Connect with us
Energi

Bupati Sampang Menagih Saham Partisipasi 10% dari Lapangan Gas BD Madura

Wakil Menteri ESDM Archandra Tahar memecahkan kendi pertanda mulai mengucurnya gas dari Lapangan Gas MD Madura(foto : bisnis.com)

Jakarta – Dengan berproduksinya Lapangan Gas BD Madura, Bupati Sampang Fadillah Budiono menagih saham partisipasi (participating interest/PI). Menurutnya, beroperasinya lapangan gas yang dioperatori Husky-CNOOC Madura Limited (HCML), diharapkan bisa memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat di Kabupaten Sampang, Jawa Timur.

Jangan sampai, kata Fadillah, masyarakat di sekitar lokasi proyek hanya bisa melihat wujudnya secara fisik saja. Karena itu, Fadillah berharap, agar PI10% dari proyek tersebut bisa ditawarkan kepada Pemerintah Daerah Sampang sehingga bisa memperkuat struktur keuangan.

Permintaan itu bukan tanpa dasar. Tapi memang diatur dalam Peraturan Menteri No.37/2016 tentang Ketentuan Penawaran participating interest (PI) 10% pada Wilayah Kerja Migas Bumi. Ketentuannya, sejak rencana pengembangan lapangan yang pertama kali (Plan of Development/PoD I) akan diproduksi berada di daratan atau lepas pantai sampai dengan 12 mil laut, kontraktor wajib menawarkan PI 10% kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

BUMD yang berhak mendapat tawaran, harus dimiliki seluruhnya oleh Pemerintah Daerah atau berupa perseroan terbatas dengan 99% sahamnya dimiliki Pemerintah Daerah. Lalu, statusnya disahkan melalui Peraturan Daerah, dan tidak melakukan kegiatan usaha selain pengelolaan PI untuk satu wilayah kerja.

Kontraktor pemilik saham partisipasi, dominan menanggung terlebih dahulu nilai saham partisipasi milik BUMD. Dengan demikian, BUMD bisa menyicil tanpa bunga nilai kepemilikan PI dan tetap mendapat penghasilan setiap bulan.

“Barangkali aturan PI  bisa membantu dan memperkuat struktur keuangan Pemerintah Daerah. Intinya, HCML mesti memberikan manfaat kepada rakyat Sampang. Jadi, bisa menikmati, tidak melihat saja,” ujarnya dikutip dari laman Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Jumat (22/9/2017).

Ladang Gas Madura 1

Lapangan Gas BD Madura mulai berproduksi (foto : bisnis.com)

Keinginan itu, disampaikan Fadillah dalam acara peresmian produksi pertama Lapangan BD Madura. Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan khusus lapangan migas di lepas pantai atau offshore, kepemilikan PI 10% diatur oleh Pemerintah Pusat apabila lapangan migas berada lebih dari 12 mil.

Sebaliknya, jika kurang dari 12 mil, Pemerintah Pusat akan melimpahkan wewenang kepemilikan PI 10% kepada Pemerintah Provinsi. “Sebelumnya PI itu harus dibayar oleh Pemerintah Daerah. Ini kita ubah dengan yang baru. Pemerintah Daerah tidak membayar secara langsung tapi lewat deviden yang diterima 10% dibayarkan kembali utangnya kepada operator,” jelas Arcandra.

Seperti diketahui, Lapangan BD Madura merupakan bagian dari Wilayah Kerja (WK) Madura Strait, yang berada 65 kilometer sebelah timur Surabaya dan 16 kilometer sebelah selatan Pulau Madura. Produksi gas pertama dari Lapangan BD Madura dimulai sejak Juli 2017 yang direncanakan mengalir selama 13 tahun dengan masa produksi puncak atau plateau selama 12 tahun.

Volume produksi gas dari lapangan yang ditemukan sejak 1997 itu, sebesar 100 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MMscfd) dan kondensat sebanyak 7.000 barel kondensat per hari. Sementara itu, cadangan gas sebesar 442 miliar kaki kubik (BSCF).

Produksi gas berasal dari empat sumur dengan kedalaman air 50 meter dan disalurkan melalui pipa bawah laut menuju fasilitas pemrosesan, penyimpanan, bongkar-muat terapung (floating production storage offloading/FPSO).

Butuh Waktu 30 Tahun

Ketika cadangan minyak dan gas bumi dari Lapangan Madura BD, Blok Madura Strait ditemukan pada 1987, gas dan kondensat baru bisa dihasilkan pada Juli 2017. Artinya, butuh waktu 30 tahun untuk menghasilkan gas.  Lamanya proses komersialisasi sebuah lapangan migas, rupanya menjadi perhatian Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. Menurutnya, pada era 1970-an, hanya butuh waktu 5 tahun untuk masuk tahap produksi migas sejak cadangan ditemukan.

