

Aktuaria telah menetapkan batas bawah iuran. Namun dengan beberapa pertimbangan, pemerintah menetapkan besaran iuran di bawah hitungan ideal aktuaria. Alhasil, pihaknya tidak dapat mengandalkan iuran peserta sebagai satu-satunya ladang pemasukan BPJS Kesehatan. Selama ini sumber pendapatan dana BPJS Kesehatan adalah dari iuran peserta, dana hasil investasi dan alokasi dana Pemerintah.

Pemerintah memberikan dukungan dana Jaminan Kesehatan melalui kontribusi pajak rokok sebesar 75% dari 50% penerimaan pajak rokok daerah provinsi/kabupaten/kota yang langsung dipotong untuk dipindahbukukan ke dalam rekening BPJS Kesehatan (Pasal 99 dan 100 Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan). BPJS Watch memproyeksikan alokasi pajak rokok untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan bertambah hingga Rp 8 triliun seiring naiknya cukai rokok sebesar 12,5 persen.

BPJS Kesehatan telah menyiapkan sejumlah stragegi dalam meracik dana investasi. Salah satunya melalui penempatan dana kelolaan pada instrumen investasi. Dana kelolaan investasi ini berasal dari kenaikan nilai investasi serta pendapatan operasional yang bersumber dari iuran peserta JKN, seperti yang disampaikan Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma’ruf.

Sampai dengan Februari 2019, BPJS Kesehatan mencatatkan dana investasi sebesar Rp 7,57 triliun. Jumlah tersebut meningkat Rp 199 miliar dibandingkan akhir Desember 2018 yaitu sebesar Rp 7,37 triliun.

Pandemi Covid-19 membawa berkah (blessing in disguise) bagi BPJS Kesehatan, yakni mengubah defisit menjadi surplus. Pada tahun 2021, BPJS Kesehatan mencatatkan surplus aset neto dana jaminan sosial kesehatan sebesar Rp 38,76 triliun. Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti dalam sesi public expose di Kantor Pusat BPJS Kesehatan di Jakarta pada 5 Juli 2022.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan, kenaikan cukai rokok, kenaikan dana investasi dan surplus aset neto dana jaminan sosial kesehatan ini belum diimbangi dengan perbaikan (baca: kenaikan) tarif JKN. Tarif yang ada saat ini masih mengacu pada Permenkes 52 tahun 2016.

Standar tarif “murah” yang tidak mengikuti perkembangan jaman (inflasi) ini mengkhawatirkan. Tarif “paket” pelayanan BPJS Kesehatan yang “murah” ini selayaknya dicermati karena pelayanan yang seharusnya mahal apabila dibuat murah akan mengorbankan mutu. Ujung-ujungnya masyarakat pula yang akan merasakan akibatnya. Masyarakatlah yang akan (jadi korban) membayar kekurangan dari harga murah tersebut dengan harga yang mahal.

* Penulis:
dr. P. Marwita, M.Kes, Sp.OT.
– Mahasiswa Pasca Sarjana Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya
– Dokter Spesialis Orthopedi, Anggota Komite Hukum Paboi Jatim
– Direktur Rumah Sakit di Jawa Timur

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Martin Manurung: Kebijakan Ekspor Pasir Laut Lebih Banyak Risiko Negatif

Oleh

Fakta News
Martin Manurung: Kebijakan Ekspor Pasir Laut Lebih Banyak Risiko Negatif
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung. Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung menilai kebijakan ekspor pasir laut lebih banyak berisiko negatif. Karena itu, ia meminta pemerintah untuk mengkaji ulang izin tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Salah satu yang perlu dikaji adalah dampaknya terhadap kerusakan lingkungan. Apalagi, sebelumnya sudah ada pelarangan ekspor pasir laut yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Memperindag Nomor 117/MPP/Kep/2/2003.

“Kita lihat para pemerhati lingkungan juga sudah bersuara untuk penolakan PP ini. Artinya ini jelas ancaman yang nyata terhadap lingkungan kita,” ujar Martin lewat keterangan yang diterima Parlementaria di Jakarta, Minggu (4/6/2023).

Dia menjelaskan, ekspor diperbolehkan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan perundang-undangan. Namun, Martin mempertanyakan cara pengawasannya yang masih belum jelas. “Demi keselamatan lingkungan serta yang lainnya, kami minta (Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2023) dikaji ulang,” ujar Politisi Fraksi Partai NasDem itu.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menuturkan, penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 menekankan tentang dasar hukum pemanfaatan hasil sedimentasi, khususnya pasir laut, dengan mengedepankan keberlanjutan ekologi dan kepentingan negara.

Trenggono menjelaskan, selama ini, kebutuhan reklamasi dalam negeri besar. Sayangnya, pemanfaatan pasir laut masih merusak lingkungan karena pasir yang diambil berasal dari pulau-pulau.

Dia menilai, pasir sedimentasi cocok dimanfaatkan untuk kebutuhan reklamasi, termasuk mendukung pembangunan IKN dan infrastruktur dengan mengutamakan kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO). Pemerintah menetapkan peraturan itu dengan tujuan untuk memenuhi reklamasi di dalam negeri.

“Kalau ini didiamkan dan tidak diatur maka bisa jadi (pasir) pulau-pulau diambil, jadi reklamasi dan berakibat pada kerusakan lingkungan. Atas dasar itu terbitlah PP, boleh untuk reklamasi, tapi harus gunakan pasir sedimentasi,” ujar Trenggono dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Rabu (31/5/2023).

