Connect with us

Menko PMK Paparkan “Best Practice” Indonesia Kendalikan Kemiskinan di Masa Pandemi Covid 19

Jakarta – Selama pandemi Covid-19, sejumlah negara ASEAN mengalami tantangan sosial dan ekonomi. Perubahan global terjadi dengan cepat sehingga terjadi krisis kesejahteraan. Krisis tersebut berdampak pada daya beli masyarakat yang melemah sehingga berimbas pada peningkatan jumlah penduduk miskin di negara-negara ASEAN.

Indonesia sendiri juga berjuang dalam menghadapi lonjakan kemiskinan di masa pandemi. Memang, Indonesia mengalami kenaikan kemiskinan di masa Covid-19, dari 9,22% di tahun 2019 menjadi 10,14% di tahun 2020. Akan tetapi peningkatan tersebut jauh lebih rendahbdari yang diperkirakan World Bank yang memprediksi peningkatan kemiskinan Indonesia mencapai 11-13 persen.

Sebagai negara ASEAN yang berhasil mengendalikan kemiskinan di masa pandemi, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan, upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah dengan melakukan sinergi dan keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah serta merangkul para pihak baik civitas akademik maupun Lembaga non pemerintah serta masyarakat.

“Upaya tersebut telah berhasil menekan laju angka kemiskinan sehingga tidak melesat tinggi,” ucap Menko PMK saat menyampaikan sambutan dalam ASEAN Socio-Cultural (ASCC) Knowledge Forum: Addressing Gaps and Rethinking Pathways to Eradicate Poverty in ASEAN” di Hotel Sofitel Nusa Dua, Bali, pada Minggu (7/5/2023).

Lebih lanjut, Muhadjir menerangkan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) periode 2020-2024, Pemerintah Indonesia telah menetapkan penghapusan kemiskinan sebagai salah satu prioritas utama, khususnya penghapusan kemiskinan ekstrem.

Dia menjelaskan, dalam rangka mencapai target penurunan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada tahun 2024, telah dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem yang menjadi dasar kerjasama para pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah.

“Presiden memberikan arahan bahwa dalam situasi apapun komitmen untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem harus terus dilakukan. Presiden meminta tingkat kemiskinan ekstrem 0% pada tahun 2024, yaitu enam tahun lebih cepat dari target agenda Sustainable Development Goals (SDGs),” ucapnya.

Menko PMK menerangkan, kemiskinan ekstrem merupakan persoalan multidimensi harus diselesaikan secara sinergi terpadu dengan mengerahkan seluruh sumber anggaran baik APBN, APBD, APBdes dan sumber lainnya yang sah serta pelibatan seluruh pihak pemerintah pusat pemerintah daerah, civitas akademik, dan non pemerintah.

Menko Muhadjir menerangkan, upaya konvergensi dilakukan pemerintah dalam percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Setiap kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, dan berbagai pihak yang terlibat diminta untuk menggunakan informasi tingkat kesejahteraan yang ada pada data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (data P3KE).

“Upaya penghapusan kemiskinan ekstrem, mulai menunjukkan hasil, BPS merilis bahwa angka kemiskinan ekstrem pada September 2022 sebesar 1,74% turun 0,3 persen poin dari 2,04% di tahun 2022,” ucapnya.

Menko PMK menyampaikan, kompleksitas tantangan yang dihadapi Indonesia selama dan paska pandemi Covid-19 juga dialami oleh sejumlah negara di Asia Tenggara. Terkait hal tersebut, ASEAN telah melakukan konsolidasi strategi pemulihan sosial-ekonomi melalui kerangka kerja pemulihan ASEAN yang komprehensif serta rencana implementasi yang menjabarkan inisiatif dan program khusus untuk membangun ASEAN yang lebih tangguh.

Lebih lanjut, ASEAN berupaya mengatasi dampak pandemi dengan memperkuat arsitektur kesehatan regional, mendorong kegiatan ekonomi, serta memperbaiki skema perlindungan sosial. Berbagai upaya tersebut berfokus pada pertumbuhan inklusif dan menjamin keamanan manusia untuk mencapai pemulihan paska pandemi Covid-19.

“Saat ini, tingkat kemiskinan di negara anggota ASEAN juga telah menunjukkan perbaikan,” ucap dia.

Muhadjir berharap, dengan kegiatan “ASEAN Socio-Cultural (ASCC) Knowledge Forum: Addressing Gaps and Rethinking Pathways to Eradicate Poverty in ASEAN” dapat menghasilkan gagasan dan rumusan langkah strategis guna penanganan kemiskinan yang lebih adaptif, inklusi dan berkelanjutan.

