KKP Tindak Tegas Kapal Ikan Asal Pantura yang Beroperasi Ilegal di Natuna
Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan tindakan tegas kepada KM. SS yang ditangkap oleh Polair Polres Natuna di perairan Pulau Subi pertengahan Februari lalu. Penangkapan dan penindakan tersebut merupakan tindak lanjut atas pengaduan masyarakat yang resah atas beroperasinya kapal tersebut.
Sempat diduga mengoperasikan alat tangkap Cantrang, kapal tersebut ternyata terbukti mengoperasikan alat penangkapan ikan jenis jaring tarik berkantong yang tidak dilarang oleh peraturan yang berlaku. Namun tidak berhenti hanya pada pemeriksaan alat tangkap, akhirnya ditemukan pelanggaran lain sehingga akhirnya dikenakan sanksi denda administratif sebesar Rp159 juta karena melakukan kegiatan penangkapan ikan tidak sesuai dengan daerah penangkapan yang ditetapkan.
“Ini menjawab isu yang berkembang, kami sampaikan bahwa alat tangkap yang dioperasikan adalah legal dan yang dilanggar ketentuan terkait dengan daerah penangkapan ikan,” ujar Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin.
Adin menjelaskan bahwa alat penangkapan ikan jaring berkantong memang diizinkan untuk beroperasi di dua WPP yaitu WPP 711 dengan ketentuan harus beroperasi di atas 30 mil laut dan WPP 712 harus beroperasi di atas 12 mil laut. Alat tangkap ini berbeda dengan cantrang karena menggunakan mata jaring berbentuk persegi dan tali selambar yang lebih pendek dibandingkan dengan cantrang.
Terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh KM. SS, Adin menjelaskan bahwa berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan baik terhadap nakhoda maupun para saksi dan ahli, diketahui kapal tersebut beroperasi bukan di daerah penangkapan sebagaimana ketentuan.
“Nakhoda mengakui melakukan penangkapan ikan bukan di atas 30 mil laut sebagaimana yang sudah ditentukan,” terang Adin.
Adin juga menyampaikan apresiasinya kepada jajaran Polair Polres Natuna yang mempercayakan penanganan kasus ini melalui pendekatan sanksi administratif. Hal ini merupakan contoh konkret bahwa aparat penegak hukum di lapangan telah bersinergi dalam mengawal penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK).
“Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya atas sinergi yang baik dalam penanganan kasus ini,” tambah Adin.
Bukan Kasus Pertama yang Diselesaikan dengan Sanksi Administratif
Sementara itu, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan, Drama Panca Putra menyampaikan bahwa penyelesaian pelanggaran dengan pendekatan ultimum remedium sudah diterapkan di beberapa kasus lainnya. Drama juga menyebut bahwa KM. SS bukan yang pertama mendapatkan sanksi denda administratif atas pelanggaran yang sudah dilakukan.
Drama merinci bahwa KKP telah mengenakan sanksi administrasi dengan rincian sanksi peringatan sebanyak 4 kapal perikanan, denda administratif sebanyak 14 kapal perikanan, pembekuan perizinan berusaha sebanyak 1 kapal perikanan, dan pencabutan perizinan berusaha sebanyak 4 kapal perikanan.
“Pelaksanaan sanksi administratif merupakan penerapan UUCK. Adapun untuk denda administratif sudah dikenakan pada 14 kapal perikanan yang melakukan pelanggaran, dan total PNBP yang diperoleh negara dari sanksi tersebut sekitar Rp2,6 miliar,” jelas Drama.
Sebagaimana diketahui, KM. SS ditangkap oleh Polair Polres Natuna pada Rabu (17/2/2022) di sekitar perairan Pulau Subi atas laporan yang diperoleh dari masyarakat setempat. Kapal yang diawaki oleh 16 orang tersebut selanjutnya diserahkan kepada Pengawas Perikanan untuk diproses lebih lanjut. Kapal ini disangkakan melanggar Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 320 ayat (3) huruf g Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko.
Upaya peningkatan kepatuhan pelaku usaha perikanan memang terus dilakukan oleh KKP khususnya dalam mengawal program prioritas yaitu penangkapan ikan terukur. Sebelumnya, Menteri Trenggono juga memerintahkan jajaran Ditjen PSDKP untuk mengawal program prioritas tersebut dengan menindak tegas pelaku pelanggaran di lapangan.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.