Connect with us

Berikan Penghargaan Adhikarya Pembangunan Pertanian, Wapres Ma’ruf Minta Komoditas Ekspor Ditingkatkan

Jakarta – Sepanjang tahun 2022-2023, sektor pertanian mampu mencukupi suplai beras bagi penduduk di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan adanya produksi beras pada 2022 yang tercatat lebih baik dari 2021, yaitu mencapai 31,5 juta ton. Sementara itu, pada tataran makro sektor pertanian tumbuh positif secara konsisten dengan jumlah ekspor produk pertanian pada 2022 berkisar Rp658 triliun.

Untuk itu, secara khusus Wakil Presiden (Wapres) K. H. Ma’ruf Amin meminta ekspor komoditas pertanian yang sudah berlangsung baik di Tanah Air dapat terus ditingkatkan oleh para pemangku kepentingan.

“Saya minta agar ekspor komoditas pertanian yang sudah baik ini dapat terus ditingkatkan,” tegas Wapres ketika memberikan Penghargaan Adhikarya Pembangunan Pertanian, di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan No. 6 Jakarta Pusat, Senin siang (14/08/2023).

Lebih lanjut, Wapres menyebutkan, keberhasilan bangsa dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga komoditas pangan tidak lepas dari penurunan tingkat inflasi dan masih berada pada batas yang terkendali.

“Turunnya inflasi antara lain karena keberhasilan kita menjaga stabilitas pasokan dan harga komoditas pangan,” jelas Wapres.

Di sisi lain, Wapres mengungkapkan, capaian tersebut tidak lepas dari dukungan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang telah membuat program peningkatan kapasitas petugas pertanian dan mendukung reformasi regulasi.

“Peran yang tidak kalah penting, yaitu dukungan pemerintah provinsi dan kabupaten, sebagai ujung tombak pelaksanaan pembangunan pertanian di wilayah,” tutur Wapres.

Pada kesempatan yang sama, Wapres mengapresiasi inisiatif Kementerian Pertanian atas pemberian Penghargaan Adhikarya Pembangunan Pertanian yang diberikan kepada para pemangku kepentingan.

“Saya juga menyambut baik inisiatif Kementerian Pertanian untuk pemberian Adhikarya Pembangunan Pertanian sebagai penghargaan atas dedikasi dan kerja keras Bapak/Ibu sekalian,” ujar Wapres.

Wapres pun memberikan ucapan selamat kepada penerima penghargaan, dan berharap pejuang di bidang pertanian dapat meningkatkan produktivitas dan sinerginya dalam mengatasi beragam tantangan untuk mencapai kesejahteraan.

“Saya mengucapkan selamat kepada para penerima penghargaan. Semoga penghargaan ini menambah motivasi, menginspirasi dan melipatgandakan semangat para pejuang pertanian untuk terus bekerja keras meningkatkan produktivitas pertanian dan kesejahteraan petani, membangun ekosistem pertanian yang makin baik, serta memperkukuh sinergi dalam mengatasi aneka tantangan pembangunan pertanian,” pesan Wapres.

Mengakhiri sambutannya, Wapres mengajak para pejuang pertanian untuk mempererat kerjasama untuk mewujudkan petani yang maju dan sejahtera.

“Mari kita wujudkan pertanian yang maju, petani yang sejahtera, menuju Indonesia makmur dan jaya,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyampaikan bahwa capaian pembangunan pertanian dapat berhasil berkat peranan pemerintah pusat dan daerah sehingga diperlukan apresiasi atas upaya dan kerja keras para pemangku kepentingan di sektor pertanian tersebut.

“Sebagai wujud apresiasi dan ungkapan terima kasih kepada para pihak yang selama ini sudah membuktikan dedikasi, kerja keras, curahan tenaga, pikiran, dan waktunya untuk menyukseskan pembangunan pertanian di negara kita,” tutur Yasin.

“Peran yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan pemerintah provinsi dan kabupaten sebagai ujung tombak pelaksanaan peningkatan produksi pangan dan pembangunan pertanian pada umumnya di masing-masing wilayah,” tambahnya.

Sebagai informasi, Penghargaan Adhikarya Utama diberikan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas.

Sementara, Penghargaan Adhikarya Nararya diberikan kepada Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman, Gubernur Sumatra Selatan Herman Deru, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah, Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi, Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nanik Murwati, Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Alex Denni, Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jarot Widyoko.

Selain itu, diberikan pula Penghargaan Adhikarya Pratama kepada Bupati Deli Serdang Ashari Tambunan, Bupati Banyuasin Askolani, Bupati Indramayu Nina Agustina, Bupati Grobogan Sri Sumarni, Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, Bupati Bone Andi Fahsar M. Padjalangi, Bupati Lampung Tengah Musa Ahmad, Bupati Pandeglang Irna Narulita, Pj. Bupati Barito Kuala Mujiyat, Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Fikri Faqih Minta Pemerintah Perketat Pengawasan Tur Belajar

Oleh

Fakta News
Fikri Faqih Minta Pemerintah Perketat Pengawasan Tur Belajar
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih. Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah memperketat pengawasan terhadap kegiatan study tour (tur belajar) yang sudah menjadi kegiatan ‘wajib’ di sekolah-sekolah. Hal tersebut Fikri sampaikan menyusul tragedi kecelakaan bus yang membawa siswa SMK Lingga Kencana Kota Depok saat melakukan study tour ke Ciater, Subang, Jawa Barat, baru-baru ini.

“Perlu dievaluasi menyeluruh mengenai tujuan, manfaat, dan kelayakan program yang sudah menjadi agenda tahunan di sekolah tersebut,” kata Fikri dalam rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Lebih lanjut, ia menyampaikan belasungkawa kepada para keluarga korban tragedi kecelakaan tersebut. Maka dari itu, dirinya mendesak pihak yang bertanggung jawab dihukum sesuai dengan perundangan yang berlaku. Ia pun meminta pemerintah pusat dan daerah untuk mengevaluasi kegiatan study tour agar lebih terarah dan sesuai dengan asas, tujuan, dan kemanfaatan dalam Pendidikan para siswa.

“Misalnya perjalanan tur ke museum, pusat konservasi alam, atau instansi yang memberi edukasi dalam bidang-bidang tertentu,” imbuh Politisi Fraksi PKS ini.

Selain itu, kegiatan study tour yang bertujuan ke lokasi yang jauh, bahkan lintas provinsi dan lintas pulau sebaiknya ditinjau ulang. “Kegiatan ini tentu berbiaya besar dan bisa memberatkan bagi orangtua/wali siswa, kemudian ada faktor kelayakan dan keamanan yang harus dipenuhi dalam perjalanan tur jarak jauh tersebut,” urai Mantan Kepala Sekolah di suatu SMK di daerah Tegal tersebut.

Kegiatan study tour yang dilakukan di dalam kota juga dapat menjadi opsi yang terbaik, selain lebih murah dan lebih singkat waktu tempuhnya. “Tentu disesuaikan dengan tujuan dan manfaat yang mau diambil, karena kemungkinan besar masih banyak potensi di sekitar kota atau kabupaten sesuai domisili sekolah yang dapat menambah wawasan bagi siswa,” tambah dia.

Dengan begitu, sebenarnya kegiatan study tour dalam kota  juga dapat membantu meningkatkan perekonomian UMKM di wilayah asal/ domisili sekolah tersebut. “Wawasan siswa juga tetap diperkaya melalui pengenalan potensi alam, ekonomi, sosial dan budaya di daerahnya sendiri,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tak Hanya Kriteria Fisik, Penerapan KRIS Harus Pastikan Ketersediaan Tenaga Kesehatan dan Obat

Oleh

Fakta News
Tak Hanya Kriteria Fisik, Penerapan KRIS Harus Pastikan Ketersediaan Tenaga Kesehatan dan Obat
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menyatakan perlu ada kajian lebih lanjut pasca dihapuskannya kelas BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang diwajibkan terhadap rumah sakit. Sebab, menurutnya, perubahan sistem tersebut, pasti akan memunculkan beberapa konsekuensi dari masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan. Konsekuensi tersebut tidak hanya terkait keharusan memenuhi kriteria fisik, melainkan juga harus memastikan adanya ketersediaan tenaga kesehatan dan juga obat-obatan yang terstandardisasi.

“Banyak rumah sakit yang tidak siap untuk mengimplementasikan Kelas Rawat Inap Standar. Kenapa? Karena memang kalau kita bicara tentang kemampuan rumah sakit, (maka juga terkait) cash flow rumah sakit untuk membuat penyesuaian. Jadi kita minta untuk dilakukan kajian, kenapa? karena ketika kelas rawat inap standar ini diterapkan, diimplementasikan sudah pasti akan terjadi beberapa fenomena ya,” ujar Netty kepada Parlementaria di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/5/2024).

Diketahui, penghapusan Kelas BPJS Kesehatan menjadi KRIS tersebut merupakan amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU tersebut lalu diturunkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.  Salah satunya yakni mengatur penerapan fasilitas ruang perawatan rumah sakit dengan 12 kriteria. Namun implementasinya selalu diundur oleh Pemerintah karena banyak rumah sakit yang tidak siap.

Konsekuensi yang akan terjadi di antaranya yakni adanya gejolak di antara peserta BPJS Kesehatan. Adanya KRIS ini bisa diartikan akan tidak adanya perbedaan antara kelas satu, dua dan tiga karena setiap kelas akan mendapatkan layanan yang sama dengan kamar yang sama. Untuk itu perlu pengkajian, baik mengenai Premi BPJS, Imigrasi Peserta, dan Insentif untuk rumah sakit swasta.

“Jika semua peserta akan mendapatkan layanan yang sama, berarti kan kita harus mulai menghitung atau melibatkan aktuaria untuk menghitung paket INA-CBG. Apakah betul jarum suntiknya, obatnya, alat infusnya itu sama? kalau kemudian semuanya mendapatkan layanan yang sama. Nah ini saya minta kemarin supaya dilakukan kajian apakah Premi BPJS nya masih seperti itu?,” ujarnya.

