Connect with us

Upaya Perlindungan dan Pemenuhan Hak Disabilitas Psikosal, Sejauh Mana Penerapannya?

Jakarta – Dalam rangka peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2023, dan Peringatan Hari HAM Sedunia ke-75, Direktorat Jenderal HAM bekerjasama dengan YAKKUM dengan dukungan program INKLUSI (Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif), BfDW (Brot für die Welt) serta CBM Global akan menyelenggarakan forum multi pemangku kepentingan untuk mengkampanyekan perlindungan penyandang disabilitas psikososial/mental dari tindak kekerasan serta pemenuhan hak bagi semua orang yang mengalami masalah kesehatan jiwa termasuk penyandang disabilitas psikososial/ mental melalui Forum Multi Pemangku Kepentingan Isu Kesehatan Jiwa di Indonesia terkait Peran dan Kontribusi para Pihak dalam Upaya Menciptakan Lingkungan yang Mendukung Pemenuhan Hak dan Perlindungan Penyandang Disabilitas Psikososial dari Kekerasan.

Secara spesifik penyandang disabilitas psikososial/mental merupakan penyandang disabilitas yang rentan mengalami kekerasan. Kerentanan tersebut disebabkan karena beberapa faktor, salah satunya adanya stigmatisasi terhadap disabilitas psikososial/mental besar sehingga ada penolakan baik di tingkat keluarga maupun Masyarakat.

Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM RI, Dr. Dhahana Putra menyatakan bahwa upaya perlindungan dan pemenuhan hak disabilitas psikososial telah tercantum dengan adanya Pokja P5HAM yang telah disepakati sebagai grand design dan dikuatkan dengan adanya peta jalan P5HAM yang telah disahkan.

“Kegiatan ini menjadi momen yang sangat baik untuk menguatkan kerjasama pemerintah dan organisasi masyarakat untuk memastikan penguatan upaya pembebasan kekerasan dan menciptakan lingkungan yang mendukung, yang bebas dari kekerasan”.

Kegiatan yang dilaksanakan didukung oleh Program INKLUSI yang merupakan program kemitraan Australia – Indonesia yang berusaha untuk meningkatkan partisipasi kelompok marginal dalam pembangunan sosial-budaya, ekonomi, dan politik di Indonesia, serta manfaat yang mereka peroleh dari pembangunan tersebut. INKLUSI bekerja sama dengan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil untuk memajukan upaya mereka dalam mencapai kesetaraan gender, hak-hak penyandang disabilitas, dan inklusi sosial. Felicity Lane selaku First Secretary dari Kedutaan Australia untuk Indonesia dalam sambutannya juga menyatakan bahwa Indonesia dan Australia memiliki upaya yang sama untuk mengupayakan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas termasuk penyandang disabilitas psikososial.

“Pemerintah Australia sangat bangga dapat mendukung berbagai program kerja pemerintah Indonesia dan juga Organisasi Masyarakat Sipil dan Organisasi Penyandang Disabilitas. Besar harapan kami bahwa kerja sama lintas sektor bisa semakin diperkuat untuk memastikan perlindungan terutama bagi penyandang disabilitas psikososial untuk terbebas dari kekerasan”. – Felicity Lane, First Secretary, Australian Embassy Indonesia.

Ketua Pengurus YAKKUM dalam sambutannya juga mengatakan bahwa YAKKUM percaya bahwa Indonesia yang adil dan Sejahtera dapat terwujud jika semua pihak berpartisipasi aktif dan setara dalam mengupayakan kesejahteraan yang adil dan beradab tanpa memandang suku, agama dan latar belakang ekonomi dan afiliasi politik.

“Dalam rencana strategis YAKKUM yang ke 7 yang saat ini berjalan, salah satu misi YAKKUM adalah mewujudkan Pembangunan yang inklusif bagi seluruh ciptaan terutama bagi mereka yang terpinggirkan dan tidak mempunyai akses untuk pemenuhan hak – hak dasarnya sebagai manusia yang bermartabat, khususnya penyandang disabilitas termasuk disabilitas psikososial.” – Pdt. Simon Julianto, S.Th., M.Si., Ketua Pengurus YAKKUM.

Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang diwakili oleh Kepala Dinas Sosial Provinsi Yogyakarta, Endang Patmintarsih, S.H., M.Si, menyampaikan sambutan dari Gubernur DIY yang menyatakan bahwa Pemerintah DIY senantiasa berkomitmen dalam pemenuhan dan perlindungan untuk memastikan penyandang disabilitas menjadi pribadi mandiri dan berdaya. Pemerintah DIY menjadi salah satu pihak yang selama ini telah membangun kemitraan yang setara dengan organisasi Masyarakat sipil untuk memastikan pemenuhan hak bagi penyandang psikososial.

“Pemerintah DIY telah senantiasa berkomitmen dalam pemenuhan dan perlindungan dalam aspek bernegara untuk memastikan penyandang disabilitas menjadi pribadi yang mandiri dan berdaya. Hal ini menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan dan hak penyandang disabilitas.”

I Gusti Ayu Bintang Darmawanti, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI menjelaskan bahwa kegiatan yang dilakukan menjadi sarana dan penguat silaturahmi lintas sektoral untuk memastikan terbangunannya perlindungan bagi penyandang disabilitas terutama penyandang disabilitas psikososial.

“Kekerasan yang terjadi pada penyandang disabilitas tidak terungkap sehingga seringkali tidak terselesaikan. Adanya UU Kekerasan seksual yang saat ini bersifat komprehensif sehingga dapat menjamin kepastian hukum khususnya pada kelompok rentan khususnya penyandang disabilitas.”

Perwakilan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Andy Yentriyani juga mengatakan bahwa pembagian peran sesuai untuk penguatan tindak lanjut kedepan sangatlah penting.

“Besar harapan bahwa seminar hari ini akan menghadirkan butir-butir usulan konkrit yang dapat kita kerjakan bersama ke depan, dengan pembagian peran yang memungkinkan kita silang sumber daya dan saling menguatkan kewenangan yang mendorong perbaikan yang dimaksud dapat terwujud, melalui kerja bersama multipihak, pemerintah dan masyarakat, dari lokal ,nasional juga dengan kerjasama internasional .”

Direktur jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham RI, Reynhard Saut Poltak Silitonga menyatakan bahwa hari ini menjadi tanda dan menjadi hari dimulainya peningkatan peran dari berbagai sektor sekaligus menunjukkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan jiwa. HAM menjadi hak setiap manusia, sehingga kondisi termarginalkannya penyandang disabilitas tidak menjadi alasan untuk tidak mensejajarkan dengan orang lain.

“HAM menjadi hal yang melekat pada setiap manusia sehingga setiap orang perlu untuk punya pemahaman yang baik akan hak-hak sesama manusia. POKJA P5HAM menjadi landasan bagi KEMENKUMHAM untuk melakukan koordinasi dengan 17 kementerian dan memikirkan solusi yang inovatif untuk membangun kesadaran dan kolaborasi dengan setiap pihak untuk menyelesaikan permasalahan sistemik.”

Pusat Rehabilitasi YAKKUM adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat di Yogyakarta yang mempunyai mandat untuk mendukung orang-orang penyandang disabilitas untuk memenuhi hak-hak mereka dengan membangun masyarakat yang inklusif melalui layanan yang berkualitas, terjangkau dan terpadu. Informasi lebih lanjut mengenai Pusat Rehabilitasi YAKKUM dapat diakses di website www.pryakkum.org maupun sosial media (Facebook dan Instagram di @pryakkum)

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya