Connect with us
Internet Positif

Jerman Berlakukan Undang-Undang yang Mendenda Perusahaan Media Sosial Jika Tidak Menghapus Ujaran Kebencian

Parlemen Jerman telah mensahkan Undang-Undang yang memaksa atau menghukum perusahaan media sosial yang beroperasi di Jerman dengan denda hingga $57 juta jika mereka tidak menghapus komentar-komentar rasis, ujaran kebencian dan fitnah dalam waktu 24 jam.

Undang-undang tersebut menjadikan Jerman sebagai salah satu negara paling agresif di dunia barat untuk memaksa Facebook , Google, Youtube dan Twitter untuk menghapus pesan-pesan kebencian dan pesan ekstremis lainnya di platform digital mereka.

38064493_401

Menteri Kehakiman Jerman, Heiko Maas

Perusahaan teknologi dan pendukung kebebasan berbicara berpendapat bahwa ada garis tipis antara pandangan pembuat kebijakan mengenai ujaran kebencian dan kebebasan berekspresi adalah legal, dan jaringan sosial mengatakan bahwa mereka tidak ingin dipaksa untuk menyensors orang-orang yang menggunakan layanan mereka. Perusahaan Silicon Valley juga menyangkal bahwa mereka gagal memenuhi tuntutan negara untuk menghapus dugaan pidato kebencian secara online.

Tapi peraturan baru juga menimbulkan kritikan tentang kebebasan berekspresi. Kelompok digital dan hak asasi manusia, serta perusahaan itu sendiri, menentang undang-undang tersebut dengan alasan bahwa hal itu membatasi hak individu untuk kebebasan berekspresi. Para pengkritik juga mengatakan undang-undang tersebut mengalihkan beban tanggungjawab kepada penyedia layanan dari pada proses pengadilan.

Meski mendapat banyak kritik dan perlawanan, pihak berwenang Jerman tidak akan mundur untuk melaksanakan undang-undang tersebut. Pemerintah dan parlemen Jerman melihat peningkatan komentar rasis dan bahasa anti-imigran setelah kedatangan lebih dari satu juta migran, yang sebagian besar berasal dari negara-negara Muslim, sejak tahun 2015, dan Heiko Maas, menteri kehakiman yang menyusun draf undang-undang tersebut, mengatakan bahwa peraturan ini untuk memastikan peraturan yang diterapkan di dunia nyata akan sama berlaku di ranah digital. Dia juga dengan lantang mengatakan bahwa ujaran kebencian itu merusak tatanan sosial, kriminal dan bukan kebebasan berbicara.

“Dengan undang-undang ini, kami mengakhiri hukum rimba di internet dan melindungi kebebasan berekspresi untuk semua orang,” kata Maas. “Kami memastikan bahwa semua orang dapat mengungkapkan pendapat mereka secara bebas, tanpa dihina atau diancam.”

“Itu bukan batasan, tapi prasyarat untuk kebebasan berekspresi,” lanjutnya.

Undang-undang tersebut mulai berlaku pada bulan Oktober, kurang dari sebulan sebelum pemilihan nasional, dan akan berlaku untuk situs media sosial dengan lebih dari dua juta pengguna di Jerman.

Ini akan mewajibkan perusahaan termasuk Facebook, Twitter dan Google, yang memiliki YouTube, untuk menghapus konten yang ilegal di Jerman – seperti simbol Nazi atau penyangkalan Holocaust – dalam waktu 24 jam setelahnya diresmikan.

Undang-undang tersebut mengizinkan hingga tujuh hari bagi perusahaan untuk menghapus konten yang telah ditandai menyerang, memfitnah atau memicu kekerasan. Perusahaan yang terus-menerus gagal untuk mengatasi keluhan dengan terlalu lama untuk menghapus konten ilegal tersebut akan menghadapi denda, dimulai dari 5 juta euro atau $ 5,7 juta, dan bisa meningkat hingga € 50 juta.

Setiap enam bulan, perusahaan harus melaporkan secara terbuka jumlah keluhan yang mereka terima dan bagaimana mereka menanganinya.

