Rizal Ramli: Indonesia-Jepang Harus Pimpin Pertumbuhan Ekonomi Asia yang Demokratis
Jakarta – Tokoh nasional Rizal Ramli dalam kunjungannya ke Jepang kembali mengulas pentingnya penguatan hubungan strategis antara Indonesia dan Jepang sebagai kekuatan Asia yang demokratis. Jika sebelumnya Menko Perekonomian era Gus Dur ini bertemu dengan Ketua Policy Council Liberal Demokratic Party (LDP), Fumio Kishida, kini Rizal Ramli hadir dalam Forum Khusus bertajuk “Changing Geo Political Dynamics: Indonesia and Japan” di GRIPS University, Tokyo, Jepang, Kamis (1/2/2018). Rizal Ramli selain menjadi tamu khusus juga sebagai pembicara utama dalam acara tersebut.
Dalam forum tersebut Rizal Ramli menyampaikan pandangannya terkait hubungan Indonesia-Jepang dengan pidatonya yang berjudul “The 21th Century is going to be the Asian Century”. Di awal sambutannya Rizal sempat menceritakan perjalanan hidupnya saat mahasiswa terkait memperjuangkan nilai-nilai demokrasi di masa pemerintahan Soeharto yang terkenal represif terhadap kritikan. Menurutnya perjuangan untuk menerapkan nilai-nilai demokrasi itu, Indonesia butuh waktu hampir 32 tahun untuk menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.
“Cerminan transformasi Asia otoriter di masa lalu menuju Asia yang demokratis pernah saya alami dari perjalanan hidup, saya pernah dipenjara di Sukamiskin, Bandung, oleh Jenderal Soeharto selama 1,5 tahun pada tahun 1978 hanya karena menulis manuskrip yang menuntut pemerintahan yang demokratis dan baik untuk Indonesia. Hal tersebut merupakan perjuangan yang sulit dan panjang yang harus dilalui oleh kekuatan demokrasi Indonesia pada waktu itu. Dan pada akhirnya butuh waktu 32 tahun bagi Indonesia untuk berubah menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia,” tutur Rizal.
Rizal juga mengatakan pencapaian bangsa Indonesia dalam menerapkan nilai-nilai demokrasi tersebut bukanlah hal yang mudah, butuh pengorbanan dan integritas yang tinggi. Selain itu menurutnya penerapan demokrasi juga harus bisa menciptakan nilai-nilai postif di masyarakat agar tidak kembali menjadi sisitem otoriter. “Ini adalah demokrasi yang sulit dicapai, tidak diberikan oleh piring emas kepada kita. Itu harus diperjuangkan, dengan keringat dan pengorbanan. Demokrasi, bagaimanapun, harus memberikan kedamaian dan kemakmuran bagi masyarakat. Jika tidak, selalu ada godaan yang mengintai untuk kembali ke sistem otoriter,” papar Rizal.
Terkait dengan hubungan antara Indonesia dan Jepang selama ini, Rizal menyampaikan rasa terima kasih atas peran Jepang dalam membangun perekonomian di Indonesia, terutama saat krisis ekonomi melanda Indonesia di tahun 1998 lalu. “Saya harus berterima kasih kepada orang-orang dan Pemerintah Jepang yang telah membantu Indonesia selama krisis ekonomi terburuk dalam sejarah Indonesia, ketika itu ekonomi turun dari pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 6% menjadi -13% di tahun 1998, dan Rupiah turun dari Rp2500 menjadi Rp15.000/USD dalam waktu yang sangat singkat,” ucapnya.
Rizal mengungkapkan selama krisis itu, sebagian besar bank asing menarik pinjaman mereka, dan perusahaan asing keluar dari Indonesia, membuat krisis lebih dalam. “Tapi selama masa sulit itu, Pemerintah Jepang dan perusahaan Jepang tinggal di Indonesia, membantu kita keluar dari krisis. Inilah sejatinya yang dinamakan teman, teman di saat-saat bahagia dan sulit,” jelas Menko Perekonomian era Gus Dur ini.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.