Baca Selengkapnya

BERITA

Komisi X: ‘Marketplace’ Guru Tak Selesaikan Akar Masalah Tenaga Pendidik Indonesia

Oleh

Fakta News
Komisi X: ‘Marketplace’ Guru Tak Selesaikan Akar Masalah Tenaga Pendidik Indonesia
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda. Foto: DPR RI

Jakarta – Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai gagasan Mendikbudristek RI tentang marketplace guru tidak menyelesaikan akar permasalahan tenaga pendidikan di Indonesia. Menurutnya, marketplace guru dinilai hanya menjawab isu distribusi guru saja.

Marketplace guru ini hanya akan memudahkan sekolah yang membutuhkan tenaga pendidik sesuai formasi yang dibutuhkan. Marketplace ini tidak menjawab bagaimana tenaga guru honorer bisa secepatnya diangkat menjadi ASN sehingga mereka mendapatkan kelayakan penghidupan,” ujar Huda kepada Parlementaria melalui rilis, Sabtu (3/6/2023).

Diketahui, gagasan market place guru ini diklaim oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim dapat menyelesaikan masalah tenaga guru honorer yang terjadi menahun. Marketplace guru merupakan database yang dapat membantu pihak sekolah untuk menemukan calon tenaga pendidik yang dibutuhkan guna mengisi kekurangan pengajar di sekolah.

Menanggapi klaim tersebut, Huda menyatakan agar Kemendikbudristek mewakili pemerintah untuk berkomitmen menuntaskan rekruitmen 1 juta honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Mulai dari, paparnya, proses rekruitmen, proses penerbitan surat pengangkatan, hingga penempatan guru yang lolos seleksi.

“Saat ini proses rekruitmen satu juta guru honorer menjadi ASN belum juga tuntas meskipun sudah dua tahun program tersebut diluncurkan,” ujarnya.

Tidak hanya itu saja, ia mengungkapkan sejumlah kendala lainnya dalam proses rekruitmen 1 juta guru honorer menjadi PPPK. Seperti, keenganan pemerintah daerah dalam mengajukan formasi, banyaknya kendala administrasi sehingga guru yang lolos seleksi tidak segera mendapatkan SK pengangkatan sebagai ASN, hingga proses penempatan yang memicu konflik di lapangan.

“Banyaknya kendala dalam rekruitmen satu juta guru honorer menjadi PPPK tersebut membutuhkan terobosan bersifat politis, di mana Mendikbud bisa meminta kepada Presiden untuk membuka ruang bagi hambatan yang bersifat regulatif maupun personal di lintas kementerian dan lembaga. Bukan malah menciptakan aplikasi baru,” terang Huda.

Walaupun begitu, dirinya mengakui bahwa aplikasi marketplace guru ini punya manfaat seperti layaknya aplikasi Gojek atau Grab yang memudahkan pertemuan driver ojek online dengan penggunanya. Kendati demikian, ia mengingatkan marketplace guru ini hanya akan berfungsi maksimal jika persoalan mendasar yakni pengangkatan guru honorer menjadi PPPK telah selesai dituntaskan.

“Dengan demikian distribusi guru bisa lebih efektif dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi yang dibutuhkan oleh masing-masing sekolah,” tandas Politisi Fraksi PKB itu.

Baca Selengkapnya

BERITA

Marak TKI Ilegal, Komisi IX Minta Pengawasan Visa bagi WNI Diperketat

Oleh

Fakta News
Marak TKI Ilegal, Komisi IX Minta Pengawasan Visa bagi WNI Diperketat
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena. Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena meminta pemerintah memperkuat pengawasan pemberian visa bagi warga negara Indonesia (WNI) yang ingin bepergian ke luar negeri.

“Pemerintah harus memperkuat pengawasan pemberian visa yang berpotensi bisa disalahgunakan menjadi pengiriman TKI ilegal ke luar negeri,” kata Melki, sapaan akrab Emanuel Melkiades dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Jumat (2/5/2023).

Hal tersebut disampaikan Melki terkait dengan pernyataan Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengenai pemanfaatan visa turis, visa ziarah, dan visa umrah sebagai salah satu modus yang digunakan sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) untuk mengirim tenaga kerja Indonesia (TKI) secara ilegal ke luar negeri.

Melki menilai pemberian visa turis, visa ziarah, dan visa umrah kepada masyarakat harus dilakukan dengan penelitian ketat. Selain itu, tambah dia, pemerintah harus memastikan WNI yang mendapatkan visa tersebut benar-benar melakukan kegiatan sesuai dengan peruntukannya.

“Jangan sampai pemberian visa tersebut digunakan untuk modus sindikat tindak pidana perdagangan orang dengan mengirimkan TKI secara ilegal ke luar negeri,” ujar Politisi Fraksi Partai Golkar itu.

Melki menyampaikan apabila visa turis, ziarah, dan umrah diurus perusahaan atau penyelenggara perjalanan, maka mereka harus memastikan ada pihak yang bertanggung jawab jika visa tersebut tidak sesuai peruntukannya.

Sebelumnya, BP2MI mengungkapkan modus yang digunakan sindikat TPPO untuk mengirim TKI ilegal ke luar negeri. BP2MI telah melaporkan lima nama bandar perdagangan orang kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Para sindikat tersebut diduga menjadi bandar yang selalu menempatkan WNI untuk bekerja di Malaysia dan Singapura melalui Batam.

Baca Selengkapnya