Jerman memiliki beberapa undang-undang ucapan anti-kebencian paling ketat di dunia Barat, sebuah penelitian yang diterbitkan tahun ini menemukan bahwa Facebook dan Twitter gagal memenuhi target nasional untuk menghapus 70 persen ujaran kebencian dalam waktu 24 jam sejak diberitahu kehadiran Undang-Undang yang baru ini.

Laporan tersebut mencatat bahwa kedua perusahaan tersebut akhirnya menghapus hampir semua pidato kebencian ilegal tersebut, Facebook berhasil menghapus hanya 39 persen dalam waktu 24 jam, seperti yang diminta oleh pemerintah Jerman. Twitter memenuhi batas waktu itu dalam 1 persen kasus. YouTube bernasib jauh lebih baik, menghapus 90 persen konten yang ditandai dalam satu hari setelah diberi tahu.

Facebook mengatakan pada hari Jumat bahwa perusahaan tersebut memahami tujuan pemerintah Jerman dalam memerangi ujaran kebencian dan “telah bekerja keras” untuk menyelesaikan masalah konten terlarang. Facebook telah mengumumkan pada bulan Mei bahwa akan merekrut hampir dua kali lipat pegawai baru sekitar 7.500 orang di seluruh dunia yang bertugas membersihkan postingan yang ditandai. Mereka juga mencoba memperbaiki proses pelaporan oleh pengguna yang dapat melaporkan masalah, kata seorang juru bicara.

Twitter menolak memberikan komentar, sementara Google tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Kebuntuan antara perusahaan teknologi dan politisi paling rumit di Eropa, di mana hak kebebasan berekspresi kurang komprehensif dibanding Amerika Serikat, dimana pembuat kebijakan tunduk pada dominasi Silicon Valley tentang kehidupan digital di masyarakat.

Tapi kelompok advokasi di Eropa telah menimbulkan kekhawatiran atas undang-undang Jerman yang baru. Mirko Hohmann dan Alexander Pirang dari Institut Kebijakan Publik Global di Berlin mengkritik undang-undang tersebut karena “salah arah”karena terlalu menekan penyedia media yang paling bertanggung jawab terhadap konten yang melanggar hukum. Menurut mereka indentifikasi halal atau tidak dalam konten tidak boleh diserahkan ke perusahaan swasta.

Bahkan di Amerika Serikat, Facebook dan Google juga telah mengambil langkah-langkah untuk membatasi penyebaran pesan ekstrim online, dan untuk mencegah “berita palsu” beredar. Itu termasuk menggunakan kecerdasan buatan untuk menghilangkan material secara otomatis yang berpotensi ekstremis.

Pertanyaan selanjutnya. Bisakah Undang-Undang seperti ini diterapkan di Indonesia untuk mengantisipasi dan mencegah kerusakan tatanan dan harmoni masyarakat akibat ujaran kebencian di media sosial?

K.Rinaldi

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia

Oleh

Fakta News
DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel, saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – DPR RI, melalui Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel, meminta Jepang untuk menerima petani muda Indonesia untuk belajar bertani dengan metode smart farming di negara tersebut. Hal itu ia sampaikan saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024).

“Bukan untuk bekerja dan juga bukan untuk sekolah, tapi belajar praktik bertani yang baik dan berkualitas serta smart farming kepada petani muda Indonesia. Cukup satu tahun saja,” kata Gobel.

Gobel mengatakan, dunia sedangkan dihadapkan pada krisis pangan akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik dunia. Perubahan iklim berdampak pada hadirnya cuaca panas yang tinggi atau curah hujan yang berlebihan dan tidak pasti. Sedangkan, konflik geopolitik berdampak pada kenaikan harga pupuk yang tinggi.

“Semua itu berakibat Indonesia melakukan impor beras dengan jumlah yang sangat besar. Padahal Indonesia adalah negara agraris, memiliki lahan yang luas, tanah yang subur, dan jumlah petani yang besar. Namun faktanya Indonesia harus impor beras dari berbagai negara seperti Myanmar, Vietnam, Thailand, India, dan Cina,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem itu.

Di sisi lain, kata Gobel, Jepang adalah negara yang memiliki keunggulan teknologi sehingga bisa menghasilkan produktivitas pertanian yang besar dan kemampuan menghadapi perubahan iklim. Selain itu, katanya, produk pertanian Jepang dikenal dengan cita rasa yang lezat dan memiliki harga yang bagus. Ia juga meminta Jepang mengajarkan pembuatan pupuk organik dan smart farming. Teknologi penggilingan beras Jepang, katanya, juga menghasilkan beras yang berkualitas.

Walaupun sudah melakukan impor beras dengan jumlah sangat besar, kata Gobel, secara ironis harga beras di Indonesia tetap tinggi.

“Harga beras premium di Indonesia mendekati harga beras di Jepang. Padahal kualitasnya sangat berbeda. Tentu ini memprihatinkan,” kata pria yang pernah ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Utusan Khusus untuk Jepang tersebut.

Selain itu, katanya, karena jumlah petani di Indonesia sangat besar maka membangun pertanian akan secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia.

“Jumlah penduduk Indonesia juga sangat besar. Jadi memecahkan masalah kebutuhan pokok ini akan sangat fundamental bagi kemajuan dan stabilitas Indonesia. Untuk itu, saya berharap Jepang dan Indonesia bisa meningkatkan kerja sama yang lebih erat di bidang pertanian ini,” jelasnya.

Selain itu, Gobel juga menyampaikan tentang pentingnya Jepang membagi teknologinya dalam pengolahan air bersih. Hingga saat ini, katanya, masalah penyediaan air bersih yang sehat masih merupakan tantangan besar bagi Indonesia.

“Air bersih higienis sangat penting dalam mengatasi stunting dan penyakit kulit. Dua hal ini masih merupakan problem mendasar bagi masyarakat lapis bawah Indonesia dan bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Jepang memiliki kemampuan dan teknologi pengolahan air bersih yang sehat,” katanya.

Jika masalah pertanian dan penyediaan air bersih bisa diatasi Indonesia, kata Gobel, maka ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik lagi. “Ini tentu saja juga akan baik bagi ekonomi kawasan di Asia Tenggara dan akan memiliki dampak yang baik pula bagi ekonomi Jepang. Jadi ini kerja sama yang sifatnya saling menguntungkan,” katanya.

Adapun Delegasi Jepang itu dipimpin oleh Ketua Badan Riset Kebijakan LDP, Tokai Kisaburo. Sedangkan anggota delegasinya antara lain Ketua Harian Badan Riset Kebijakan LDP Shibayama Masahito dan Kepala Sekretariat Badan Riset Kebijakan LDP Nakai Toyoron. Hadir pula Wakil Dirjen untuk urusan Asia Tenggara dan Asia Barat Daya Kementerian Luar Negeri Jepang Hayashi Makoto serta Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasushi Masahi.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana

Oleh

Fakta News
Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta dalam foto bersama usai mengikuti pertemuan Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI di Denpasar, Bali. Foto: DPR RI

Denpasar – Tim Komisi III DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Reses ke Denpasar, Bali. Salah satu yang disoroti Komisi III dalam Kunker Reses ini adalah banyaknya turis yang melakukan tindakan penyimpangan, seperti pelanggaran adat maupun tindakan semena-mena lainnya. Tak ayal,  tindakan tersebut kerap menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta berharap kepada Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra agar penanganan yang bijak terhadap pelanggaran, sambil tetap memperhatikan dan menghormati adat serta budaya Bali.

Oleh karena, menurut I Wayan, bahwa Bali memiliki cara tersendiri untuk menangani turis yang berulah. Sehingga, tidak bisa serta merta langsung dilakukan deportasi.

“Karena bagaimana pun orang Bali hidup dari sektor pariwisata. Sehingga sudah tidak asing dengan keberadaan turis. Namun, jangan juga sampai terlalu lemah karena turis yang berulah akan mengotori pariwisata-pariwisata yang ada, sehingga malah Bali bisa jatuh perekonomiannya. Jadi harus dicari solusi yang bijak,” ungkap I Wayan dalam pertemuan di Denpasar, Bali, Jumat (3/5/2024).

