Indonesia Tahun 2020 akan Mendapat Rp 1.700 Triliyun dari Ekonomi Digital
Jakarta – Ekonomi digital Indonesia, pada tahun 2020 diperkirakan bisa tumbuh mencapai US$130 miliar, atau setara Rp1.700 triliyun (kurs Rp13.333 per dolar AS). Hal itu berdasarkan proyeksi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Angka proyeksi ekonomi digital 2020 ini, diperkirakan sebesar 20 persen dari total PDB (produk domestik bruto) Indonesia. Proyeksi ini naik dari realisasi 2017 sebesar US$75 miliar atau Rp 1.000 triliun. Menurut Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara, untuk mencapai proyeksi ekonomi digital ini, ada tujuh syarat yang harus dipenuhi pemerintah.
“Pertama adalah sumber daya manusia harus dipastikan memenuhi kebutuhan,” kata Rudiantara dalam acara pembukaan IBDexpo JCC, Rabu (20/9/2017). Syarat kedua adalah infrastrukur logistik harus bisa dipenuhi. Alasannya, karena sebanyak 24 persen PDB habis untuk keperluan logistik. Ada pun syarat ketiga sampai ketujuh, di antaranya proteksi konsumen, perpajakan, keamanan dan infrastruktur pendukung teknologi.
Darmin Nasution, Menko Perekonomian menambahkan, seiring pertumbuhan ekonomi digital ini penting untuk mengembangkan ekonomi inklusif. “Saat ini fungsi perbankan bisa dilakukan perusahaan startup bidang keuangan,” kata Darmin.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui memang saat ini ada pergeseran ekonomi dari offline ke online. “Ada perubahan bisnis dari sisi supply,” katanya. Selain itu, dampak ekonomi digital tidak hanya dari sisi konsumsi tapi dari sisi produksi.
Terbesar di Asean
Wirawan Agahari peneliti di Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) mengatakan, Pemerintah Indonesia di era Presiden Jokowi memang memiliki sebuah visi besar dalam sektor ekonomi digital. “Jokowi menargetkan Indonesia untuk menjadi kekuatan ekonomi digital terbesar di Asean pada 2020, dengan proyeksi nilai transaksi e-commerce mencapai US$130 juta pada tahun 2020,” tuturnya.
Jokowi di Kantor Pusat Facebook (foto : setpres/Laily)
Meskipun visi ini terkesan ambisius, menurut Wirawan, namun pemerintah memiliki dasar yang kuat dalam mencanangkan target ini. Salah satu alasan yang kuat, adalah melihat fakta bahwa perilaku masyarakat Indonesia sangat berorientasi digital. “Data dari Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) serta We Are Social menyebutkan bahwa pengguna internet Indonesia berada di kisaran 52%, dan sebagian besar diantaranya mengakses internet secara mobile selama 4 jam per hari,” katanya.
Lebih jauh, saat ini terdapat 370 juta kartu SIM aktif di Indonesia, jauh lebih besar dari populasi Indonesia yang sudah hampir mencapai 270 juta penduduk. Menurut Wirawan, banyak faktor yang mendorong perkembangan dinamika digital di Indonesia, namun setidaknya dapat dibagi dalam dua perspektif: industri dan konten. “Dari sisi industri, terlihat bahwa operator telekomunikasi berlomba-lomba membangun infrastruktur secara masif, mulai dari jaringan 2G, 3G, hingga 4G,”
Tidak hanya itu, menurut Wirawan, terjadi persaingan antar operator yang cenderung tidak sehat dan menimbulkan perang tarif, dimana operator menurunkan harga serendah-rendahnya untuk menaikkan utilisasi jaringan mereka. Hal ini, juga makin diperkuat oleh menjamurnya smartphone murah yang sesuai dengan daya beli masyarakat menengah ke bawah. Walaupun perang tarif berdampak buruk bagi industri telekomunikasi, tapi dampaknya terhadap masyarakat sangat terasa, dimana telekomunikasi kini tidak lagi dianggap sebagai barang mahal.
Sedangkan dari sisi konten, Wirawan mengatakan, menggeliatnya penggunaan media sosial seperti Facebook dan Twitter serta munculnya aplikasi chat seperti BlackBerry Messenger (BBM) dan WhatsApp menjadi pendorong utama penetrasi data di Indonesia. “Meskipun perilaku digital masyarakat Indonesia menunjukkan tren yang meningkat, faktanya infrastruktur telekomunikasi di Indonesia belum terbangun secara merata,” katanya.
Pembangunan infrastruktur yang massif, Wirawan menilai, hanya terlihat di kawasan Jawa dan Sumatera, sedangkan di kawasan timur Indonesia infrastruktur telekomunikasi yang ada masih jauh dari memadai. Akibatnya jelas, kesenjangan digital sangat nyata terjadi di Indonesia. APJII mencatat bahwa 70 juta pengguna internet Indonesia berpusat di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali. Sedangkan total semua pengguna internet di Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua hanya sebesar 5.9 juta.
“Fakta ini pun juga terlihat dari posisi Indonesia di sejumlah index yang dikeluarkan berbagai lembaga, seperti Networked Readiness Index (NRI) dan GSMA Mobile Connectivity Index. Posisi Indonesia masih kalah jauh bahkan bila dibandingkan oleh negara-negara ASEAN seperti Malaysia dan Thailand,” tutur Wirawan
Tren Ekonomi Digital di Indonesia
Terlepas dari pembangunan infrastruktur yang belum merata, industri ekonomi digital di Indonesia bisa dibilang sangat menggeliat. Hal ini ditandai dengan tumbuh pesatnya berbagai perusahaan rintisan (start-up) yang berbasis aplikasi.
Data dari situs startupranking.com mencatat bahwa saat ini terdapat 1463 start-up di Indonesia. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah start-up terbesar ketiga di dunia, hanya kalah dari Amerika Serikat dan India.
Menariknya, tren pertumbuhan start-up ini dipelopori oleh para generasi muda yang memiliki semangat sociopreneurship, yakni bagaimana mereka dapat menyelesaikan berbagai masalah yang ada di masyarakat serta memberikan dampak yang signifikan lewat medium teknologi. Salah satu contohnya adalah bagaimana Nadiem Makarim mendirikan Go-Jek untuk mempermudah masyarakat dalam mendapatkan moda transportasi ojek yang cepat dan dapat diandalkan.
Contoh lain adalah William Tanuwijaya, CEO Tokopedia yang awalnya punya visi untuk mempermudah siapapun agar dapat memulai bisnis mereka sendiri lewat medium internet. Ekonomi digital memang memiliki dampak yang signifikan terhadap pembangunan di Indonesia.
Laporan dari Oxford Economics (2016) menyebutkan, bahwa keberadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan jumlah lapangan kerja di Indonesia. Secara khusus, setiap 1 persen peningkatan penetrasi mobile diproyeksikan menyumbang tambahan 640 juta US Dollar kepada PDB Indonesia serta membuka 10.700 lapangan kerja baru pada tahun 2020.
Presuhaan-perusahaan startuppendorong ekonomi digital (Ilustrasi : typodea.com)
Kontribusi sektor TIK makin terasa signifikan terhadap PDB Indonesia, mengingat sektor TIK menyumbang 7.2 persen dari total PDB Indonesia. Walaupun angka ini masih jauh dibandingkan sektor lain, namun sektor TIK mengalami pertumbuhan sekitar 10 persen yang merupakan pertumbuhan terbesar dibandingkan sektor lain. Pertumbuhan ini pun juga jauh lebih besar dibandingkan pertumbuhan rata-rata PDB nasional yang hanya 5 persen. Maka tidak mengherankan jika pemerintah Indonesia menaruh perhatian yang besar terhadap sektor ekonomi digital.
