Connect with us
Indonesia 72 Tahun

Menjaga Persatuan Bangsa dan Prioritaskan Pembangunan Infrastruktur

Presiden Jokowi ketika meninjau pembangunan jalan transpapua(foto : ksp.go.id)

Jakarta –  Menjaga serta merawat persatuan bangsa, menjadi kata kunci penting dalam pidato kenegaraan Presiden Jokowi  dalam rangka Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, pada Sidang Tahunan MPR Tahun 2017 di Gedung MPR/DPR/DPD Senayan, Jakarta, Rabu (16/8). Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan, pelajaran yang sangat penting dari sejarah bangsa Indonesia adalah kemerdekaan yang berhasil direbut, diraih, dan diproklamasikan karena semua anak-anak bangsa mampu untuk bersatu, bekerja sama, dan kerja bersama.

Modal persatuan Indonesia yang kokoh itu, tutur Jokowi masih dalam pidatonya, harus terus dijaga, dirawat, diperkuat. “Dan harus jadi pijakan kita bersama dalam menghadapi ujian sejarah berikutnya yaitu memenuhi janji-janji kemerdekaan,” kata Kepala Negara dalam pidatonya.

Janji kemerdekaan, menurut Presiden Jokowi, adalah mewujudkan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. “Saya percaya, tugas yang maha berat itu akan bisa kita tunaikan apabila kita semua mau bersatu, mau bekerja sama, mau kerja bersama,” katanya.

Kendati begitu, Presiden Jokowi mengingatkan, bahwa ke depan, bangsa Indonesia akan menghadapi tantangan yang tidak ringan. Bangsa Indonesia akan mengarungi samudera globalisasi sehingga harus berhadapan dengan dinamika perubahan yang sangat cepat. “Kita akan menghadapi kemajuan inovasi teknologi yang destruktif. Tapi, saya yakin dengan bersatu, kita akan bisa menghadapi semua itu. Karena bangsa kita adalah bangsa besar,” tuturnya.

Infrastruktur Tetap Prioritas

Sementara itu, terkait Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2018, yang dipaparkan Presiden Jokowi dalam Sidang Paripurna DPR, sehari sebelum perayaan HUT RI ke-72, menurutnya, pembangunan infrastruktur tetap menjadi program prioritas pemerintah pada tahun 2018. Hal itu, sebagai upaya mewujudkan keadilan sosial, pemerataan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Jokowi memaparkan untuk mendukung pertumbuhan pusat ekonomi dan pengembangan konektivitas antardaerah, pemerintah akan melaksanakan pembangunan jalan baru sepanjang 856 kilometer (km) dan pembangunan irigasi sepanjang 781 km. “Kemudian dalam rangka peningkatan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan fasilitas dasar lainnya akan dibangun dan rehabilitasi 61.200 ruang kelas, 853.000 sanitasi air limbah, dan pembangunan rumah susun sebanyak 7.062 unit bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Jokowi.

Jokowi memastikan semua elemen akan bergotongroyong membiayai mulai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), pemerintah daerah, maupun swasta melalui pengembangan pembiayaan kreatif seperti skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau non-KPBU. Salah satu anggaran yang disiapkan adalah dana transfer ke daerah dan dana desa yang mencapai Rp 761,1 triliun.

“Melalui DAK (Dana Alokasi Khusus) Fisik akan diarahkan untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur layanan publik, afirmasi kepada daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan, dan transmigrasi. Dana desa akan lebih diperkuat pemanfaatannya agar dapat memperluas pembangunan di desa, baik sarana maupun prasarana, dengan berbasis kinerja,” ungkap Jokowi.

Sementara di sisi lain, Jokowi mengingatkan agar setiap kementerian atau lembaga mengelola alokasi dana pembangunan dengan efisien sehingga tujuan pemerataan dan kesejahteraan rakyat bisa tercapai. “Korupsi dan pemborosan uang rakyat tidak boleh ditoleransi,” tegasnya.

Jokowi, juga memaparkan sejumlah capaian bidang infrastruktur selama periode 2015-2016 di antaranya, pembangunan jalan dan peningkatan kapasitas jalan nasional lebih kurang 7.000 km, penyelesaian pembangunan 4 bandara baru, serta pembangunan jalur kereta baru 199,6 km. Selanjutnya berhasil menyediakan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui pembangunan dan peningkatan kualitas Rumah Susun, Rumah Khusus, dan Rumah Swadaya sebanyak 210.500 unit.

“Sejak tahun 2015, pemerintah telah melakukan reformasi kebijakan subsidi agar lebih tepat sasaran serta melakukan penguatan program-program perlindungan sosial melalui perluasan cakupan bantuan tunai bersyarat Program Keluarga Harapan (PKH) yang semula 3,5 juta keluarga pada tahun 2015, menjadi 6 juta keluarga pada tahun 2017,” paparnya.

Ditambah lagi, dengan program DAK Fisik, pemerintah berhasil melakukan peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap infrastruktur dasar, seperti akses terhadap air minum meningkat sebanyak 386.700 sambungan rumah sampai dengan akhir tahun 2016. Selain itu, peningkatan presentase kemantapan jalan provinsi menjadi 71,8 persen, jalan kabupaten/kota menjadi 61,2 persen dan irigasi pertanian seluas 895.000 hektare.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR Michael Wattimena mengapresiasi Presiden Jokowiyang terjun langsung mengontol pembangunan ke beberapa daerah di Indonesia bagian timur. “Pak Jokowi telah lihat secara nyata di lapangan. Semoga apa yang beliau lihat bisa menambah pembangunan,” ucap Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat ini.

Terkait RAPBN, menurut Michael, kebijakan RAPBN 2018 yang disampaikan Presiden, terlihat positif untuk pembangunan di Maluku, Papua, Nusa Tenggara Timur hingga daerah di Kalimantan. “Kami lihat ada perhatian serius dari pemerintah,” ujarnya. Dia menambahkan, pola pembangunan yang selama ini Jawa sentris harus ditinggalkan. “Jadi pembangunan tak lagi di Jawa, tapi ke wilayah timur Indonesia,” tandasnya.

M Riz

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya