Survei SMRC: Anies Dinilai Gagal Terapkan PSBB Secara Adil
Jakarta – Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei terkait penerapan aturan PSBB oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam acara Habib Rizieq Syihab. Sebanyak 57 responden yang mengetahui acara tersebut setuju bahwa Anies gagal menerapkan PSBB secara adil.
Survei dilakukan pada rentang waktu 18-21 November 2020 terhadap 1.201 responden yang dipilih dengan metode simple random sampling. Margin of error survei adalah 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Responden diberikan pertanyaan ‘Ada yang menilai Gubernur DKI Jakarta telah gagal menjalankan aturan PSBB secara adil kepada semua warga DKI Jakarta tanpa memandang etnis, agama atau golongannya. Apakah Ibu/Bapak setuju atau tidak dengan penilaian tersebut?’.
Hasil survei tersebut dibagi menjadi 2, yaitu dari seluruh responden dan dari responden yang mengetahui acara tersebut. Untuk diketahui, berdasarkan survei SMRC, ada 49 persen dari total responden yang mengetahui acara Habib Rizieq.
“Kita menemukan sekitar 42 persen warga secara umum, semua responden, 42 persen warga setuju dengan pendapat bahwa Gubernur DKI Jakarta telah gagal menjalankan aturan PSBB secara adil kepada semua warga DKI Jakarta tanpa memandang etnis, agama, atau golongannya. Sementara yang tidak setuju ada 33 persen,” kata Direktur Eksekutif SMRC Sirajuddin Abbas dalam rilis survei, Kamis (26/11/2020).
“Tetapi kalau di antara warga yang tahu tentang kegiatan Maulid dan resepsi pernikahan, itu berbeda. Dukungan pada pendapat ini lebih tinggi. Di antara yang tahu kegiatan di Petamburan tersebut, yang setuju bahwa Gubernur DKI Jakarta telah gagal menjalankan aturan PSBB secara adil proporsinya lebih besar, yakni 57 persen,” imbuhnya.
Menurut Abbas, hasil survei ini bisa menjadi catatan bagi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Ia menyebut hasil survei itu menunjukkan ada yang perlu diperbaiki dalam penerapan protokol kesehatan di Ibu Kota.
“Ini saya kira penting jadi catatan bagi masyarakat Jakarta dan juga Gubernur DKI Jakarta. Karena penilaian ini menunjukkan bahwa ada hal yang penting diperbaiki dalam penegakan protokol kesehatan di wilayah DKI Jakarta,” ujarnya.
SMRC juga memetakan persepsi responden terkait pencopotan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat. Simak di halaman selanjutnya.
SMRC juga memetakan persepsi responden terkait pencopotan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat buntut kerumunan di acara Habib Rizieq. Sebanyak 28 persen responden mengetahui pencopotan 2 kapolda tersebut.
“Hanya 28 persen warga yang tahu keputusan Kapolri mencopot 2 Kapolda tersebut. ‘Jika tahu, apakah Ibu/Bapak setuju atau tidak dengan sikap Kapolri tersebut?’. Kita menemukan 48 persen setuju dengan keputusan Kapolri tersebut dan 37 persen tidak setuju. Hanya 14 persen yang tidak menjawab,” ujar Abbas.
Pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md yang memberikan teguran keras kepada aparat terkait penegakan protokol kesehatan diketahui oleh 30 persen responden. Dari 30 persen yang tahu, ada 86 persen yang setuju terhadap pernyataan tegas Mahfud tersebut.
Selain itu, SMRC memetakan pengetahuan responden terkait pernyataan Mahfud soal teguran kepada pemerintah daerah. Sebanyak 29 persen responden mengetahui pernyataan Mahfud dan 90 persen dari responden yang tahu mengaku setuju dengan pernyataan itu.
“Teguran Menko Polhukam kepada pemerintah daerah. Sekitar 29 persen warga yang tahu teguran Kemenko Polhukam kepada pemda yang dianggap kurang tegas dalam menegakkan aturan larangan berkumpul. Dari yang tahu, 90 persen setuju dengan sikap pemerintah pusat tersebut,” jelas Abbas.
“Artinya sebetulnya masyarakat mendukung sikap dan respons dari pemerintah pusat terkait dengan kegiatan yang dinilai melanggar aturan protokol kesehatan tersebut, baik itu terkait teguran kepada aparat kepolisian, maupun teguran kepada pemerintah daerah. Teguran kepada kepolisian didukung 86 persen warga yang tahu, dan teguran terhadap pemerintah daerah didukung oleh 90 persen warga yang tahu,” pungkasnya.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.