“Forum ini merupakan momentum yang tepat untuk mewujudkan ‘No Poverty’ dengan langkah kolaboratif, sinergi, dan terpadu  antara pemerintah, civitas akademik, lembaga penelitian, Lembaga non pemerintah, dan masyarakat dalam mewujudkan Indonesia Maju Sejahtera, ekonomi tangguh, dan manusia di kawasan Asia Tenggara yang sejahtera” ucapnya.

Sebagai informasi, Kemenko PMK dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) didukung oleh kemitraan Australia-Indonesia untuk Pengentasan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial (PROAKTIF) menyelenggarakan “ASEAN Socio-Cultural (ASCC) Knowledge Forum: Addressing Gaps and Rethinking Pathways to Eradicate Poverty in ASEAN”.

Forum ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Pertemuan Dewan Menteri Pilar Sosial Budaya ASEAN ke-29/ The 29th ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) Council Meeting, dan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN. Forum ini dimaksudkan sebagai sarana bertukar pikiran dan pengalaman antar para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan di berbagai negara ASEAN.

Kegiatan mengundang para pembicara dari Kementerian/Lembaga di Indonesia, yaitu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kepala Penasihat TNP2K, dan Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Selain itu, forum juga menghadirkan para pembicara dari Kementerian Pertanian dan Pembangunan Perdesaan Viet Nam, ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) Sekretariat ASEAN, dan the Asian Partnership for the Development of Human Resources in Rural Areas (AsiaDHHRA).

Kegiatan diisi dengan beberapa giat diksui panel. Diskusi panel pertama mengambil tema “Lessons Learned on Eliminating Poverty and Ways Forward to Inclusive and Sustainable Community”. Pada sesi pertama, diisi oleh Miguel Rafael V. Musngi, Kepala Divisi Penghapusan Kemiskinan dan Gender dari ASCC; Dinh Thi Thanh Huyen selaku Deputi Direktur Divisi Integrasi Global di Departmen Kerjasama Internasional, Kementerian Pertanian dan Pembangunan Perdesaan, Viet Nam; dan Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan.

Sesi panel kedua mengambil tema “The Importance of Targeting and GEDSI in Poverty Alleviation”. Sesi ini diisi oleh Sudarno Sumarto, Kepala Penasihat Kebijakan TNP2K; Lenny N. Rosalin SE, MSc., MFin, Deputi Bidang Kesetaraan Gender di KemenPPA. Dalam paparannya, Lenny N. Rosalin; dan Affan Firmansyah yang mewakili AsiaDHHRA.

Para panelis menyampaikan berbagai pendekatan penghapusan kemiskinan di negaranya masing-masing, yang mencakup peningkatan pendapatan, melalui peningkatan produktivitas dan pemberdayaan penduduk miskin ekstrem. Serta strategi penanganan kemiskinan dari berbagai prespektif, seperti prespektif gender, dan prespektif desa.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia

Oleh

Fakta News
DPR RI Minta Jepang Ajarkan ‘Smart Farming’ kepada Petani Muda Indonesia
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel, saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – DPR RI, melalui Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel, meminta Jepang untuk menerima petani muda Indonesia untuk belajar bertani dengan metode smart farming di negara tersebut. Hal itu ia sampaikan saat menerima delegasi dari partai berkuasa di Jepang, Liberal Democratic Party (LDP), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara III, DPR RI, Jakarta, Jumat (3/5/2024).

“Bukan untuk bekerja dan juga bukan untuk sekolah, tapi belajar praktik bertani yang baik dan berkualitas serta smart farming kepada petani muda Indonesia. Cukup satu tahun saja,” kata Gobel.

Gobel mengatakan, dunia sedangkan dihadapkan pada krisis pangan akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik dunia. Perubahan iklim berdampak pada hadirnya cuaca panas yang tinggi atau curah hujan yang berlebihan dan tidak pasti. Sedangkan, konflik geopolitik berdampak pada kenaikan harga pupuk yang tinggi.

“Semua itu berakibat Indonesia melakukan impor beras dengan jumlah yang sangat besar. Padahal Indonesia adalah negara agraris, memiliki lahan yang luas, tanah yang subur, dan jumlah petani yang besar. Namun faktanya Indonesia harus impor beras dari berbagai negara seperti Myanmar, Vietnam, Thailand, India, dan Cina,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem itu.