“Sementara itu, ini (Lapangan BD) butuh waktu 30 tahun,” kata Archandra ketika meresmikan produksi gas pertama Lapangan Madura BD, Blok Madura Strait, Rabu (20/9).

Lokasi Lapangan BD ini, terletak di lepas pantai Selat Madura, yaitu sekitar 52 km di timur Pasuruan (Jawa Timur) dan 16 km di selatan Kabupaten Sampang, Pulau Madura. Lapangan tersebut memiliki cadangan gas sebanyak 442 miliar kaki kubik (bcf) dan kondensat 18,7 juta barel. Sementara itu, pada saat ini, kata Archandra, rerata untuk sampai tahap produksi membutuhkan waktu 15 tahun. “Ini soal efisiensi,” katanya.

Sebagai upaya untuk efisiensi di hulu minyak dan gas bumi, menurut Archandra, pemerintah memperkenalkan skema bagi hasil kotor (gross split) untuk menggantikan skema cost recovery. “Melalui gross split, proses procurement lebih cepat, ini akan efisien dan mengurangi cost,” katanya.

Selain gross split, pemerintah juga memberikan alokasi saham partisipasi 10% kepada pemerintah daerah untuk kontrak baru. Dengan adanya keterlibatan pemda, katanya, proses perizinan di daerah akan semakin cepat. “Biasanya ada penghalang, adanya peraturan daerah yang membuat proses bangun itu lambat,” pungkas Archandra.

M Riz

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Legislator Ingatkan Pentingnya Batas-Batas Wilayah dalam 27 RUU Kabupaten/Kota

Oleh

Fakta News
Legislator Ingatkan Pentingnya Batas-Batas Wilayah dalam 27 RUU Kabupaten/Kota
Anggota Komisi II DPR RI Kamran Muchtar Podomi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Kepala Daerah Kabupaten/Kota, Provinsi Aceh di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (20/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Kamran Muchtar Podomi mengingatkan pentingnya memasukan batas-batas wilayah dalam RUU Kabupaten/Kota yang saat ini sedang dibahas oleh panitia kerja (panja) 27 RUU Kabupaten/Kota. Menurutnya, terkait batas wilayah ini akan menyangkut berbagai hal lain, termasuk diantaranya mengenai sumber daya alam (SDA).

”Kemudian menjadi sangat penting, karena kalau sekarang dulunya bareng ini. Tapi kalau sudah menyangkut sumber daya, berantem ini. Jadi sebaiknya kalau itu harus jelas dimuat di dalam undang-undang. Hubungannya langsung dengan RTRW (Rancang Tata Ruang Wilayah), dengan DAO (Decentralized Autonomous Organization). Ya, jadi itu harus, di undang-undang itu harus clear, batas-batas wilayah. Tidak boleh kita biarkan,” kata Karman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Kepala Daerah Kabupaten/Kota, Provinsi Aceh di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (20/5/2024).

Politisi Fraksi Partai NasDem ini mengungkapkan, hal serupa pernah terjadi di Dapilnya, yang mana karena perebutan batas wilayah beberapa kepala daerah setempat sampai membawa kasus tersebut ke Mahkamah Agung.

”Karena di provinsi saya pengalaman, Pak. Nanti para bupati datang sampai di mahkamah agung. Untuk mempersoalkan kepada Kemendagri terkait dengan batas-batas wilayah. Jadi ini sangat substantif dan penting agar saudara-saudara kita di Aceh tidak berantem hanya karena persoalan sumber daya alam terkait dengan batas-batas,” kata Legislator Dapil Sulawesi Utara ini.

Lebih lanjut, Kamran mengungkapkan, masalah lain bisa berlanjut jika sudah masuk unsur politik di dalamnya, sehingga nantinya berbagai putusan terkait batas wilayah tersebut menjadi tidak objektif. Untuk itu, Kamran meminta terkait batas wilayah haruslah tertera jelas di UU.

”Berdasarkan pengalaman batas wilayah ini penting, karena ini nanti unsur politiknya akan masuk, bupatinya dari warna ini, gubernurnya dari ini, nantinya keputusannya tidak akan objektif oleh sebab itu selesaikan sejak UU ini, jangan kita bertengkar oleh warna-warna,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Adang Tekankan Pentingnya Revisi Undang-Undang Narkotika

Oleh

Fakta News
Adang Tekankan Pentingnya Revisi Undang-Undang Narkotika
Anggota Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun. Foto: DPR RI

Jakarta – Sebagai upaya menangani permasalahan narkotika di Indonesia Anggota Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun, menyoroti urgensi revisi Undang-Undang Narkotika. Adang menekankan bahwa perkembangan jenis dan bentuk narkotika yang begitu pesat memerlukan penyesuaian regulasi agar penegakan hukum dapat berjalan efektif.

“Satu Undang-Undang yang perlu mendapat perhatian kita adalah masalah Undang-Undang Narkotika. Undang-undang yang ada saat ini tidak lagi memadai karena banyaknya macam narkotik yang telah berubah bentuk dan jenis, sehingga tidak tercantum dalam lampiran undang-undang yang ada sekarang. Oleh karena itu, diperlukan suatu perubahan,” papar Adang dalam rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Senin (20/5/2024).

Politisi dari Fraksi PKS ini juga menyoroti kondisi Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang mayoritas penghuninya adalah pengguna narkotika. “Kita juga tahu bahwa di LP hampir seluruh LP rata-rata 60-70 persen isinya adalah pengguna narkotik. Oleh karena itu, kita bersama pemerintah ingin bisa menyelesaikan masalah tersebut melalui usaha preventif dan represif, khususnya yang berhubungan dengan rehabilitasi,” ungkap Adang.

Dia menekankan pentingnya rehabilitasi bagi pengguna narkotika, terutama bagi anak-anak muda yang baru mencoba-coba dan bukan merupakan bandar. “Untuk anak-anak kita yang baru coba-coba, anak-anak kita yang memang bukan bandar, sebaiknya direhabilitasi. Karena pada saat mereka masuk ke Lembaga Pemasyarakatan, setelah keluar masih saja melakukan hal yang sama. Sehingga perlu suatu rehabilitasi dan pendidikan agar generasi muda kita di masa yang akan datang tidak terkena masalah narkotika,” jelas Adang.

Melalui upaya ini, Adang Daradjatun berharap dapat memberikan solusi jangka panjang yang lebih efektif dalam menangani masalah narkotika di Indonesia. Rehabilitasi yang baik diharapkan mampu memutus rantai ketergantungan narkotika dan memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk memiliki masa depan yang lebih baik.

Baca Selengkapnya

BERITA

Putu Rudana Supadma Suarakan Kearifan Lokal Lindungi Air Tetap Lestari

Oleh

Fakta News
Putu Rudana Supadma Suarakan Kearifan Lokal Lindungi Air Tetap Lestari
Wakil Ketua BKSAP DPR RI Putu Supadma Rudana saat menyampaikan sikap DPR RI dalam sesi pleno ke-2 pada agenda Pertemuan Parlemen dalam rangka Forum Air Dunia ke-10 Tahun 2024 di Nusa Dua, Bali, Senin (20/5/2024). Foto: DPR RI

Bali – Kolaborasi pemangku kepentingan, baik tingkat lokal, regional, dan internasional, harus diupayakan supaya isu air dan sanitasi bisa menjadi agenda politik negara. Pendekatan kearifan lokal yang diselaraskan dengan pemikiran maju serta kemauan untuk menerapkan inovasi terbaru menjadi penting untuk diterapkan.

Pernyataan ini diutarakan oleh Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana saat menyampaikan sikap DPR RI dalam sesi pleno ke-2 pada agenda Pertemuan Parlemen dalam rangka Forum Air Dunia ke-10 Tahun 2024 di Nusa Dua, Bali, Senin (20/5/2024). Ia sepakat bahwa air merupakan salah satu elemen vital yang bisa mewujudkan Tujuan Pembangunan yang Berkelanjutan (SDGs) menjadi nyata.

“Oleh karena itu, semua sektor, termasuk dunia usaha, pemerintah, parlemen, dan masyarakat sipil harus berpartisipasi aktif dan bekerja sama untuk memastikan pengelolaan dan alokasi sumber daya air yang lebih baik,” tegas Putu dalam sesi tersebut.

Di sisi lain, dirinya menyadari bahwa setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang, memiliki prioritas agenda politik yang berbeda. Walaupun begitu, memperoleh hak atas air layak dan bersih merupakan kebutuhan dasar yang tidak bisa dipungkiri oleh setiap negara.

Melalui sesi ini, setiap perwakilan parlemen dunia yang hadir perlu membuka diri dengan berbagai pengalaman, wawasan, dan masukan. Upaya ini patut diterapkan, menurutnya,  karena akan menjadi jembatan antarnegara supaya kebijakan yang nantinya dilahirkan bisa menciptakan solusi yang mangkus dan sangkil.

Menutup pernyataan, Putu menekankan kearifan lokal yang telah dilakukan oleh penduduk setempat selama ratusan tahun demi melindungi kelestarian air harus didukung oleh multipihak. Maka, ia meminta dukungan sejumlah pemangku kepentingan agar peduli sekaligus melindungi kearifan lokal tersebut dengan mengambil sikap melalui regulasi dan hukum.

“Saya pikir mungkin (kearifan lokal) ini penting bagi lembaga-lembaga tertentu, baik eksekutif, legislatif, atau mungkin internasional, untuk memberikan perlindungan hukum terhadap upaya pelestarian sumber air yang didasarkan pada norma-norma lokal,” tandas Ketua Kaukus Air DPR RI itu.

Baca Selengkapnya