Biaya Logistik Melambung Buntut Mandeknya Beleid Relokasi Peti Kemas Longstay
Jakarta – Pengguna jasa dan pemilik barang impor di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, protes. Mereka mendesak pengelola terminal peti kemas ekspor impor segera merelokasi peti kemas impor yang sudah clearance kepabeanan atau sudah mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB) atau longstay, untuk mengurangi beban biaya logistik.
Sekretaris DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Adil Karim mengatakan belum berjalannya kegiatan relokasi peti kemas sudah SPPB atau longstay di pelabuhan itu, mengakibatkan biaya logistik penanganan kargo impor di pelabuhan Priok terus meningkat.
Padahal, menurut dia, pelaksanaan relokasi peti kemas impor longstay itu sudah diatur melalui Permenhub No: 25 Tahun 2017 tentang perubahan atas peraturan menteri perhubungan nomor PM 116 tahun 2016 tentang pemindahan barang yang melewati batas waktu penumpukan (long stay) di pelabuhan utama Belawan, pelabuhan utama Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Makassar.
Beleid itu, juga diperkuat dengan adanya peraturan Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok No:UM.008/27/11/OP.TPK.2017 tanggal 9 Oktober 2017 tentang perubahan atas peraturan kepala kantor otoritas pelabuhan utama Tanjung Priok No:UM.008/31/7/OP.TPK.2016 tanggal 10 november 2016 tentang tata cara pemindahan barang yang melewati batas waktu penumpukan (long stay) di pelabuhan Tanjung Priok.
“Kami sudah menghitungnya. Kalau barang yang sudah SPPB direlokasi keluar pelabuhan atau ke depo buffer, biayanya lebih murah ketimbang kami harus menanggung tarif penumpukan yang sifatnya progresif bahkan kena pinalti di lini satu pelabuhan. Ini bisa mengurangi biaya logistik bagi pemilik barang,” ujar Adil kepada Bisnis pada Selasa (24/10/2017).
Dia juga prihatin dengan kondisi aturan setingkat Permenhub dan Kepala OP Tanjung Priok tidak bisa segera berjalan di pelabuhan, lantaran pengelola terminal peti kemas takut kehilangan pendapatan dari biaya storage penumpukan yang bersifat progresif.
“Kami selaku pengguna jasa mendukung adanya beleid itu karena sudah kami lakukan kajian secara komprehensif bisa menekan biaya logistik secara nasional. Makanya ALFI dan GINSI bersedia menandatangani kesepakatan tarif layanan relokasi peti kemas SPPB itu,” papar Adil.
Ketua BPD Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) DKI Jakarta Subandi mengemukakan tidak ada alasan bagi pengelola terminal peti kemas di Pelabuhan Priok untuk tidak mematuhi beleid tersebut.
“Kita mesti bersikap demi kepentingan nasional yang lebih luas dalam upaya menekan biaya logistik di pelabuhan sebagaimana program pemerintah saat ini,” ujarnya.
Fordeki Siap Menjadi Buffer
Wakil Dirut PT.Jakarta International Container Terminal (JICT) Riza Erivan menyatakan, akan menjalankan kegiatan relokasi peti kemas longstay sesuai beleid tersebut, namun pihaknya masih perlu waktu persiapan internal di manajemen terminalnya.
Dia juga mengatakan, manajemen JICT sudah membentuk tim internal yang akan melakukan survey untuk kesiapan depo mana saja yang akan dijadikan buffer peti kemas impor yang sudah SPPB dan tidak segera diambil pemilik barangnya atau longstay itu.
“Kami sudah berkordinasi dengan Fordeki (Forum Pengusaha Depo Kontener Indonesia) pekan lalu. Dalam kesempatan itu disebutkan dari sembilan depo anggota Fordeki yang sudah siap sepenuhnya menjadi buffer, ada tiga depo. Tim kita akan survey lapangan depo itu. Semestinya pekan ini sudah dilakukan survey tersebut nanti saya cek lagi,” ujarnya.
Saat ini, di Pelabuhan Tanjung Priok terdapat lima pengelola terminal peti kemas ekspor impor yang wajib menjalankan relokasi barang longstay sesuai dengan amanat Permenhub No: 25 Tahun 2017 dan peraturan Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok No:UM.008/27/11/OP.TPK.2017 tanggal 9 Oktober 2017.
Sebelumnya, Ketua Umum Fordeki Syamsul Hadi mengatakan untuk mendukung dwelling time di Priok tersebut, perusahaan/operator depo anggota Fordeki sudah menyiapkan depo back up area seluas kurang lebih 15 Ha di daerah Marunda dan Cakung Cilincing untuk menampung relokasi peti kemas yang sudah clearance pabean/SPPB atau longstay dari pelabuhan Priok.
Berdasarkan catatan, pada 16 Agustus 2017 telah ditandatangani kesepakatan mekanisme dan tarif pelayanan relokasi peti kemas impor yang sudah clearance kepabeanan atau longstay antara Ketua Umum Fordeki Syamsul Hadi dengan Ketua ALFI DKI Jakarta Widijanto dan Ketua BPD GINSI DKI Jakarta Subandi, yang disaksikan Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok I Nyoman Gde Saputra.
Kesepakatan tersebut menyangkut tarif relokasi barang impor yang sudah SPBB dari terminal peti kemas ke depo anggota Fordeki untuk peti kemas ukuran 20 feet Rp1 juta per boks dengan perincian moving Rp750.000 per boks dan lift on-lift off (lo-lo) Rp.250.000 per boks.
Sedangkan untuk ukuran 40 feet dikenakan Rp1,4 juta per boks dengan perincian moving Rp.950.000 per boks dan lo-lo Rp.450.000 per boks. Untuk kedua layanan itu juga dikenai biaya administrasi Rp.100.000 per peti kemas.
M Riz
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.