Imigrasi peserta juga dikhawatirkan akan terjadi, karena pasti banyak peserta yang menganggap tidak adanya perbedaan pelayanan yang didapatkan antara kelas satu, dua dan tiga sehingga semua akan memilih kelas yang rendah saja. “Karena (masyarakat) pasti berpikirnya sama-sama? (Ibaratnya) kok Tuan dengan Pekerja, (bayar preminya) sama. Atasan dengan bawahan (bayar preminya) sekarang  sama gitu, bisa di ruangan yang sama, itu analoginya yang paling mudah,” jelas Politisi Fraksi PKS itu.

Kemudian insentif untuk rumah sakit swasta juga perlu dipikirkan, karena dengan adanya KRIS ini membuat rumah sakit swasta juga perlu melakukan penyesuaian. “Karena kan enggak ada anggaran dari pemerintah untuk rumah sakit swasta, berbeda dengan rumah sakit pemerintah. Ya pastinya mereka mendapatkan anggaran untuk bisa melakukan penyesuaian ruangan, tirai, kamar mandi dan seterusnya,” tambahnya

Namun, menurut Legislator dapil Jawa Barat VIII itu, catatan penting dalam penerapan KRIS ini bukan hanya soal kriteria fisik mengenai fasilitas pelayanan ruang inap saja, yang terpenting juga ketersediaan tenaga kesehatan dan obat bagi para pasien.

“Jadi jangan cuma kemudian kita merasa sudah memberikan layanan terbaik ketika kita bicara fisik, padahal kemudian ada dokter yang tidak datang pada jam prakteknya atau ketika pasien masih banyak dokter sudah pulang atau obat-obatan sebagiannya masih cost sharing, harus ambil dari kocek pasien. Nah hal seperti ini menurut saya perlu dibenahi. Kenapa? karena bagaimanapun ketika kita bicara kesehatan, yang sakit tidak bisa menunggu, yang miskin tidak dapat diabaikan,” tegasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Forum WWF 2024 Diharapkan Turunkan Konflik Air di Seluruh Dunia

Oleh

Fakta News
Forum WWF 2024 Diharapkan Turunkan Konflik Air di Seluruh Dunia
Wakil Ketua BKSAP Putu Supadma Rudana, saat mengikuti rapat bersama Ms. Yoon Jin selaku Director of 10th World Water Forum di Ruang Delegasi Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (7/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana mengatakan, melalui WWF 2024 diharapkan akan melahirkan komitmen bersama terkait air yang disepakati oleh seluruh Parlemen yang ada. Hal ini disampaikan dalam rangka World Water Forum (WWF) 2024 yang akan diselenggarakan di Bali pada 18-25 Mei 2024 mendatang.

“Yang pertama kan jelas untuk meng-evaluasi SDGs Nomor 6 tentang Air dan Sanitasi. Yang kedua bagaimana perspektif ini masa lalu ini harus dihadirkan. Contoh di Bali, karena saya orang Bali, ada Tri Hita Karana hubungan harmoni antara alam manusia dan Sang Pencipta. Yang kedua bagaimana di Bali, air yang disebut tirta selalu dimuliakan ada tempat sucinya, ada bagaimana kita melakukan penyucian dengan air juga, ada bagaimana air ini juga sangat dihormati, dihargai,” kata Putu usai rapat di ruang delgasi, Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Putu menilai pengelolaan air yang benar dapat menurunkan potensi terjadi konflik. Menurutnya, sudah banyak negara yang mengalami konflik karena air contohnya di Sungai Nil. Sementara itu telah terjadi perselisihan selama 10 tahun antara Mesir dan Ethiopia mengenai pasokan air di Sungai Nil. Kedua pihak mencari solusi internasional, namun perundingan yang dipimpin oleh Departemen Luar Negeri AS – dan diikuti oleh Uni Eropa dan PBB – hanya menghasilkan sedikit kesepakatan setelah empat tahun.

“Nah tentu kita harus merawat menata air bagaimana kita juga jangan sampai air ini menimbulkan konflik. Karena banyak negara sudah mulai ada konflik terhadap air di Sungai Nil, jadi Afrika ini sudah menjadi konflik. Nah tentu karena belum menuju potensi itu tentu kita harus mengelola bersama. Kita cari komitmen bersama agar akses terhadap air ini khususnya air bersih bisa diterima oleh masyarakat. Jadi artinya bisa diterima langsung dan masyarakat mendapat kesejahteraan jangan ada beban biaya yang tinggi untuk akses terhadap air,” ungkapnya.

“Nah tentu forum ini sangat monumental sehingga kita berpikir awal sudah baik kita tentu harus sukseskan ke depan. Dan forum ini juga kita memiliki komitmen bagaimana menggerakkan aksi parlemen untuk peduli terhadap air dan pada akhirnya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,” tambahnya. Dengan tema WWF kali ini, “Mobilizing Parliamentary Action on Water For Shared Prosperity”, Putu menjelaskan Parlemen di WWF ingin mengeluarkan sebuah dokumen antara komitmen bersama maupun deklarasi.

Baca Selengkapnya