Connect with us

Bamsoet Minta RS Khusus Covid-19 Ditambah untuk Percepat Penanganan Pandemi

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat memberikan bantuan 5.000 pack alat rapid test kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Jumat (12/6)

Jakarta – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan penanganan kasus COVID-19 masih perlu perhatian yang serius. Pasalnya, berdasarkan update data beberapa hari terakhir, jumlah kasus positif harian secara nasional mengalami kenaikan bahkan hingga di atas 1.000 kasus per hari.

“Salah satu upaya yang sangat krusial dalam penanganan pandemi COVID-19 adalah ketersediaan sarana dan prasarana medis. Khususnya, ketersediaan rumah sakit khusus COVID-19. Saat ini daya tampung rumah sakit yang ada belum memadai jika dibandingkan dengan jumlah pasien yang membutuhkan,” ujar Bamsoet dalam keterangannya, Sabtu (13/6/2020).

Bamsoet mengatakan, penambahan rumah sakit khusus juga diperlukan dalam mempercepat penanganan COVID-19. Adapun rumah sakit khusus yang dimaksud terpisah dari rumah sakit yang melayani pasien umum yang tentunya dengan berbagai alasan dan pertimbangan.

“Ada beberapa alasan mengapa diperlukan penambahan rumah sakit khusus knockdowns (darurat) berdaya tampung luas agar dapat menampung, tidak saja pasien yang dapat menginap. Tapi dokter dan petugas medis juga bisa tinggal selama masa inkubasi di rumah sakit khusus knockdown atau darurat tersebut yang terpisah dari rumah sakit umum. Pertama¸ untuk mengurangi potensi penyebaran COVID-19. Jangan sampai rumah sakit justru menjadi jenis klaster baru penyebaran COVID-19, karena pasien penderita non-COVID-19 terpapar COVID-19 ketika berobat di rumah sakit umum yang juga melayani pasien penderita COVID-19,” jelasnya.

Lebih lanjut, Bamsoet memaparkan, alasan kedua rumah sakit khusus akan mempunyai protap dan SOP penanganan pasien yang seragam. Sehingga, memudahkan petugas medis dalam penanganan pasien dan pelayanan medis lebih cepat dilaksanakan.

Ketiga, pemisahan rumah sakit khusus knockdown yang terpisah dari rumah sakit umum akan membantu kondisi psikologis masyarakat pasien non-COVID-19 yang ingin berobat.

“Disadari atau tidak, saat ini banyak pasien non-COVID-19, semisal penderita diabetes, jantung dan penyakit berat lainnya, yang merasa was-was ketika berobat ke rumah sakit karena kondisi kesehatan yang rentan terpapar COVID-19,” ungkapnya.

Bamsoet meyakini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan mampu menyediakan lahan untuk rumah sakit khusus COVID-19. Terlebih Pemprov Jawa Barat telah membuktikan komitmennya dalam mengatasi pandemi COVID-19 secara serius serta didukung dengan potensi sumber daya yang memadai.

“Tugas kami adalah mendorong agar pemerintah pusat, dalam hal ini BNPB dan Kementerian PUPR bisa membangun rumah-rumah sakit darurat knockdown khusus penanganan COVID-19 yang bisa berpindah-pindah ke wilayah-wilayah zona merah di setiap provinsi, kabupaten dan kota di lahan yang sudah disiapkan pemerintah daerah,” katanya.

Menurut dia, kesiapan Pemprov Jabar dalam menangani pandemi COVID-19 sudah sangat baik. Pemprov Jabar mampu berkoordinasi dengan pemerintah pusat, khususnya melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, dan mempunyai komitmen yang kuat untuk mencegah penularan/transmisi COVID-19, antara lain melalui pelaksanaan rapid test secara masif.

“Akan sangat baik lagi apabila Pemprov Jabar memiliki rumah sakit khusus COVID-19 yang terpisah dari rumah sakit biasa dan memprioritaskan penggunaan rapid test kit produksi dalam negeri,” pungkasnya.

