Connect with us

Wapres Ma’ruf Ingatkan Pentingnya Kolaborasi di Sektor Perumahan

Wapres Ma'ruf Amin

Jakarta – Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan pada sektor perumahan di Indonesia. Untuk itu, kolaborasi atau collaborative working antar para pemangku kepentingan sangatlah diperlukan agar mampu menyediakan rumah yang layak bagi masyarakat, serta membangun optimisme dan pertumbuhan berkelanjutan di sektor perumahan.

“Sebesar apapun subsidi dan insentif pemerintah untuk sektor perumahan, tidak akan berjalan dengan baik jika masing-masing stakeholders hanya peduli dengan dirinya sendiri. Pembangunan di bidang perumahan tidak akan optimal jika hanya ditangani oleh pemerintah. Kata kuncinya adalah kolaborasi. Kolaborasi itu artinya kerja sama untuk mencapai cita-cita, yaitu menyediakan rumah yang nyaman dan aman untuk masyarakat,” tegas Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat membuka Focuc Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI melalui konferensi video di kediaman resmi Wapres, Jl. Diponegoro No. 2, Jakarta, Senin (28/12/2020).

Pada acara yang bertajuk “Mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional Melalui Sektor Perumahan”, Wapres menyampaikan, di samping kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, para pengembang perumahan, bank penyalur KPR, dan stakeholders terkait lainnya, pembangunan perumahan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dapat menggunakan skema padat karya agar memberikan pekerjaan dan manfaat langsung kepada masyarakat.

“Selain itu, seluruh pembangunannya agar menggunakan bahan dan material-material produksi dalam negeri dan bahkan bahan bangunan hasil industri lokal,” ujar Wapres.

Lebih lanjut Wapres berharap bank penyalur KPR dapat lebih memberi kemudahan bagi pekerja sektor informal. Hal ini mengingat sekitar 60% masyarakat Indonesia bekerja di sektor informal, namun masih relatif lebih sulit dalam mendapatkan persetujuan pengajuan KPR, terlebih di kondisi pandemi ini.

“Besar harapan pemerintah agar bank penyalur KPR dapat menjadi pelopor bagi penyediaan KPR untuk pekerja sektor informal,” ucap Wapres.

Terkait pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, Wapres menilai hal ini dapat dijadikan peluang bagi bank penyalur KPR dengan mencoba melakukan penetrasi dan kerjasama dalam hal penyediaan pembiayaan syariah perumahan.

“Seperti kita ketahui banyak kalangan masyarakat yang ingin memiliki rumah melalui fasilitas pembiayaan yang berbasis Syariah,” imbuh Wapres.

Wapres pun menekankan agar pengembang dapat menjaga kredibilitas dan kepercayaan masyarakat, terlebih di tengah kondisi penurunan ekonomi sehingga masyarakat menjadi lebih peduli dengan apa yang disebut value for money. Oleh sebab itu, penting bagi para pengembang perumahan, untuk selalu menjaga kepercayaan masyarakat dengan terus menjaga kualitas dari rumah dan fasilitas perumahan yang dibangun serta layanan kepastian hukumnya.

Wapres juga mengingatkan bahwa keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak-anak. Sehingga dukungan lingkungan perumahan yang nyaman dan sehat mempunyai pengaruh positif bagi orang tua membesarkan dan mendidik anak.

“Memiliki rumah yang sehat dan berkualitas adalah dambaan setiap keluarga,” tutur Wapres.

Menutup sambutannya, Wapres kembali mengajak para pemangku kepentingan untuk berkontribusi, bersinergi, dan berlomba dalam kebaikan menjadikan negeri ini lebih baik. Wapres berharap, acara ini dapat melahirkan ide dan terobosan baru dalam mengembangkan sektor perumahan ke arah yang lebih baik.

“Selain itu, dari FGD ini, saya harapkan lahir ide-ide segar yang implementatif dan usulan yang dapat disampaikan kepada pemerintah untuk pengembangan sektor perumahan di Indonesia yang lebih baik,” pungkas Wapres.

Sebelumnya, Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalati menyebutkan, pandemi sangatlah berdampak terhadap sektor properti atau perumahan.  Untuk itu, kehadiran UU Cipta Kerja diharapkan dapat mendorong industri properti dan membuka peluang pembangunan rumah murah di tengah kota.

“Pukulan terhadap sektor ini [properti] memang sangat dirasakan di masa pandemi Covid-19 saat ini. Untuk itu UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja diharapkan bisa mendorong industri properti karena adanya regulasi baru di pasar premium dimana WNA (Warga Negara Asing) diberikan kemudahan dalam membeli apartemen. Dan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, UU Cipta Kerja mengamanatkan pendirian Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan sehingga membuka peluang tersedianya hunian murah di tengah kota,” jelasnya.

Tampak Hadir pada acara tersebut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat M. Basoeki Hadimoeljono, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. Sementara hadir mendampingi Wapres, Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal

Oleh

Fakta News
Target APK Pendidikan Tinggi Tidak Mungkin Tercapai Jika Biaya Kuliah Mahal
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat kunjungan kerja reses di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap mahalnya biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri. Menurutnya, dengan mahalnya biaya pendidikan tinggi itu dapat menghambat pencapaian target pemerintah dalam meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi. Menurut data tahun 2023, APK untuk laki-laki hanya 29,12 persen dan untuk perempuan 33,87 persen, angka yang jauh dari target yang diharapkan.