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu pun menyampaikan apresiasinya terhadap Kapolda Bali beserta segenap jajarannya karena telah berhasil menangani banyak kasus dengan pendekatan restorative justice. Selain itu, Polda Bali juga dinilai telah bekerja sama baik dengan lembaga imigrasi yang berada di bawah lingkup Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Provinsi Bali dalam penanganan kasus penyimpangan turis.

“Saya juga tentunya mengapresiasi Kapolda Bali dan segenap jajaran atas kinerjanya. Bagaimana mereka mengawasi, serta menindak pelaporan-pelaporan yang ada rerlebih mengedepankan restorative justice sebagai jalan keluar penanganan kasus,” pungkasnya.

Menanggapi masukan tersebut, Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra juga sepakat dengan gagasan I Wayan Sudirta bahwa penanganan terhadap turis yang berulah harus dilakukan dengan hati-hati. Khususnya, mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor pariwisata dan kelestarian budaya Bali.

“Kami akan bekerja sama, jika diperlukan lintas sektoral untuk menemukan solusi yang menghormati adat, budaya, dan kepentingan ekonomi masyarakat Bali,” ujar Ida Bagus.

Kunjungan kerja reses ini diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju penanganan yang lebih baik terhadap turis nakal di Bali. Dengan pendekatan yang bijaksana dan kolaborasi lintas sektoral antara Kapolda Bali, institusi terkait, serta pemerintah daerah, diharapkan akan tercipta lingkungan pariwisata yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan bagi wisatawan dan masyarakat setempat.

Baca Selengkapnya

BERITA

Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP

Oleh

Fakta News
Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP
Anggota Komisi III DPR Johan Budi saat bertukar cenderamata usai Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024). Foto: DPR RI

Denpasar Komisi III DPR RI mengungkapkan kekhawatirannya terhadap meningkatnya modus operandi peredaran narkoba yang beralih ke ranah daring (online) melalui platform media sosial dengan menggunakan modus kamuflase. Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi III DPR Johan Budi dalam Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024).

“Menarik sekali yang disampaikan BNN Provinsi Bali. Mereka menjelaskan adanya jual beli narkoba melalui online. Nah ini cukup mengagetkan buat saya, kok bisa narkoba ini diperjual belikan melalui online, hal ini terungkap ketika BNNP Bali menangkap tersangka di lapangan,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, Johan Budi menekankan perlunya penguatan pada Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menghadapi perubahan modus operandi tersebut. Menurutnya, modus operandi peredaran narkoba akan selalu berubah-ubah. Untuk itu, perlu penguatan-penguatan kepada BNN agar lebih maksimal dalam memberantas peredaran narkoba ini. Selain itu, lanjutnya, kekurangan sumber daya manusia menjadi salah satu faktor, terutama di daerah, ada sebagian yang juga pegawainya atau penyidiknya cuma sedikit.

“Ini problem laten yang perlu segera diperbaiki. Saya sendiri ketika rapat dengan BNN di Komisi III mengusulkan, agar BNN ini diberi penguatan, termasuk penyediaan sumber daya manusia, infrastruktur yang ada di daerah, termasuk soal rehabilitasi,” pungkas Legislator Dapil Jatim VII ini.

Johan menambahkan, pusat rehabilitasi narkoba ini juga menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan restorative justice bagi para pengguna narkoba. Pengguna narkoba, tambahnya, di beberapa negara itu dikategorikan sebagai korban, bukan pelaku, bukan tersangka, sehingga pusat rehabilitasi menjadi penting. Jadi yang sebetulnya tersangka itu seharusnya pengedar dan bandar.

“Menurut saya untuk pengguna narkoba dapat diselesaikan melalui restorative justice, dengan mendapatkan kesempatan untuk dilakukan rehabilitasi medis ataupun sosial, tanpa harus menunggu putusan dari pengadilan,” tutup Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Johan berharap pertemuan Kunker Reses ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga terkait. Selain itu juga untuk mengimplementasikan strategi yang lebih efektif dalam mengatasi peredaran narkoba yang semakin canggih dan menyebar melalui platform digital. Langkah-langkah preventif dan represif yang terintegrasi diharapkan dapat mengurangi dampak negatif peredaran narkoba di masyarakat.

Baca Selengkapnya