Connect with us
ASEAN Para Games XI 2022

Atlet dan Ofisial Negara Tetangga: Terima kasih Indonesia Sudah Menjadi Tuan Rumah ASEAN Para Games 2022

Pelatih cabang olahraga Para-atletik Malaysia, Eryanto bin Bahtiar di Stadion Manahan, Solo (2/8/2022). (Foto: MEDIA CENTER APG 2022)

Solo – Indonesia mendapat respons positif dari para ofisial maupun atlet negara tetangga yang berpartisipasi di ajang ASEAN Para Games 2022. Padahal, pengumuman Solo sebagai kota penyelenggaranya baru didapat pada Januari lalu.

Sejatinya, adalah Vietnam yang mendapat giliran menggelar pesta olahraga atlet penyandang disabilitas se-Asia Tenggara karena mereka berstatus sebagai tuan rumah SEA Games 2021. Namun Vietnam memilih mundur karena berbagai masalah logistik.

Meski waktu persiapan penyelenggaraan ASEAN Para Games Solo 2022 terbatas, namun atlet, ofisial maupun suporter negara-negara peserta merasa takjub dengan fisilitas dan venue cabang olahraga yang ada.

Solo kota inklusif yang ramah penyandang disabilitas

Di antaranya manajer pelatih cabang olahraga Paracatur, Malaysia Ahmad Izzudin bin Ahmad Rostam yang bersyukur atas keputusan Indonesia menggantikan Vietnam sebagai tuan rumah ASEAN Para Games 2022. Sebab, tidak banyak negara yang membuka diri selepas pandemi Covid-19 dua tahun belakangan ini.

“Kami dari negara Malaysia merasa berbangga karena Indonesia pada last minute mengajukan diri sebagai tuan rumah ASEAN Para Games. Kalau tahun ini Indonesia tidak ambil, kami tidak tahu berapa lama lagi harus menunggu,” kata Izzudin, dikutip dari rilis Media Center APG 2022, Sabtu (6/8/2022).

Pendapat Izzudin pun diamini oleh atlet Paralimpiade Cheah Liek Hou yang bertanding di Cabor Parabadminton.

“Kalau tak salah, ini kali keempat saya datang ke Solo, tapi baru pertama kali bermain di lapangan ini. Fasilitas semuanya memang mantap, cuma faktor angin saja yang harus dikawal semasa pertandingan,” ujar Hou setelah melakoni laga pertamanya di Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).

Di sisi lain, pengalaman berkesan tentang kesetaraan bagi penyandang disabilitas dan wajah kota Solo yang inklusif juga dirasakan pelatih bola gawang (goalball) Malaysia George Thomas dan pemainnya Muhammad Amirul Ahmad. Menurut keduanya, Solo tempat yang bagus dan ramah bagi penyandang disabilitas.

“Penyelenggaraan APG 2022 sangat baik, semua ramah baik untuk kami maupun atlet penyandang disabilitas,” ujar George.

“Senang rasanya di sini, semua baik-baik dan kami mendapat perlakukan yang ramah dari panitia hingga volunteer,” timpal Amirul.

Atlet Paracatur Filipina, Rodolfo Sormiento, tidak ketinggalan menyampaikan rasa kagumnya kepada Solo sebagai tuan rumah ASEAN Para Games 2022. Rodolfo mengaku senang dengan beragam fasilitas di Hotel Lorin, termasuk makanan dan berbagai hal yang menunjang penyandang disabilitas.

“Kami mengonsumsi makanan yang kalian makan juga. Makanan Indonesia dan Filipina memiliki kesamaan, tapi mungkin lebih pedas saja di sini. Kalau soal Fasilitas di sini sangat oke. Kami menikmati tinggal di sini,” ujar Rodolfo yang ditemui saat berburu cendera mata bersama rekan-rekannya di sekitar venue.

Kuliner Solo menggoyang lidah kontingen mancanegara

Tak hanya venue pertandingan yang ramah bagi penyandang disabilitas, kelezatan cita rasa kuliner Solo pun berhasil menggoyang lidah kontingen mancanegara. Pelatih Cabor Para-atletik negeri Jiran Eryanto bin Bahtiar pun sampai memuji menu makanan yang disajikan sangat bervariasi dan memenuhi standar gizi.

“ASEAN Para Games di Solo itu sudah kedua kalinya dan kami datang juga pada 2011. Perbedaannya pun sangat jauh karena semua pelayanan saat ini sangat baik sekali, termasuk makanan, hotel dan transportasinya,” kata Eryanto.

