Connect with us

Bima Arya Sampaikan Protokol Kesehatan Bagi Masjid, Ini Isinya

Wali Kota Bogor Bima Arya

Bogor – Wali Kota Bogor Bima Arya menyampaikan poin-poin protokol kesehatan bagi pelaksanaan kegiatan keagamaan di rumah ibadah, khususnya masjid di Kota Bogor. Masjid-masjid diperkenankan melakukan kegiatan keagamaan dengan syarat pengawasan ketat dari Gugus Tugas dengan menerapkan protokol pencegahan penyebaran Covid-19.

Dalam keterangan resminya melalui saluran online, Kamis (28/5/2020), Bima Arya  terlebih dahulu menyampaikan perkembangan terkini penanganan Covid-19 di Kota Bogor.

“Data covid per hari ini tidak ada penambahan kasus positif selama lima hari terakhir. Jumlahnya kasus positif tetap 111 orang dengan pasien sembuh 45 orang, masih dalam perawatan di rumah sakit 51 orang dan 15 orang meninggal. Jadi, hari ini kurvanya melandai. Mudah-mudahan dengan ikhtiar kita, kita bisa pertahankan tren seperti ini,” ungkap Bima Arya.

Ia menambahkan, Pemerintah Kota Bogor meyakini bahwa Covid-19 ini adalah ujian yang maha berat.

“Kita semaksimal mungkin melakukan ikhtiar tetapi usaha manusia ada batasnya. Ikhtiar manusia juga ada ujungnya. Bagaimanapun juga ketika dokter berusaha untuk mengobati, ketika Pemkot berikhtiar untuk melakukan pengawasan, ketika seluruh elemen di kota berikhtiar semaksimal mungkin untuk mengamankan, tetapi yang menyembuhkan, yang menghilangkan penyakit tidak lain dan tidak bukan adalah sang pencipta, Allah SWT,” ujarnya.

Karena itu, lanjut Bima, Pemkot Bogor mengajak kepada semua warga untuk terus bermunajat memohon kepada Tuhan yang maha Esa agar diberikan kekuatan, agar kita diberikan kesabaran untuk bisa melewati masa yang sangat berat ini.

“Pemkot bersama-sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI), menyepakati untuk merumuskan suatu protokol kesehatan untuk meminimalkan penyebaran (Covid) agar rumah ibadah bisa tetap melaksanakan aktivitas keagamaan,” ujar Bima.

“Saya juga sudah menandatangani Surat Edaran Wali Kota tentang kegiatan keagamaan, khususnya di masjid. Tetapi pada prinsipnya, seluruh rumah ibadah termasuk juga gereja, vihara, pura, kita minta untuk memberlakukan protokol kesehatan yang sangat ketat. Jadi, bagi gereja atau masjid dan rumah ibadah lainnya yang siap dengan protokol kesehatan yang ketat, Insya Allah akan diizinkan untuk melakukan kegiatan ibadah secara bersama-sama,” tambahnya.

Bima mengatakan, masjid yang diperkenankan melakukan kegiatan keagamaan adalah yang mengikuti pedoman-pedoman dalam Surat Edaran. Pengurus DKM bisa mengirimkan permohonan kepada kelurahan untuk kemudian disampaikan kepada pemerintah kota untuk diputuskan masjid-masjid yang bisa diawasi dan diberlakukan ibadah bersama.

Adapun protokol kesehatan bagi rumah ibadah antara lain: menyediakan sarana cuci tangan pakai sabun, melakukan pemeriksaan suhu tubuh jamaah, wajib menggunakan masker bagi pengurus maupun jamaah, membawa sajadah masing-masing, tidak berjabat tangan dan berpelukan, menerapkan jaga jarak antara sesama jamaah sekitar dua meter, dianjurkan membaca ayat-ayat pendek, mempersingkat pelaksanaan khutbah, tidak berdesakan ketika masuk atau keluar masjid, dan juga dianjurkan membaca Al Quran dari gawai atau mushaf pribadi.

Bagi jamaah yang kurang sehat atau memiliki gejala demam, batuk, flu atau sesak nafas tidak diperkenankan untuk berjamaah di masjid.

“Kebijakan ini juga diprioritaskan bagi masjid di pemukiman warga, warga sekitar masjid bisa melakukan ibadah di masjid tersebut. Kita juga mengimbau agar dalam pelaksanaan ibadah di masjid tidak mengajak anak-anak di bawah 15 tahun dan juga lansia diimbau untuk tetap beribadah atau sholat di rumah,” jelasnya.

Di tempat yang sama, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Bogor KH Ade Sarmili mengaku bersyukur bahwa pemerintah dalam hal ini Wali Kota Bogor sudah memberikan gambaran protokol kesehatan dan diyakini masjid-masjid sudah ada yang siap dengan protokol tersebut.

“Pemerintah memberikan kebijakan ini bukan berarti bisa bebas, tetapi ada persyaratan-persyaratan tertentu yang dilakukan oleh masjid. Tujuannya agar penyebarannya tidak kemudian menjadi kluster baru di tengah masyarakat. Bila masjid sudah siap dengan protokol kesehatan yang disampaikan Pak Wali itu silahkan dibuka,” ungkap Ade Sarmili.

“Kalaupun ada masjid yang tidak memiliki syarat protokol kesehatan, Islam memiliki keringanan yang lain, yakni sholat Jumatnya diganti dengan sholat Dzuhur seperti sebelumnya. Yang kedua, bagi masyarakat yang sudah diindikasikan sakit, atau dia khawatir terpapar virus maka boleh tidak melaksanakan sholat Jumaat atau solat berjemaah lainnya di masjid tapi mengganti dengan solat di rumah. Inilah kemudahan yang Allah berikan kepada umatnya, kepada hmabanya agar tidak mekasanakn diri terhadap ibadah yang dikerjakannya,” jelasnya.

Ade menambahkan, ada sekitar 80 persen masjid dari total sekitar 875 unit masjid di Kota Bogor yang sudah siap dengan protokol kesehatan.

“Sekitar 80 persen masjid sudah siap dengan protokol kesehatan. Khutbah dipersingkat, membaca surat pendek, didalam social distancing, pakai masker, cuci tangan, itu mereka sudah paham. Kalau sempurna mungkin tidak, tapi minimal sebagian persyaratan yang sudah siap. Kan perlu effort lain ketika ada peningkatan persyaratan, misalnya bilik desinfektan, perlu ada proses pembelian,” tandasnya.

Ade Sarmili juga mengatakan bahwa ibadah dengan kondisi physical distancing tetap sah.

“Ketika terjadi physical distancing saat beribadah tidak menjadi persoalan. Tetap sah sholatnya. DKM juga diminta untuk mengedukasi ini kepada jamaahnya,” pungkasnya.

 

(hed)

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya