Prabowo dan Koalisinya Tak Belajar dari Kesalahan Pilpres 2014
Jakarta – Pasangan calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subainto-Sandiaga Uno, serta tim suksesnya tak pernah belajar dari Pemilihan Presiden 2014. Cara sama masih mereka lakukan di Pilpres 2019, terutama usai hitung cepat dari lembaga survei ternama diumumkan.
Rasanya tidak berlebihan bila kita menyebut Pemilihan Presiden 2019 seperti ulangan Pilpres 2014. Kontestan utamanya sama, Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Hasil hitung cepat lembaga survei tepercaya juga hampir mirip. Perbedaannya hanya pada calon wakil presiden dan partai pengusung.
Seperti diketahui, hasil hitung cepat berbagai lembaga survei memenangkan Jokowi-Maruf Amin di Pilpres 2019. Persentasenya di rentang 54-55%. Sementara, Prabowo-Sandiaga Uno di rentang 45-46%.
Melihat hasil hitung cepat ini, Prabowo langsung menyatakan tak mau terima kekalahan. Ia menuding lembaga survei tersebut dibayar untuk mendukung salah satu paslon.
Selepas menuding, Prabowo langsung mendeklarasikan kemenangan. Bahkan, deklarasi kemenangan ini disampaikan tiga kali. Pertama, usai mengomentari hasil hitung cepat, ia menyebut dirinya dan Sandi menang 52 persen berdasarkan hitung cepat internal Badan Pemenangan Nasional.
Kali kedua, sore hari selepas pencoblosan (17 April), ia kembali mengumumkan kemenangan dan disertai sujud syukur. Kali ini angkanya meroket 62 persen. Itu berdasarkan hasil real count internal. Kali ketiga, pada 18 April, kali ini bersama Sandiaga Uno.
Sembari mengamati rekapitulasi di Komisi Pemilihan Umum, kubu Prabowo terus menyerukan bahwa ada kecurangan yang masif, terstruktur, dan sebagainya. Isu ini digaungkan oleh Prabowo, Hashim Djojohadikusumo (adik kandung Prabowo sekaligus Direktur Media dan Komunikasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, juru bicara, hingga akun robot di media sosial.
Baca Juga:
- Magnet Gus Dur Turut Bantu Jokowi-Maruf Menangi Jawa Timur
- Evaluasi Pemilu Serentak 2019 demi Kualitas Demokrasi di Indonesia
- Jokowi-Maruf Menang Telak di Taiwan
Déjà vu
Terdengar familier? Pasti. Lima tahun yang lalu, strategi serupa juga dilakukan oleh kubu Prabowo.
Saat itu, Prabowo berpasangan dengan Hatta Radjasa. Selepas hitung cepat oleh sejumlah lembaga survei diumumkan, Prabowo bersama Koalisi Merah Putih (koalisi pendukung Prabowo di Pilpres 2014) mengumumkan kemenangan.
Dasar Prabowo saat itu adalah empat hasil hitung cepat yang memenangkan dirinya dan Hatta Rajasa. Di antaranya, Puskaptis (52,05% untuk Prabowo-Hatta), Indonesia Research Center (51,11%), Lembaga Survei Nasional (50,56%), dan Jaringan Suara Indonesia (50,13%).
Prabowo sangat yakin dengan perhitungan 4 lembaga survei ini hingga dia sangat pede dengan kemenangannya. Ditambah lagi, perhitungan C-1 Pilpres 2014 yang dipercayakan oleh kader PKS menyebut Prabowo-Hatta menang dengan persentase 52,3 persen. Real count dari PKS itu ajaibnya juga dilakukan pada 9 Juli 2014, malam. Artinya, selisih 6 hingga 7 jam saja dari penutupan PKS
Prabowo pun melakukan sujud syukur dengan kemenangan yang berdasarkan dua informasi tersebut.
Sayang, 22 Juli 2014, hasil akhir di KPU berbeda dengan survei yang dipercaya Prabowo. Prabowo dinyatakan kalah tipis oleh KPU.
Saat itu, Jokowi-Jusuf Kalla dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2014 dengan 53,15% suara, sedangkan Prabowo-Hatta Rajasa mendulang 46,85%.
Angka ini hampir mirip dengan 7 lembaga survei yang memenangkan Jokowi-JK. Ketujuh lembaga survei yang memenangkan Jokowi-JK saat itu adalah Populi Center (50,95% untuk Jokowi-JK), CSIS (51,9%), Litbang Kompas (52,33%), Indikator Politik Indonesia (52,95%), Lingkaran Survei Indonesia (53,37%), RRI (52,68%), dan SMRC (52,91%).
Tuding Membabi Buta Penyelenggara Pemilu
Lima tahun yang lalu pun sama dengan sekarang. Selepas pengumuman resmi dari KPU saat itu, kubu Prabowo langsung menuding adanya kecurangan sistematis, masif, dan terstruktur.
Tudingan itu dilayangkan Prabowo dan koalisinya di hadapan awak media melalui konferensi pers. Saat itu pula, Prabowo menarik diri dari Pilpres 2014.
“Kami menarik diri dari proses yang berlangsung,” tutur Prabowo dalam konferensi pers dan disertai takbir oleh pendukungnya, 22 Juli 2014.
Kubu Prabowo menggugat hasil Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi. Mereka membawa data kecurangan di 52.000 tempat pemungutan suara dengan melibatkan 21 juta daftar pemilih tetap. Gugatan ini dimentahkan oleh MK. Prabowo harus gigit jari dan menerima kekalahan tipis dari Jokowi-JK.
Pada Pilpres 2019 ini, mereka kembali melakukan hal sama. Kali ini kubu Prabowo menyebut ada 17,5 juta DPT bermasalah dan 1.200 temuan kecurangan.
Mereka juga sudah menggerakkan massa untuk unjuk rasa di depan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Simpatisan Prabowo ini meminta DKPP menyatakan Pemilu 2019 curang. Mesin-mesin robot juga sudah digerakkan untuk menggalakkan narasi pemilu curang.
Tak Mau Belajar dari Pilpres 2014
Prabowo dan kroninya seperti tak belajar dari kesalahan dan kekalahan Pilpres 2014. Mereka tidak bisa membangun narasi positif saat masa kampanye. Kebalikannya, kubu 02 masih menggunakan narasi kampanye hitam. Jelas ini tak mendapatkan simpati bagi pemilih mengambang.
Kesalahan itulah yang paling fatal. Pasalnya, Prabowo punya waktu lima tahun untuk menyiapkan amunisi demi melawan petahana. Justru, ia menggunakan amunisi lama dengan lebih masif yang justru tak mempan.
Ketika kalah hitung cepat, Prabowo juga tak mau bercermin dari Pilpres 2014. Mereka malah menuding dengan narasi yang sama seperti pemilu 2014.
Seharusnya, Prabowo lebih bisa menunjukkan sikap negarawan. Dengan begitu simpati bisa datang. Bukan malah teriak-teriak tanpa pembuktian valid dan rigid. Apa yang beredar saat ini tak lebih dari asumsi. Menengok Pilpres 2014, kubu Prabowo akan terus meneriakkan narasi kecurangan hingga putusan di MK.
Untuk menjaga pesta demokrasi ini, KPU dan Bawaslu harus tetap bekerja secara transparan tanpa terpengaruh narasi kubu Prabowo. Selama belum ada bukti-bukti dan keberatan di proses hukum, apa yang diutarakan oleh Prabowo dan koalisinya hanya sebatas asumsi.
Narasi fitnah tersebut harus diimbangi oleh narasi fakta-fakta di lapangan dan juga transparansi penyelenggara pemilu. Ini dilakukan agar pemilu di Indonesia lebih baik.
Dwi
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.