“Harapannya untuk tahun depan di Kamboja, harus bisa memberikan yang lebih baik dari Indonesia,” tambahnya.

Kesan positif juga diceritakan oleh Tyas Priharsanti, Liaison Officer (LO) atau Naradamping kontingen cabor tenis kursi roda Thailand. Tyas menuturkan bahwa kliennya minta salak dan ingin merasakan car free day (hari bebas kendaraan) di Solo. Bahkan, salah satu atlet Thailand ada yang penasaran dengan nasi uduk.

“Mereka (Kontingen Thailand) minta salak buat dimakan dan buat oleh-oleh juga. Kemudian sepertinya, mereka kemarin mau ke car free day tapi tidak bisa karena bakal pulang pada Minggu,” kata Tyas.

“Mereka juga menanyakan nasi uduk dan mungkin kepengin juga. Itu sebenarnya boleh mereka makan, tapi mungkin habis pertandingan biar aman (karena harus menjaga makanan),” tambahnya.

Suporter unik dan eksentrik

Penampilan unik Thailand Khamtong, suporter Thailand saat mendukung atlet negaranya yang berlaga di Cabor Para-atletik di Stadion Manahan, Solo (2/8/2022). (Foto: ANTARA)

Di antara ratusan pertandingan perebutan medali emas, cerita unik dan menarik juga hadir dari tribun penonton. Salah satunya dari arena Stadion Manahan tempat digelarnya Cabor Para-atletik.

Thailand Khamtong yang biasa dikenal dengan panggilan “Little Thai” adalah salah satu suporter dari Thailand yang rela menempuh perjalanan ribuan kilo meter untuk mendukung tim negeri Gajah Putih. Ia merasa senang dan lega Indonesia mau menjadi tuan rumah ASEAN Para Games 2022.

“Kami sangat berterima kasih kepada Indonesia. Terima kasih, Indonesia, telah mengadakan pertandingan setelah empat tahun tanpa kompetisi. Lihat, para-atlet Thailand sangat senang bertanding sekali lagi,” kata Khamtong girang sambil menunjuk beberapa atlet negaranya.

“Orang-orang di sini juga sangat baik dan ramah kepada saya,” tambahnya.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Sudah Saatnya Sistem Zonasi dalam PPDB Dihapuskan

Oleh

Fakta News

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 14 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada TK, SD,SMP, SMA, SMK atau bentuk lain yang sederajat, menelorkan kriteria seleksi masuk sekolah dengan mempertimbangkan urutan prioritas berupa usia dan jarak tempat tinggal ke sekolah sesuai dengan zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya (Sistem Zonasi).

PPDB bertujuan untuk menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, nondiskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan. Namun dalam perjalananya apakah tujuan ideal dari PPDB menggunakan system zonasi tersebut sudah tercapai atau jsutru jauh panggang dari api?

Pertanyaan mendasar tentang penerapan sistem zonasi yang medasarkan pada upaya pemerataan pendidikan adalah apakah lokasi sekolah yang dibangun pemerintah sudah merata pada semua wilayah (anggaplah skala kecamatan) di Indonesia.

Bahwa faktanya pendirian sekolah (di setiap jenjang pendidikan) tidaklah didasarkan pada sebaran dan populasi penduduk, sehingga banyak dijumpai tidak meratanya sebaran sekolah di hampir setiap daerah. Satu sisi beberapa sekolah terdapat dalam satu wilayah (kecamatan), tapi banyak juga dalam satu desa/kelurahan dan kecamatan yang belum tersedia sekolah. Hal ini justru menyebabkan puluhan hingga ratusan calon peserta didik tidak mendaptkan sekolah dikarenakan “kalah” dalam konteks jarak rumah dengan sekolah yang jauh, di luar jarak zonasi yang diperkenankan.

Banyaknya calon siswa yang secara domisili jauh dari sekolah menyebabkan pupusnya kesempatan untuk bisa mengakses pendidikan secara layak, sesuai yang diamanatkan undang-undang. Fakta itu tidak saja di daerah terpencil ataupun luar jawa, bahkan di kota besar sekelas Surabaya juga masih dijumpai. Belum lagi munculnya fenomena pindah KK untuk bisa menjadi dasar untuk memenuhi kriteria zonasi. Ada yang pindah KK ke saudaranya, mencari tempat domisili (apartemen, beli/sewa rumah, dsb.) hingga tawaran pindah KK yang dilakukan oknum, calo, perantara dengan mematok tarif tertentu untuk bisa mengegolkan masuk ke sekolah yang diinginkan.

Atas polemik itu, dimuculkan kebijakan baru berupa jalur baru PPDB selain jalur zonasi, yakni jalur afirmasi (keluarga miskin), jalur prestasi (akademik) dan jalur prestasi non-akademik (olah raga, seni, budaya dsb.) yang persentasenya terus diutak-atik dengan pertimbangan yang kurang jelas. Apakah kebijakan tersebut tepat dan sesuai sasaran? .
Alih-alih memberikan solusi, tapi justru menambah permasalahan baru dalam dunia pendidikan. Awalnya sempat membuat lega dan menjadi oase bagi sebagian masyarakat yang berharap putra-putrinya tetap bisa masuk ke sekolah yang diinginkan, namun nyata justru menimbulkan permasalahan baru karena tidak semudah yang dibayangkan dalam mengakses “jalur alternatif” tersebut.

Beberapa kendala dan permasalahan ternyata sering muncul dan jadi rasan-rasan di kalangan Masyarakat terutama para ibu-ibu. Ada banyak sinyalemen dan desas-desus yang berkenbang mengenai sulitnya ditembus serta penyelewengan dari “jalur alternatif” tersebut. Jalur afirmasi khususnya bagi keluarga miskin (gakin, gamis, SKTM, KIS, KIP, dll) ternyata sulit diakses. Beberapa sekolah juga “enggan” untuk menerima dan memaksimalkan kuota untuk jalur gakin karena nantinya merka akan gratis dan tidak boleh dikenakan pungutan apapun. Ada juga kemunculan gakin baru/dadakan jelang PPDB.

Demikian halnya dengan jalur presetasi baik akademik maupun non akademik. Banyak yang merasa memenuhi kriteria, tapi dalam pengurusannya “dipersulit’ hingga batas pengajuan persyaratan yang diminta tidak bisa terpenuhi. Setali tiga uang, beberapa kabar yang beredar justru muncul anak-anak yang tiba-tiba “berprestasi” dan bisa masuk ke sekolah yang diinginkan. Maka muncullah banyak isu tak sedap tentang “permainan” hingga sejumlah nominal yang harus disiapkan untuk menebus jalur tersebut.

Ada pula fenomena munculnya jalur khusus, yakni “jalur rekom” yang bisa muncul mulai dari yang logis hingga yang tidak masuk akal. Yang logis semisal orang tua yang bekerja di wilayah dekat sekolah bisa meminta rekom agar anaknya bisa diterima di sekolah tersebut. Ada pula jalur rekomendasi mulai dari para pejabat di lingkup pemerintahan, maupun stakeholder pendidikan berbagai lini, yang berlangsung massif baik prodeo maupun “bertarif”. Tentunya hal tersebut berlangsung ekslusif, karen hanya orang-orang tertentu yang mempunyai akses dan koneksi erat saja yang bisa memanfaatkannya.

Semua sinyalemen dan desas-desus tersebut memang sulit dibuktikan hingga ke ranah hukum namun seperti sudah menjadi rahasia umum di masyarakat. Sistem Zonasi dalam PPDB yang ditujukan untuk pemerataan pendidikan justru dalam prakteknya memunculkan berbagai permasalahan yang menambah carut marut permasalahan di dunia pendidikan. Amanat untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen Pendidikan telah gagal diwujudkan. Sudah saatnya sistem zonasi dalam PPDB dengan pertimbangan utama jarak rumah siswa dengan sekolah, dihapuskan, dikembalikan pada sekolah dengan mempertimbangkan aspek sosial kemasyakartan, kompetensi, ketersediaan kuota, prestasi, dan keadilan.

Pemerintah hendaknya melaksanakan tugas utamanya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan lebih fokus pada penggodokan kurikulum pendidikan yang lebih canggih dan modern untuk dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat sehingga potensi peserta didik dapat berkembang agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

 

Radian Jadid
*Kepala Sekolah Rakyat Kejawan
*Wakil Sekretaris LKKNU PW Jatim
*Ketua Harian Paguyuban Angkatan 93 ITS

Baca Selengkapnya

BERITA

Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Oleh

Fakta News
Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat. Foto: DPR RI

Jakarta – Wacana kenaikan tarif Commuter Line oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan menempatkan masyarakat Jabodetabek pada tantangan baru yang mengancam kesejahteraan ekonomi mereka. Hal tersebut pun lantas menuai sorotan dari Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat.

“Kenaikan tarif KRL Jabodetabek akan memberikan dampak yang signifikan. Terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Kenaikan tarif bisa memperberat beban ekonomi mereka. Dan Ini juga dapat mengakibatkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang lebih besar,” ujar Toriq dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, Senin (29/4/2024).