Lantas, apa saja tren pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia? Setidaknya terdapat 3 sektor yang sedang mengalami pertumbuhan pesat, yaitu on-demand services, financial technology (fintech), dan e-commerce. Di sektor on-demand services, Go-Jek menjadi pelopor utama dengan layanan pemesanan ojek berbasis aplikasi. Meskipun sudah berdiri sejak 2010, namun Go-Jek sendiri baru merilis aplikasi pada tahun 2015, dan sejak saat itu pertumbuhan layanan berbasis on-demand menjadi tumbuh pesat di Indonesia. Mengusung slogan an ojek for every need, Go-Jek memfasilitasi hampir semua layanan secara on-demand, mulai dari pengiriman barang, pemesanan makanan, bahkan hingga hal-hal yang tak terpikirkan sebelumnya seperti jasa cuci mobil dan bersih-bersih rumah.
Dampak yang ditimbulkan Go-Jek sangat signifikan. Dampak positifnya sudah jelas, Go-Jek mendorong pertumbuhan lapangan kerja baru yang menjanjikan yang dapat memberikan pemasukan lebih dibanding industri konvensional dengan jam kerja fleksibel. Selain itu, Go-Jek juga mencoba menjadi solusi atas absennya pemerintah dalam menyelesaikan masalah kemacetan dengan menawarkan mobilitas yang tinggi. Namun, banyak pula dampak disruptif yang ditimbulkan Go-Jek, terutama terhadap para ojek dan taksi konvensional.
Penghasilan yang menurun dan kompetisi yang dirasa tidak adil menjadi pemicunya, sehingga banyak terjadi penolakan di daerah-daerah bahkan sampai berujung anarkis. Pemerintah pun berusaha turun tangan dengan meregulasi para pemain baru ini, namun regulasi yang ada terkesan terlalu berpihak kepada para pemain lama. Menarik untuk diikuti bagaimana dinamika kedepannya, mengingat tren layanan seperti ini masih akan tumbuh pesat dalam beberapa tahun kedepan.
Industri Fintech juga menjadi salah satu primadona yang sedang berkembang pesat di Indonesia. Laporan dari DailySocial mencatat bahwa dalam dua tahun terakhir pertumbuhan fintech start-up mencapai 78%, dan sebagian besar fokus di sektor pembayaran. Hal ini wajar mengingat fakta bahwa saat ini hanya 36% dari orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening di bank. Padahal, teknologi finansial adalah enabler penting bagi kesuksesan ekonomi digital.
Selain itu, dampak dari fintech sendiri sangat terasa dalam hal mempromosikan layanan finansial yang inklusif. Dengan adanya fintech, masyarakat dapat melakukan pembayaran lewat pulsa telepon ataupun lewat minimarket secara mudah dibanding harus melakukan transfer lewat bank. Menyadari pertumbuhan industri fintech ini, pemerintah lewat Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersikap sangat supportif dengan menyusun peraturan mengenai peer-to-peer Fintech lending serta membuka Bank Indonesia Fintech Office (BI FTO) untuk memantau segala dinamika pertumbuhan industri fintech di Indonesia.
E-commerce juga menjadi industri yang mengalami pertumbuhan signifikan di Indonesia. Hal ini didasari fakta bahwa 8 juta masyarakat Indonesia sudah berbelanja secara online dan diprediksi terus meningkat. Perilaku konsumtif dan digital dari masyarakat Indonesia, ditambah meningkatnya jangkauan pasar menjadi pendorong utama. Tren ini pula yang membuat banyak pemain yang selama ini berjualan secara offline turut membuka toko online.
Meski begitu, sektor e-commerce di Indonesia baru berkontribusi sebesar 0.8% dari total penjualan ritel, jauh dibawah Tiongkok (11%) dan Amerika Serikat (8%). Untuk itu, sesuai visi ekonomi digital 2020 yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, Indonesia mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mendukung ekosistem e-commerce di Indonesia, seperti Paket Kebijakan Ekonomi 14 tentang peta jalan e-commerce, 1 juta domain name gratis, digitalisasi 50 juta UKM, dan gerakan 1000 start-up digital.
Melihat potensi yang besar di Indonesia, menurut Wirawan, Visi Ekonomi Digital Indonesia 2020 bukanlah sebuah mimpi yang tak mungkin dicapai.
M Riz
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.