Di sisi lain, kata Gobel, Jepang adalah negara yang memiliki keunggulan teknologi sehingga bisa menghasilkan produktivitas pertanian yang besar dan kemampuan menghadapi perubahan iklim. Selain itu, katanya, produk pertanian Jepang dikenal dengan cita rasa yang lezat dan memiliki harga yang bagus. Ia juga meminta Jepang mengajarkan pembuatan pupuk organik dan smart farming. Teknologi penggilingan beras Jepang, katanya, juga menghasilkan beras yang berkualitas.

Walaupun sudah melakukan impor beras dengan jumlah sangat besar, kata Gobel, secara ironis harga beras di Indonesia tetap tinggi.

“Harga beras premium di Indonesia mendekati harga beras di Jepang. Padahal kualitasnya sangat berbeda. Tentu ini memprihatinkan,” kata pria yang pernah ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Utusan Khusus untuk Jepang tersebut.

Selain itu, katanya, karena jumlah petani di Indonesia sangat besar maka membangun pertanian akan secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia.

“Jumlah penduduk Indonesia juga sangat besar. Jadi memecahkan masalah kebutuhan pokok ini akan sangat fundamental bagi kemajuan dan stabilitas Indonesia. Untuk itu, saya berharap Jepang dan Indonesia bisa meningkatkan kerja sama yang lebih erat di bidang pertanian ini,” jelasnya.

Selain itu, Gobel juga menyampaikan tentang pentingnya Jepang membagi teknologinya dalam pengolahan air bersih. Hingga saat ini, katanya, masalah penyediaan air bersih yang sehat masih merupakan tantangan besar bagi Indonesia.

“Air bersih higienis sangat penting dalam mengatasi stunting dan penyakit kulit. Dua hal ini masih merupakan problem mendasar bagi masyarakat lapis bawah Indonesia dan bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Jepang memiliki kemampuan dan teknologi pengolahan air bersih yang sehat,” katanya.

Jika masalah pertanian dan penyediaan air bersih bisa diatasi Indonesia, kata Gobel, maka ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik lagi. “Ini tentu saja juga akan baik bagi ekonomi kawasan di Asia Tenggara dan akan memiliki dampak yang baik pula bagi ekonomi Jepang. Jadi ini kerja sama yang sifatnya saling menguntungkan,” katanya.

Adapun Delegasi Jepang itu dipimpin oleh Ketua Badan Riset Kebijakan LDP, Tokai Kisaburo. Sedangkan anggota delegasinya antara lain Ketua Harian Badan Riset Kebijakan LDP Shibayama Masahito dan Kepala Sekretariat Badan Riset Kebijakan LDP Nakai Toyoron. Hadir pula Wakil Dirjen untuk urusan Asia Tenggara dan Asia Barat Daya Kementerian Luar Negeri Jepang Hayashi Makoto serta Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasushi Masahi.

Baca Selengkapnya

BERITA

Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana

Oleh

Fakta News
Tindakan Penyimpangan Turis Nakal di Bali Harus Ditangani secara Bijaksana
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta dalam foto bersama usai mengikuti pertemuan Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI di Denpasar, Bali. Foto: DPR RI

Denpasar – Tim Komisi III DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Reses ke Denpasar, Bali. Salah satu yang disoroti Komisi III dalam Kunker Reses ini adalah banyaknya turis yang melakukan tindakan penyimpangan, seperti pelanggaran adat maupun tindakan semena-mena lainnya. Tak ayal,  tindakan tersebut kerap menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta berharap kepada Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra agar penanganan yang bijak terhadap pelanggaran, sambil tetap memperhatikan dan menghormati adat serta budaya Bali.

Oleh karena, menurut I Wayan, bahwa Bali memiliki cara tersendiri untuk menangani turis yang berulah. Sehingga, tidak bisa serta merta langsung dilakukan deportasi.

“Karena bagaimana pun orang Bali hidup dari sektor pariwisata. Sehingga sudah tidak asing dengan keberadaan turis. Namun, jangan juga sampai terlalu lemah karena turis yang berulah akan mengotori pariwisata-pariwisata yang ada, sehingga malah Bali bisa jatuh perekonomiannya. Jadi harus dicari solusi yang bijak,” ungkap I Wayan dalam pertemuan di Denpasar, Bali, Jumat (3/5/2024).

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu pun menyampaikan apresiasinya terhadap Kapolda Bali beserta segenap jajarannya karena telah berhasil menangani banyak kasus dengan pendekatan restorative justice. Selain itu, Polda Bali juga dinilai telah bekerja sama baik dengan lembaga imigrasi yang berada di bawah lingkup Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Provinsi Bali dalam penanganan kasus penyimpangan turis.

“Saya juga tentunya mengapresiasi Kapolda Bali dan segenap jajaran atas kinerjanya. Bagaimana mereka mengawasi, serta menindak pelaporan-pelaporan yang ada rerlebih mengedepankan restorative justice sebagai jalan keluar penanganan kasus,” pungkasnya.

Menanggapi masukan tersebut, Kapolda Bali Ida Bagus Kade Putra Narendra juga sepakat dengan gagasan I Wayan Sudirta bahwa penanganan terhadap turis yang berulah harus dilakukan dengan hati-hati. Khususnya, mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor pariwisata dan kelestarian budaya Bali.

“Kami akan bekerja sama, jika diperlukan lintas sektoral untuk menemukan solusi yang menghormati adat, budaya, dan kepentingan ekonomi masyarakat Bali,” ujar Ida Bagus.

Kunjungan kerja reses ini diharapkan dapat menjadi langkah awal menuju penanganan yang lebih baik terhadap turis nakal di Bali. Dengan pendekatan yang bijaksana dan kolaborasi lintas sektoral antara Kapolda Bali, institusi terkait, serta pemerintah daerah, diharapkan akan tercipta lingkungan pariwisata yang lebih aman, nyaman, dan berkelanjutan bagi wisatawan dan masyarakat setempat.

Baca Selengkapnya

BERITA

Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP

Oleh

Fakta News
Peredaran Narkoba Beralih ke Ranah Daring, Johan Budi Minta Perkuat BNNP
Anggota Komisi III DPR Johan Budi saat bertukar cenderamata usai Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024). Foto: DPR RI

Denpasar Komisi III DPR RI mengungkapkan kekhawatirannya terhadap meningkatnya modus operandi peredaran narkoba yang beralih ke ranah daring (online) melalui platform media sosial dengan menggunakan modus kamuflase. Pernyataan ini disampaikan Anggota Komisi III DPR Johan Budi dalam Rapat Kerja Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) di Denpasar, Bali, Kamis (02/05/2024).

“Menarik sekali yang disampaikan BNN Provinsi Bali. Mereka menjelaskan adanya jual beli narkoba melalui online. Nah ini cukup mengagetkan buat saya, kok bisa narkoba ini diperjual belikan melalui online, hal ini terungkap ketika BNNP Bali menangkap tersangka di lapangan,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, Johan Budi menekankan perlunya penguatan pada Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menghadapi perubahan modus operandi tersebut. Menurutnya, modus operandi peredaran narkoba akan selalu berubah-ubah. Untuk itu, perlu penguatan-penguatan kepada BNN agar lebih maksimal dalam memberantas peredaran narkoba ini. Selain itu, lanjutnya, kekurangan sumber daya manusia menjadi salah satu faktor, terutama di daerah, ada sebagian yang juga pegawainya atau penyidiknya cuma sedikit.

“Ini problem laten yang perlu segera diperbaiki. Saya sendiri ketika rapat dengan BNN di Komisi III mengusulkan, agar BNN ini diberi penguatan, termasuk penyediaan sumber daya manusia, infrastruktur yang ada di daerah, termasuk soal rehabilitasi,” pungkas Legislator Dapil Jatim VII ini.

Johan menambahkan, pusat rehabilitasi narkoba ini juga menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan restorative justice bagi para pengguna narkoba. Pengguna narkoba, tambahnya, di beberapa negara itu dikategorikan sebagai korban, bukan pelaku, bukan tersangka, sehingga pusat rehabilitasi menjadi penting. Jadi yang sebetulnya tersangka itu seharusnya pengedar dan bandar.

“Menurut saya untuk pengguna narkoba dapat diselesaikan melalui restorative justice, dengan mendapatkan kesempatan untuk dilakukan rehabilitasi medis ataupun sosial, tanpa harus menunggu putusan dari pengadilan,” tutup Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Johan berharap pertemuan Kunker Reses ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga terkait. Selain itu juga untuk mengimplementasikan strategi yang lebih efektif dalam mengatasi peredaran narkoba yang semakin canggih dan menyebar melalui platform digital. Langkah-langkah preventif dan represif yang terintegrasi diharapkan dapat mengurangi dampak negatif peredaran narkoba di masyarakat.

Baca Selengkapnya