Digicoop Mengajak Masyarakat untuk Ikut Membangun Jaringan Internet Berbasis Satelit
Jakarta – Permasalahan jaringan infrastruktur akses netral, layanan internet berkecepatan tinggi di wilayah yang sulit terjangkau layanan kabel, diyakini bisa diselesaikan dengan cara kerjasama antar pihak yang berkepentingan. Untuk itulah Digicoop sebagai Koperasi Jasa Digital Indonesia Mandiri bekerjasama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) dan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), berambisi membangun jaringan Internet berbasis satelit bernilai hingga US$200 juta, yang rencananya didanai oleh anggota koperasi.
“APJII punya problem dalam 20 tahun terakhir anggotanya banyak yang tidak bisa membeli last mile. Kalau mau pakai last mile atau network lain kan mereka juga saling berkompetisi,” kata Ketua Digicoop Henri Kasyfi Henri, Senin pekan ini.
Infrastruktur last mile adalah titik paling hilir dalam jaringan telekomunikasi yang tersambung secara fisik dengan peralatan pengguna atau pelanggan.
Henri menjelaskan APJII, Mastel, dan Digicoop menilai permasalahan keterbatasan last mile tersebut bisa diatasi oleh ketersediaan jaringan netral berbentuk jaringan serat optik atau satelit. Setelah berembuk, ketiganya kemudian memutuskan menggunakan satelit yang membutuhkan lebih sedikit pembangunan infrastruktur dibandingkan dengan jaringan serat optik.
Digicoop akan menghimpun dana investasi untuk pembangunan jaringan satelit dari para anggota. Oleh karena itu, kata Henri, satelit ini dinamai Satria alias satelit milik rakyat Indonesia. Anggota APJII akan bertindak sebagai penyedia layanan Internet (ISP).
Mengajak Masyarakat Memiliki Satelit
Digicoop pun menawarkan keikutsertaan masyarakat dalam kepemilikan satelit tersebut, melalui program Penyertaan Modal Koperasi dengan unit investasi Rp5 juta. Henri mengatakan total nilai investasi untuk mewujudkan program Satria sekitar US$200 juta – US$300 juta. Namun, nilai tersebut belum ketuk palu.
Terdapat tiga tahapan fase pada program Satria. Fase pertama (2017—2020), Digicoop melakukan akuisisi pada satelit yang sudah mengorbit di Indonesia. Fase kedua (2018—2022), melakukan akuisisi pada satelit yang akan meluncur. Fase ketiga (2022—2025), membangun Satria secara mandiri.
Henri tidak membatasi jumlah satelit yang akan dikelola oleh Digicoop, tergantung seberapa besar permintaan. Apabila satu sampai tiga satelit tidak mencukupi, Digicoop akan terus menambah satelit.
Bagi calon pengguna yang tertarik layanan internet Satelit Satria, Digicoop membanderol dengan harga Rp15 juta selama 10 tahun. Sementara untuk pemakaian bulanan, Digicoop menerapkan harga yang variatif mulai dari Rp500.000. Henri menargetkan pada 2022, 1 juta rumah sudah terkoneksi dengan Satelit Satria.
Sementara itu, Ketua APJII Jamalul Izza mengatakan, program ini dapat menjadi solusi bagi pengadaan jaringan akses infrastruktur berbasis satelit sehingga layanan Internet pita lebar dapat tersedia di seluruh Indonesia.
Dia menambahkan Axiata Business Service Sdn. Bhd. telah bersedia menjadi penyedia satelit sebagai mitra dari program Satelit Satria. Operasional Satelit Satria akan diserahkan kepada PT. Rumah Teknologi (NEUSAT).
“Kami menyediakan pipa last mile-nya saja, bandwidth Internet yang menyediakan adalah anggota APJII,” kata Kanaka Hidayat, Direktur Utama NEUSAT.
Karena itulah, Izza berharap dengan model kerja sama ini permasalahan mengenai jaringan infrastruktur akses netral dapat terselesaikan
M Riz
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.