 

(zico)

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Polemik Pembatalan SK 500 Bidan PPPK Lulusan D4 Harus Segera Diselesaikan

Oleh

Fakta News
Polemik Pembatalan SK 500 Bidan PPPK Lulusan D4 Harus Segera Diselesaikan
Anggota Komisi IX DPR RI Dian Istiqomah, saat memberikan interupsi dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5/2023). Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Dian Istiqomah mendorong DPR untuk ikut andil dalam penyelesaian polemik pembatalan Nomor Induk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja bagi bidan pendidik atau bidan lulusan D4 di sejumlah daerah. Hal tersebut disampaikannya saat memberikan interupsi dalam Rapat Paripurna DPR RI Masa Persidangan V, di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5/2023).

“Saya memohon kepada ketua DPR RI untuk mendorong dengan segera SK PPPK dan NIP semua pelamar bidan pendidik yang dinyatakan sudah lulus PPPK tahun 2023 yang dibatalkan oleh BKN. Lebih dari 500 orang bidan seluruh indonesia yang menuntut hak mereka. Bahkan ada yang sudah bekerja selama seminggu kemudian SK nya ditarik lagi dan secara otomatis ditarik lagi dari pekerjaan mereka,” tutur Anggota Fraksi PAN tersebut.

Dian menilai polemik yang terjadi terhadap ratusan tenaga kebidanan ini sungguhlah miris. Disampaikannya, bidan merupakan salah satu garda terdepan percepatan penurunan stunting di tanah air. Bidan terjun langsung ke masyarakat untuk mengedukasi dan mensosialisasikan pencegahan stunting termasuk memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan balita.

“Program penurunan stunting di Indonesia diwujudkan dengan intervensi spesifik dan sensitif seperti pemantauan tumbuh kembang balita di Posyandu, imunisasi, pemberian vitamin A dan program makanan tambahan untuk anak maupun ibu hamil dan ini merupakan kerja dari bidan yang bertugas di seluruh indonesia. Mereka yang terjun langsung ke masyarakat,” kata politisi yang pernah berkarir sebagai tenaga kesehatan ini.

Terkait dengan polemik ini, Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (IBI) selaku organisasi profesi kebidanan di Indonesia telah melayangkan surat kepada Direktur Pembina dan Pengawasan pada Dirjen Tenaga kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pada surat tertanggal 23 Oktober 2023 tersebut PP IBI memperjuangkan status Bidan Ahli lulusan D4 Bidan Pendidik.

“Mari kita selamatkan generasi emas Indonesia dengan mencegah stunting dan menyelamatkan hak bidan seluruh indonesia,” tutup Dian.

Polemik ini dilatari dengan Bidan lulusan D4 atau Bidan Pendidik yang dinyatakan gugur pada tahap akhir proses seleksi tenaga kesehatan PPPK oleh BKN RI karena adanya Surat Edaran dari Kemenkes RI terkait kualifikasi D4 Bidan Pendidik yg dinilai tidak memenuhi kriteria. Padahal dalam ketentuan awal sebelum proses seleksi dilakukan, bidan lulusan D4 Pendidik terhitung memenuhi kriteria untuk melanjutkan proses seleksi dan diangkat menjadi tenaga kesehatan PPPK dengan jabatan fungsional Bidan Ahli.

Baca Selengkapnya

BERITA

Legislator Sampaikan Kekhawatiran Terhadap Wacana Penambahan Jumlah Kementerian

Oleh

Fakta News
Legislator Sampaikan Kekhawatiran Terhadap Wacana Penambahan Jumlah Kementerian
Anggota Baleg DPR RI Mardani Ali Sera, saat diwawancarai Parlementaria usai Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Mardani Ali Sera mengaku kaget karena adanya undangan agenda rapat Baleg untuk membahas revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara pada siang ini, Selasa (14/5/2024). Mardani pun berpendapat, terhadap wacana penambahan kementerian ini, reformasi birokrasi haruslah selalu diutamakan.

”Saya tetap berpendapat reformasi birokrasi harus dijalankan. Apa itu? miskin struktur, namun kaya fungsi. Kalau makin banyak kementerian khawatir akan susah koordinasi, susah sinergi, susah kolaborasi. Kalau ikut jalan reformasi birokrasi, mestinya kementerian justru mengecil, bukan membesar,” kata Mardani saat ditemui Parlementaria usai Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5/2024).

Politisi Fraksi PKS ini juga menyampaikan kekhawatirannya terkait wacana penambahan kementerian ini, yang dinilainya bisa mengganggu rencana Indonesia dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

”Saya cuma khawatir kalau makin besar berarti biaya pegawai akan makin besar, koordinasi sinergi akan makin sulit. Dan kita makin jauh dari reformasi birokrasi. Karena pembangunan institusi salah satu syarat. Malah ini bisa mengganggu rencana kita masuk OECD,” kata Anggota Komisi II DPR RI ini.

Meski demikian, dia menyerahkan sepenuhnya kepada presiden sebagai pemegang hak prerogatif untuk menyusun kabinet. ”Tentu itu hak prerogatifnya Presiden. Enggak tahu presiden terpilih atau presiden yang sekarang. Karena masa sekarang, mestinya itu kolaborasi kali ya. Yang saya melihatnya, besar kecilnya sangat tergantung dari kemampuan leadership sebetulnya,” pungkasnya.

Sebagai informasi, belakangan muncul isu jumlah kementerian akan ditambah pada masa pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Dari situ pula muncul wacana revisi UU Kementerian Negara akan dibahas di DPR.

Pasalnya, menambah jumlah kementerian maka harus merevisi UU Kementerian Negara yang didalamnya mengatur jumlah kementerian paling banyak 34. Dengan rincian, empat menteri koordinator dan 30 menteri bidang. Untuk diketahui, revisi UU Kementerian Negara masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) jangka menengah.

Baca Selengkapnya

BERITA

Pemerintah Diminta Buat Program Konkret atasi PHK

Oleh

Fakta News
Pemerintah Diminta Buat Program Konkret atasi PHK
Anggota Baleg DPR RI Obon Tabroni saat interupsi pada rapat Paripurna di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (5/14/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Obon Tabroni menyampaikan pendapatnya tentang maraknya peristiwa pemutusan hubungan kerja (PHK) pada awal 2024 di berbagai perusahaan. Menurutnya sebagian besar perusahaan yang merumahkan para pegawainya banyak dari perusahaan manufaktur.

Melihat fenomena ini, ia mendesak agar pemerintah segera membuat program konkret untuk mengatasi pengangguran. “Untuk itu persoalan ini agar bisa segera kita selesaikan, instansi terkait kementerian tenaga kerja, membuat program konkret terhadap persoalan yang ada,” papar Obon saat menyampaikan instruksinya pada rapat Paripurna di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (5/14/2024).

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat selama periode Januari-Maret 2024 sudah ada 2.650 pekerja yang terkena PHK di Jawa Barat. Sedangkan daerah tertinggi yang paling banyak merumahkan pegawainya ada di DKI Jakarta, yakni 8.876 pekerja. Disusul Jawa Tengah sebanyak 8.648 orang.

Obon berpendapat pemerintah belum maksimal dalam mengatasi maraknya persoalan PHK. Padahal seharusnya pemerintah memberikan jaminan bagi warga negara yang terkena PHK. “Apa yang harus dilakukan pemerintah tentu bersama dengan kita, pemerintah sudah mengeluarkan aturan tentang jaminan yang diberikan pemerintah kepada yang terkena PHK,” ujarnya.

Padahal saat ini sudah ada Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), jaminan sosial berupa uang tunai, informasi pasar kerja, dan pelatihan untuk pekerja atau buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). “Yang dalam hal ini pelaksanaannya belum maksimal, administrasi masih semrawut, termasuk juga pelatihan-pelatihan bagi saudara kita yang kena PHK, dan banyak lagi persoalan-persoalan lain,” ungkap Obon.

Baca Selengkapnya