Wapres Ma’ruf Dukung Perluasan Kewenangan dan Penguatan kelembagaan KPPU
Jakarta – Iklim usaha yang kondusif merupakan salah satu prasyarat perkembangan usaha dalam negeri. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU UMKM, Pemerintah memberikan tugas kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan pengawasan antar pelaku usaha besar dan kecil.
“Yang kita mau adalah kemitraan [antara pelaku usaha besar dan kecil] dengan kesetaraan dalam bentuk saling memberikan dukungan,” ujar Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat menerima Ketua KPPU Kodrat Wibowo secara virtual pada Senin (20/9/2021).
Menurut Wapres, selama ini pelaku usaha besar menganggap bentuk kemitraan dengan pelaku usaha kecil sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR), sehingga sifatnya hanya memberikan santunan. Diharapkan, pola ini dapat diubah menjadi pola kerja sama yang setara dan saling memberikan dukungan usaha yang saling menguntungkan.
Terlebih lagi, lanjut Wapres, saat ini pemerintah juga telah menyiapkan berbagai instrumen pendukung iklim usaha, khususnya di industri keuangan syariah, mulai dari skala besar, menengah, kecil, mikro, hingga ultramikro.
“Dari segi keuangan, instrumennya sudah cukup. Dari yang besar, menengah, kecil, sampai yg mikro dan ultramikro. Yang masih perlu kita lakukan adalah optimalisasi,” imbuhnya.
Terkait kemitraan, Ketua KPPU Kodrat Wibowo mengungkapkan dukungan penuh terhadap kemitraan yang memberikan dampak signifikan bagi pengembangan usaha kecil. Kendati demikian, KPPU memiliki data yang menyatakan bahwa hingga saat ini, baru sekitar 9% pelaku UMKM yang telah menjalin kemitraan dengan pelaku usaha besar.
“Padahal, kemitraan yang dijalin, sangat erat dengan memajukan usaha, sebagai contoh dalam hal pengemasan, marketing, dan distribusi. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh banyak pihak, termasuk KPPU, untuk meningkatkan kemitraan pelaku UMKM, setidaknya hingga 30-40%,” urai Kodrat.
Oleh karena itu, KPPU meminta dukungan Wapres dalam mendorong upaya peningkatan kemitraan sebagai salah satu jalan bagi UMKM untuk berkembang.
Di sisi lain, Kodrat mengungkapkan bahwa dalam menjalankan tugas sesuai amanat Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli), yaitu penegakan hukum persaingan usaha, saran dan pertimbangan pada kebijakan pemerintah, serta notifikasi merger, KPPU merasa masih memerlukan perluasan kewenangan dan penguatan kelembagaan.
Mengatasi kendala ini, KPPU telah beberapa kali berupaya mengajukan amandemen UU Anti Monopoli, mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi, berkoordinasi dengan Kementerian PAN dan RB, hingga meminta dukungan beberapa organisasi masyarakat. Namun, berbagai upaya ini belum membuahkan hasil.
Menanggapi kendala tersebut, Wapres mendukung upaya perluasan kewenangan dan penguatan kelembagaan KPPU dengan syarat telah dilakukan kajian akademis secara mendalam. Selain itu, KPPU juga diminta untuk melakukan pendalaman informasi terkait kepada lembaga-lembaga serupa yang dalam beberapa waktu terakhir telah diperkuat kelembagaannya, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kemudian tentu memperbaiki landasan dan peraturannya. Supaya apa yang diutarakan, ada kajian [akademis] nya, konsep awalnya itu seperti apa, sehingga [para pegawainya] perlu di ASN-kan. Seperti yang sudah ada modelnya, KPK, atau mungkin yang lain lagi, dengan model yang sama,” ungkap Wapres.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.