Politisi Fraksi PKS tersebut menegaskan bahwa kenaikan tarif tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat, terutama masa pasca pandemi dan ketidakpastian ekonomi yang menyertainya. Dalam beberapa bulan terakhir, harga-harga bahan pokok terus melonjak secara dramatis.

“Kami tahu betul paska pandemi masyarakat terpaksa mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kenaikan tarif hanya akan menambah beban ekonomi mereka. Terutama mereka yang bergantung pada angkutan publik ini setiap hari,” tandasnya.

Terkait hal itu, Toriq menegaskan akan berupaya keras menyerukan kepada Kementerian Perhubungan selaku regulator agar mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Serta, kemudian meninjau kembali rencana kenaikan tarif ini dan mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan.

“Kami akan terus memantau perkembangan situasi ini. Dan memastikan bahwa keputusan terkait tarif transportasi publik nantinya harus ada partisipasi aktif dari publik dan memperhitungkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh” tutup Toriq.

Sebagaimana diketahui, PT KAI Commuter (KCI) telah mengusulkan kenaikan tarif KRL Jabodetabek yang belum berubah sejak 2016. Saat ini usulan tersebut masih dibahas Pemerintah. Direktur Operasi dan Pemasaran KCI Broer Rizal mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan Pemerintah untuk menaikkan tarif KRL Jabodetabek.

Pasalnya, ketentuan tarif KRL Jabodetabek merupakan kewenangan Kemenhub selaku regulator. “Itu kebijakan dari Pemerintah ya. Kalau kami hanya eksekutor untuk melaksanakan apa yang menjadi keputusan Pemerintah. Usulan dan pembahasannya sudah dilakukan di Kemenhub,” ujarnya saat konferensi pers Angkutan Lebaran 2024 di Jakarta, Selasa lalu (24/4).

Baca Selengkapnya

BERITA

Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang

Oleh

Fakta News
Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang
Anggota DPR RI Sukamta. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota DPR RI dari Dapil Provinsi DIY Sukamta menilai Kota Yogyakarta perlu menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk penanganan sampah jangka panjang yang menyangkut peningkatkan kasadaran masyarakat. Edukasi secara terus menerus harus dilakukan baik di sekolah, rumah tangga, dan masyarakat.

Tak hanya itu peraturan yang kuat untuk pengurangan sampah juga sangat dibutuhkan. Sukamta mencontohkan perlunya kebijakan kantong plastik berbayar atau larangan penggunaaan kantong belanja plastik sekali pakai. Adapun jangka pendeknya saat ini bisa dengan optimalisasi penampungan di TPST Piyungan.

“Kalau saya dengar, TPST ini kalau ada alat dan SDM yang memamadai masih bisa dimanfaatkan secara optimal untuk sementara waktu hingga 200-300 ton per hari. Pemkot bisa komunikasikan hal ini dengan Pemda DIY. Rencana optimalisasi 3 TPS 3R di Nitikan, Karangmiri dan Kranon bisa segera direalisasi, meski daya tampung 3 TPS ini masih terbatas,” kata Sukamta sebagaimana keterangan kepada media, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS ini, menilai di level provinsi, di area perkotaan saat ini masih sering ditemukan sampah di jalan maupun tempat penampungan yang penuh. Menurutnya, Pemerintah perlu memberikan honor kepada para petugas pengambil sampah sebagai salah satu upaya mencegah buang sampah sembarangan.

“Menurut kami perlu ada stimulan atau honor untuk para petugas pengambil sampah rumah tangga, di level RT, RW dan kampung. Ini supaya masyarakat tidak buang sembarangan,” kata Anggota Komisi I DPR RI tersebut.

Sukamta meyakini dengan adanya dana stimulan atau honor tersebut maka para petugas pengambil sampah akan menjalankan tugasnya dengan baik khususnya pengambilan sampah dengan sistem terpilah. “Selama ini warga sudah diminta memilah, akan tetapi (saat) di  (tempat) pembuangan dicampur lagi. Ini perlu jadi perhatian, sehingga perlu ada petugas khusus memilah,” ujarnya.

Sukamta menegaskan dirinya banyak mendapatkan aspirasi dari masyarakat terkait penanganan sampah di Jogja. Hal ini kembali mencuat setelah rencana penutupan TPST secara permanen, sehingga banyak ditemukan sampah di pinggir jalan, salah satunya di perbatasan antara Kota Jogja dengan Bantul atau sebelah utara Gembira Loka.

Baca Selengkapnya