Connect with us

Menko Airlangga: Pengawasan Intern yang Efektif, Jadi Solusi Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan hingga saat ini pemerintah terus berupaya mencari solusi penanganan pandemi COVID-19. Salah satunya yakni dengan mempertahankan keseimbangan penanggulangan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Menurutnya, strategi tersebut terbukti memperoleh hasil relatif baik. Hal ini terlihat dari persentase kasus aktif Indonesia hingga 26 Mei 2021 yang tercatat lebih rendah dibanding global, yaitu 5,4% (global 8,8%).

Sementara itu angka kesembuhan juga relatif baik, yaitu 91,9% (global 89,1%). Sejak adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro, jumlah kasus aktif saat ini pun menurun signifikan hingga 45,5% dari puncak kasus aktif pada 5 Februari 2021.

“Pemerintah fokus terhadap program vaksinasi sebagai ‘game changer’ pemulihan ekonomi nasional yang ditargetkan diberikan kepada 181,5 juta penduduk untuk mencapai herd immunity 70%,” ujar Airlangga dalam keterangannya, Kamis (27/5/2021).

Dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2021 ‘Kawal Efektivitas Belanja, Pulihkan Ekonomi’ di Bogor, Airlangga menyebut total vaksin yang telah masuk ke Indonesia berjumlah 83,9 juta dosis. Adapun angka tersebut merupakan jumlah total sejak datangnya tambahan 8 juta dosis vaksin bulk dari Sinovac pada 25 Mei 2021.

Sebagai upaya percepatan vaksinasi, saat ini pemerintah juga membuka kesempatan bagi dunia usaha untuk berpartisipasi dalam Program Vaksin Gotong Royong bagi karyawannya. Melalui upaya ini, sebanyak 25,81 juta dosis vaksin COVID-19 telah disuntikkan hingga 26 Mei 2021. Capaian ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang terbanyak menyuntikkan vaksin yang dilakukan oleh negara bukan produsen vaksin.

Sementara dari sisi ekonomi, secara tahunan mengalami kontraksi -2,07% pada tahun lalu. Namun, dibandingkan negara anggota G-20, lanjutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2020 berada di peringkat keempat setelah Tiongkok, Turki, dan Korea Selatan.

Adapun pemulihan ekonomi ini terus berlanjut pada Q1 Tahun 2021, yakni ekonomi mengalami kontraksi -0,74. Hal ini didukung dari sisi demand dengan kondisi konsumsi pemerintah, ekspor, impor telah tumbuh positif.

Lebih lanjut Airlangga mengatakan adanya pandemi sebaiknya dapat menghadirkan pembelajaran untuk dapat lebih produktif dan lebih efisien. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menemukan inovasi pola kerja agar tetap produktif di tengah terbatasnya mobilitas fisik dan menyusun program yang simple, namun implementatif yang dapat mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional.

Di samping itu, Airlangga berharap pandemi juga dapat meningkatkan sinergi dan gotong royong, termasuk kerja sama dengan Aparat Pengawas Intern dan Aparat Penegak Hukum. Selain itu, pandemi ini juga bisa dijadikan momentum reformasi struktural untuk keluar dari Middle Income Trap (MIT) dengan menyusun Undang-Undang Cipta Kerja beserta aturan pelaksanaannya.

Airlangga menilai reformasi struktural melalui UU Cipta Kerja dapat menjadi terobosan reformasi di bidang investasi dan perdagangan dalam mendorong penciptaan lapangan kerja. UU Cipta Kerja juga dapat menjadi jembatan antara program mitigasi COVID-19 dan reformasi struktural dalam jangka panjang.

Melalui berbagai kebijakan tersebut, Airlangga berharap optimisme pemulihan ekonomi dapat berlanjut di 2021. Terlebih, berbagai lembaga internasional (Bank Dunia, OECD, ADB dan IMF) memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 4,3-4,9% dan meningkat di kisaran 5,0-5,8% di tahun 2022.

“Pemerintah optimis di Q2-2021 ini Indonesia dapat meraih pertumbuhan sekitar 7% dan secara full year di akhir tahun kita bisa meraih pertumbuhan dalam rentang 4,5 s.d 5,3 %. Optimisme tersebut tentunya didasarkan pada berbagai hal, di antaranya adalah dari berbagai leading indicators yang terus bergerak ke arah positif,” paparnya.

Menurut Airlangga, dalam upaya percepatan program PEN, diperlukan pengawasan efektif dan penguatan kolaborasi dan sinergi antara pemerintah dengan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Aparat Penegak Hukum (APH).

Melalui kolaborasi ini, ia berharap peran strategis yang dijalankan dapat memberikan rekomendasi atas langkah-langkah yang diambil pemerintah. Dengan demikian, hal ini akan menjadikan pelaksanaan program PEN berjalan akuntabel, sederhana dan tidak berbelit-belit.

“Semoga pengawasan intern nasional semakin efektif serta menjadi solusi dalam mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional,” ungkapnya.

Selain itu, dukungan BPKP dan APIP diharapkan dapat bersifat fleksibel dalam memberikan asistensi sehingga mencegah terjadinya niat buruk (moral hazard), namun tetap tidak menoleransi penyalahgunaan wewenang. Terlebih peran utama pengawasan adalah menjamin tercapainya tujuan pemerintah, tujuan program dan tujuan belanja anggaran secara akuntabel, efektif dan efisien.

“Saya tidak akan memberikan toleransi sedikitpun terhadap adanya penyelewengan anggaran, apalagi di saat pandemi seperti ini di mana semuanya harus dihemat,” tegas Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Sebagai informasi, dalam acara tersebut turut hadir baik secara fisik maupun virtual antara lain para Menteri Kabinet Indonesia Maju, Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Jaksa Agung beserta Kepala Kejaksaan Tinggi, Jajaran TNI dan Polri, kepala daerah dari berbagai provinsi, serta Eselon I dari berbagai kementerian.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya