Connect with us

Jaga Stabilitas Pangan Hingga Idul Fitri, Pemkot Bogor Upayakan Empat Hal Ini

Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim (tengah)

Bogor – Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor berupaya menjaga stabilitas harga dan stok pangan selama masa hari besar keagamaan nasional (HBKN) tahun 2021 ini. Setidaknya ada empat upaya yang dilakukan Pemkot saat ini.

Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim menjelaskan, upaya – upaya itu juga untuk menekan laju inflasi di Kota Bogor tahun 2021. Upaya itu diantaranya seperti melakukan operasi pasar untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan barang.

“Kemudian yang kedua itu melakukan sidak untuk memastikan bahwa ketersediaan pangan tidak ada yang namanya penimbunan pangan oleh para pedagang, itu yang penting,” kata Dedie usai rapat koordinasi ketersediaan dan pasokan komoditas pangan strategis, di Balai Kota Bogor, Kamis (15/4/2021).

Upaya penting lainnya, sambung Dedie, adalah terhadap beberapa komoditas yang cukup strategis di Kota Bogor seperti ayam potong, ayam telur dan daging bisa saja dilakukan semacam kerja sama langsung antar daerah.

Seperti yang sudah Pemkot Bogor lakukan untuk menjaga ketersediaan pasokan ayam potong, Dedie mengaku Kota Bogor sudah melakukan MoU dengan Kabupaten Ciamis.

Ke depan untuk memastikan bawang, khususnya bawang merah tidak menyumbang inflasi tinggi di Kota Bogor, Pemkot akan melakukan koordinasi dengan daerah lain, seperti Kabupaten Brebes untuk memastikan pasokan bawang di Kota Bogor tetap aman.

“Kemudian kita harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Agar masyarakat juga membeli barang tidak dalam jumlah yang berlebihan, tetapi juga sesuai dengan kebutuhan. Dan juga bukan dalam konteks untuk mengambil keuntungan pribadi, apalagi ditimbun kemudian dijual kembali ke tempat lain,” tegasnya.

Dedie juga mengungkapkan, selama tiga hari ibadah puasa berjalan, dari delapan komoditas dengan harga eceran tertinggi ada lima komoditas yang mengalami kenaikan cukup signifikan. Seperti daging sapi, ayam, telur, cabai dan bawang. Sehingga harus mendapatkan perhatian khusus.

“Kita sedang koordinasikan untuk operasi pasar. Kita ingin masyarakat tenang melakukan ibadah puasa Ramadan ini. Dan nanti menjelang Idul Fitri tidak ada lonjakan harga dan ketersediaan barang ada. Sehingga masyarakat bisa merayakan Idul Fitri dengan tenang dan damai,” tambah Dedie.

Ditempat yang sama, Direktur Utama Perumda Pasar Pakuan Jaya (PPJ), Muzakkir mengatakan, ada lonjakan kenaikan jumlah pengunjung 30 hingga 50 persen. Terutama pada dua hari menjelang Ramadan yang lalu.

“Jadi, kemarin karena faktor mau Ramadan, orang banyak yang melakukan penyetokan kebutuhan bahan pokok yang banyak dan sekaligus munggahan. Itu yang menyebabkan ada kenaikan,” kata Muzakkir.

Soal operasi pasar, sambung Muzakkir, upaya itu akan dilakukan saat komoditi terjadi kenaikan yang signifikan. Maka dari itu, pihaknya masih melakukan monitoring terkait beberapa harga tersebut.

“Nanti kita dengan dinas terkait akan memonitor kalau ada produk – produk yang kenaikan harganya signifikan. Secara otomatis kita akan hadir untuk operasi pasar,” jelasnya.

Ikut dalam rakor, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bogor, Anas Rasmana. Anas membeberkan, dalam HBKN ini pihaknya sudah melakukan beberapa aksi dan kegiatan. Seperti gelar bazar pangan murah, pemantauan ketersediaan, harga, dan pasokan pangan serta rakor tersebut.

“Untuk mendukung ketersediaan pangan itu, kita juga sudah melakukan beberapa program. Seperti kegiatan Bogor Berkebun yang melibatkan 220 poktan, lalu kerja sama dengan Bank Indonesia (BI) tahun 2020, dan dukungan lainnya seperti Pasar Mitra Tani,” beber Anas.

Anas juga memaparkan data perkembangan ketersediaan dan harga pangan strategis di Kota Bogor menjelang Hari Raya Idul Fitri. Seperti komoditas beras di tahun 2021 yang mengalami fluktuasi sejak awal tahun.

Pada Januari kebutuhan beras Kota Bogor sebanyak 9.695 ton, sementara ketersediaannya masih jauh berada di 11.267 ton. Pada Februari kebutuhan beras sedikit berkurang menjadi 8.757 ton dengan stok yang juga berkurang menjadi 10.176 ton. Naik lagi pada Maret kebutuhannya menjadi 9.885 ton dan ketersediaan yang dimiliki sebanyak 11.458 ton.

“Dan pada bulan April ini, kebutuhan beras adalah sebanyak 10.171 ton dengan ketersediaan yang ada sebanyak 10.216 ton. Sedangkan untuk harga rata – rata yakni sebesar Rp11.250,” kata Anas.

Menambahkan, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kota Bogor Ganjar Gunawan mengatakan, empat komoditi memang perlu menjadi perhatian menjelang hari raya. Yakni beras, gula, daging sapi, dan cabai.

Disperdagin juga berencana melakukan serangkaian aksi menjelang hari raya Idul Fitri 1442 Hijriah. Seperti memperkuat koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat, Perum Bulog Cabang Cianjur, DKPP Kota Bogor, Perumda Pasar Pakuan Jaya, hingga distributor, sub distributor dan agen.

“Kita juga melakukan pemantauan harga dan ketersediaan barang kebutuhan pokok secara rutin di tingkat pasar dan distributor, sub dan agen. Lalu juga mengidentifikasi kecukupan stok dan ketahanan bapok di pelaku usaha distribusi, serta berkoordinasi dengan dengan instansi terkait untuk mencegah aksi-aksi spekulasi,” beber Ganjar.

Selain itu, pihaknya akan membentuk Tim (Internal) Antisipasi Gejolak Harga sebagai upaya menjamin kelancaran distribusi pasokan. Apabila terjadi kelangkaan barang dan gejolak harga, berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan agar dilakukan Operasi Pasar.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Sudah Saatnya Sistem Zonasi dalam PPDB Dihapuskan

Oleh

Fakta News

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 14 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada TK, SD,SMP, SMA, SMK atau bentuk lain yang sederajat, menelorkan kriteria seleksi masuk sekolah dengan mempertimbangkan urutan prioritas berupa usia dan jarak tempat tinggal ke sekolah sesuai dengan zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya (Sistem Zonasi).

PPDB bertujuan untuk menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, nondiskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan. Namun dalam perjalananya apakah tujuan ideal dari PPDB menggunakan system zonasi tersebut sudah tercapai atau jsutru jauh panggang dari api?

Pertanyaan mendasar tentang penerapan sistem zonasi yang medasarkan pada upaya pemerataan pendidikan adalah apakah lokasi sekolah yang dibangun pemerintah sudah merata pada semua wilayah (anggaplah skala kecamatan) di Indonesia.

Bahwa faktanya pendirian sekolah (di setiap jenjang pendidikan) tidaklah didasarkan pada sebaran dan populasi penduduk, sehingga banyak dijumpai tidak meratanya sebaran sekolah di hampir setiap daerah. Satu sisi beberapa sekolah terdapat dalam satu wilayah (kecamatan), tapi banyak juga dalam satu desa/kelurahan dan kecamatan yang belum tersedia sekolah. Hal ini justru menyebabkan puluhan hingga ratusan calon peserta didik tidak mendaptkan sekolah dikarenakan “kalah” dalam konteks jarak rumah dengan sekolah yang jauh, di luar jarak zonasi yang diperkenankan.

Banyaknya calon siswa yang secara domisili jauh dari sekolah menyebabkan pupusnya kesempatan untuk bisa mengakses pendidikan secara layak, sesuai yang diamanatkan undang-undang. Fakta itu tidak saja di daerah terpencil ataupun luar jawa, bahkan di kota besar sekelas Surabaya juga masih dijumpai. Belum lagi munculnya fenomena pindah KK untuk bisa menjadi dasar untuk memenuhi kriteria zonasi. Ada yang pindah KK ke saudaranya, mencari tempat domisili (apartemen, beli/sewa rumah, dsb.) hingga tawaran pindah KK yang dilakukan oknum, calo, perantara dengan mematok tarif tertentu untuk bisa mengegolkan masuk ke sekolah yang diinginkan.

Atas polemik itu, dimuculkan kebijakan baru berupa jalur baru PPDB selain jalur zonasi, yakni jalur afirmasi (keluarga miskin), jalur prestasi (akademik) dan jalur prestasi non-akademik (olah raga, seni, budaya dsb.) yang persentasenya terus diutak-atik dengan pertimbangan yang kurang jelas. Apakah kebijakan tersebut tepat dan sesuai sasaran? .
Alih-alih memberikan solusi, tapi justru menambah permasalahan baru dalam dunia pendidikan. Awalnya sempat membuat lega dan menjadi oase bagi sebagian masyarakat yang berharap putra-putrinya tetap bisa masuk ke sekolah yang diinginkan, namun nyata justru menimbulkan permasalahan baru karena tidak semudah yang dibayangkan dalam mengakses “jalur alternatif” tersebut.

Beberapa kendala dan permasalahan ternyata sering muncul dan jadi rasan-rasan di kalangan Masyarakat terutama para ibu-ibu. Ada banyak sinyalemen dan desas-desus yang berkenbang mengenai sulitnya ditembus serta penyelewengan dari “jalur alternatif” tersebut. Jalur afirmasi khususnya bagi keluarga miskin (gakin, gamis, SKTM, KIS, KIP, dll) ternyata sulit diakses. Beberapa sekolah juga “enggan” untuk menerima dan memaksimalkan kuota untuk jalur gakin karena nantinya merka akan gratis dan tidak boleh dikenakan pungutan apapun. Ada juga kemunculan gakin baru/dadakan jelang PPDB.

Demikian halnya dengan jalur presetasi baik akademik maupun non akademik. Banyak yang merasa memenuhi kriteria, tapi dalam pengurusannya “dipersulit’ hingga batas pengajuan persyaratan yang diminta tidak bisa terpenuhi. Setali tiga uang, beberapa kabar yang beredar justru muncul anak-anak yang tiba-tiba “berprestasi” dan bisa masuk ke sekolah yang diinginkan. Maka muncullah banyak isu tak sedap tentang “permainan” hingga sejumlah nominal yang harus disiapkan untuk menebus jalur tersebut.

Ada pula fenomena munculnya jalur khusus, yakni “jalur rekom” yang bisa muncul mulai dari yang logis hingga yang tidak masuk akal. Yang logis semisal orang tua yang bekerja di wilayah dekat sekolah bisa meminta rekom agar anaknya bisa diterima di sekolah tersebut. Ada pula jalur rekomendasi mulai dari para pejabat di lingkup pemerintahan, maupun stakeholder pendidikan berbagai lini, yang berlangsung massif baik prodeo maupun “bertarif”. Tentunya hal tersebut berlangsung ekslusif, karen hanya orang-orang tertentu yang mempunyai akses dan koneksi erat saja yang bisa memanfaatkannya.

Semua sinyalemen dan desas-desus tersebut memang sulit dibuktikan hingga ke ranah hukum namun seperti sudah menjadi rahasia umum di masyarakat. Sistem Zonasi dalam PPDB yang ditujukan untuk pemerataan pendidikan justru dalam prakteknya memunculkan berbagai permasalahan yang menambah carut marut permasalahan di dunia pendidikan. Amanat untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen Pendidikan telah gagal diwujudkan. Sudah saatnya sistem zonasi dalam PPDB dengan pertimbangan utama jarak rumah siswa dengan sekolah, dihapuskan, dikembalikan pada sekolah dengan mempertimbangkan aspek sosial kemasyakartan, kompetensi, ketersediaan kuota, prestasi, dan keadilan.

Pemerintah hendaknya melaksanakan tugas utamanya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan lebih fokus pada penggodokan kurikulum pendidikan yang lebih canggih dan modern untuk dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat sehingga potensi peserta didik dapat berkembang agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

 

Radian Jadid
*Kepala Sekolah Rakyat Kejawan
*Wakil Sekretaris LKKNU PW Jatim
*Ketua Harian Paguyuban Angkatan 93 ITS

Baca Selengkapnya

BERITA

Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Oleh

Fakta News
Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat. Foto: DPR RI

Jakarta – Wacana kenaikan tarif Commuter Line oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan menempatkan masyarakat Jabodetabek pada tantangan baru yang mengancam kesejahteraan ekonomi mereka. Hal tersebut pun lantas menuai sorotan dari Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat.

“Kenaikan tarif KRL Jabodetabek akan memberikan dampak yang signifikan. Terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Kenaikan tarif bisa memperberat beban ekonomi mereka. Dan Ini juga dapat mengakibatkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang lebih besar,” ujar Toriq dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, Senin (29/4/2024).

Politisi Fraksi PKS tersebut menegaskan bahwa kenaikan tarif tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat, terutama masa pasca pandemi dan ketidakpastian ekonomi yang menyertainya. Dalam beberapa bulan terakhir, harga-harga bahan pokok terus melonjak secara dramatis.

“Kami tahu betul paska pandemi masyarakat terpaksa mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kenaikan tarif hanya akan menambah beban ekonomi mereka. Terutama mereka yang bergantung pada angkutan publik ini setiap hari,” tandasnya.

Terkait hal itu, Toriq menegaskan akan berupaya keras menyerukan kepada Kementerian Perhubungan selaku regulator agar mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Serta, kemudian meninjau kembali rencana kenaikan tarif ini dan mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan.

“Kami akan terus memantau perkembangan situasi ini. Dan memastikan bahwa keputusan terkait tarif transportasi publik nantinya harus ada partisipasi aktif dari publik dan memperhitungkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh” tutup Toriq.

Sebagaimana diketahui, PT KAI Commuter (KCI) telah mengusulkan kenaikan tarif KRL Jabodetabek yang belum berubah sejak 2016. Saat ini usulan tersebut masih dibahas Pemerintah. Direktur Operasi dan Pemasaran KCI Broer Rizal mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan Pemerintah untuk menaikkan tarif KRL Jabodetabek.

Pasalnya, ketentuan tarif KRL Jabodetabek merupakan kewenangan Kemenhub selaku regulator. “Itu kebijakan dari Pemerintah ya. Kalau kami hanya eksekutor untuk melaksanakan apa yang menjadi keputusan Pemerintah. Usulan dan pembahasannya sudah dilakukan di Kemenhub,” ujarnya saat konferensi pers Angkutan Lebaran 2024 di Jakarta, Selasa lalu (24/4).

Baca Selengkapnya

BERITA

Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang

Oleh

Fakta News
Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang
Anggota DPR RI Sukamta. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota DPR RI dari Dapil Provinsi DIY Sukamta menilai Kota Yogyakarta perlu menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk penanganan sampah jangka panjang yang menyangkut peningkatkan kasadaran masyarakat. Edukasi secara terus menerus harus dilakukan baik di sekolah, rumah tangga, dan masyarakat.

Tak hanya itu peraturan yang kuat untuk pengurangan sampah juga sangat dibutuhkan. Sukamta mencontohkan perlunya kebijakan kantong plastik berbayar atau larangan penggunaaan kantong belanja plastik sekali pakai. Adapun jangka pendeknya saat ini bisa dengan optimalisasi penampungan di TPST Piyungan.

“Kalau saya dengar, TPST ini kalau ada alat dan SDM yang memamadai masih bisa dimanfaatkan secara optimal untuk sementara waktu hingga 200-300 ton per hari. Pemkot bisa komunikasikan hal ini dengan Pemda DIY. Rencana optimalisasi 3 TPS 3R di Nitikan, Karangmiri dan Kranon bisa segera direalisasi, meski daya tampung 3 TPS ini masih terbatas,” kata Sukamta sebagaimana keterangan kepada media, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS ini, menilai di level provinsi, di area perkotaan saat ini masih sering ditemukan sampah di jalan maupun tempat penampungan yang penuh. Menurutnya, Pemerintah perlu memberikan honor kepada para petugas pengambil sampah sebagai salah satu upaya mencegah buang sampah sembarangan.

“Menurut kami perlu ada stimulan atau honor untuk para petugas pengambil sampah rumah tangga, di level RT, RW dan kampung. Ini supaya masyarakat tidak buang sembarangan,” kata Anggota Komisi I DPR RI tersebut.

Sukamta meyakini dengan adanya dana stimulan atau honor tersebut maka para petugas pengambil sampah akan menjalankan tugasnya dengan baik khususnya pengambilan sampah dengan sistem terpilah. “Selama ini warga sudah diminta memilah, akan tetapi (saat) di  (tempat) pembuangan dicampur lagi. Ini perlu jadi perhatian, sehingga perlu ada petugas khusus memilah,” ujarnya.

Sukamta menegaskan dirinya banyak mendapatkan aspirasi dari masyarakat terkait penanganan sampah di Jogja. Hal ini kembali mencuat setelah rencana penutupan TPST secara permanen, sehingga banyak ditemukan sampah di pinggir jalan, salah satunya di perbatasan antara Kota Jogja dengan Bantul atau sebelah utara Gembira Loka.

Baca Selengkapnya