Konsekuensinya, tambah Ledia, dengan biaya pendidikan yang sangat mahal  itu banyak calon mahasiswa yang terhambat untuk melanjutkan pendidikan. “Dengan mahalnya perguruan tinggi negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa mencapai target APK yang lebih baik jika banyak anak-anak kita yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena biaya?” ujar Ledia kepada Parlementaria, di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (06/05/2024).

Diketahui, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (tanpa memandang usia penduduk tersebut) dengan jumlah penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) (umur 19- 23 tahun).

Ledia pun mengkritik sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku di banyak perguruan tinggi, yang menurutnya masih memberatkan bagi sebagian besar calon mahasiswa. “Ada perguruan tinggi dengan sistem UKT yang sangat tinggi, dan ada pula yang menengah namun tetap mahal, belum lagi adanya uang pangkal yang harus dibayar di awal,” ujar politisi Alumni Master Psikologi Terapan dari Universitas Indonesia ini.

Ledia juga menyoroti perlunya sebuah sistem pendidikan tinggi yang lebih pro kepada masyarakat, terutama bagi warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan akademis namun ada keterbatasan ekonomi. “Kita perlu membuat sistem yang lebih baik, yang lebih mendukung anak-anak kita untuk bisa kuliah tanpa dibebani biaya yang tidak mampu mereka tanggung,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut, Ledia menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus diakses oleh semua lapisan masyarakat. “Kita membuat kampus itu mandiri, namun bukan berarti kita bisa mengabaikan warga negara Indonesia, terutama anak-anak muda kita yang sebenarnya punya kemampuan dalam akademisnya tapi tidak dalam ekonominya,” ujarnya.

Kebijakan saat ini, menurut Ledia, harus segera dibahas dan diperbaiki, dengan keterlibatan langsung dari kampus-kampus dan pemerintah untuk mencari solusi yang efektif. “Perlu ada diskusi serius antara pemerintah dengan perguruan tinggi untuk menata ulang sistem pendanaan pendidikan tinggi di negara kita,” tutur Ledia.

Dalam mencari solusi, Ledia juga menyarankan agar perguruan tinggi negeri bisa terhubung lebih baik dengan program beasiswa dan bantuan finansial lainnya yang bisa membantu meringankan beban mahasiswa. “Harus ada lebih banyak opsi beasiswa dan bantuan finansial yang dapat diakses oleh mahasiswa yang membutuhkan,” ucap Ledia.

Ledia berharap bahwa dengan perbaikan sistem yang lebih inklusif dan mendukung, Indonesia bisa mencapai tujuan menjadi negara dengan sumber daya manusia yang unggul pada 2045. “Ini semua tentang membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan tinggi di Indonesia, memastikan semua anak berhak dan mampu mendapatkan pendidikan yang layak,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah

Oleh

Fakta News
Geramnya Komisi II terhadap Biaya PBB yang Membengkak Akibat Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024). Foto : DPR RI

Maros – Anggota Komisi II DPR RI Rosiyati MH Thamrin mengecam kebijakan terkait sertifikat tanah yang merugikan masyarakat. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melonjak drastis setelah penerbitan sertifikat tanah.

“Sangat disayangkan melihat betapa besarnya biaya PBB yang harus ditanggung masyarakat setelah memiliki sertifikat tanah. Hal ini menjadi hambatan besar bagi petani dan pengguna lahan lainnya untuk mendaftarkan tanah mereka,” ujar Rosiyati MH Thamrin saat Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi II ke Maros, Sulawesi Selatan, Senin (06/05/2024).

Menurutnya, masyarakat enggan membuat sertifikat tanah karena adanya komponen biaya PBB yang meningkat secara signifikan setelah kepemilikan tanah tersebut bersertifikat. Hal ini berdampak negatif terutama bagi para petani dan pengguna lahan lainnya yang mayoritas hidup dengan penghasilan terbatas.

Rosiayati pun menyerukan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Dinas Pajak untuk meninjau ulang kebijakan terkait tarif PBB. “Saya berharap agar Dinas Pajak dapat mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak dan menyesuaikan tarif PBB dengan lebih adil,” tambahnya.

Kemudian, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga menegaskan bahwa pembenahan terhadap kebijakan tersebut penting dilakukan agar masyarakat merasa lebih terbantu dan terjamin hak-haknya atas tanah yang mereka miliki.

“Pemerintah harus fokus pada upaya mempermudah akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah dengan biaya yang terjangkau, sehingga tidak menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!

Oleh

Fakta News
PON XXI Sebentar Lagi, Pembangunan Venue Ternyata Belum Tuntas!
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi X DPR RI, di Kota Medan Sumatera Utara, Senin (06/05/2024). Foto: DPR RI

Medan – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan, kekhawatirannya terkait kesiapan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang dijadwalkan pada September 2024 di Aceh dan Sumatera Utara. Ledia menyatakan bahwa meskipun pemerintah daerah telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana besar, masih terdapat kekurangan yang perlu ditangani oleh pemerintah pusat.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp2,1 triliun, dan belum lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dari APBD untuk pembangunan venue dan lain-lain. Namun, ada beberapa hal penting yang masih harus di-cover oleh pemerintah pusat,” ujar Ledia, Medan, Sumatera Utara, Senin (6/5/2024).

Menurutnya, masih ada kebutuhan dana tambahan untuk menyelesaikan infrastruktur yang belum rampung. “Persoalnnya ada hal yang harus dicover oleh pemerintah pusat, apakah itu bisa selesai atau enggak. Kita belum tahu sampai sekarang pemerintah daerah juga enggak bisa apa-apa, itu sangat tergantung dari pusat,” ujarnya.

Ledia juga menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah mengusulkan agar penundaan PON hingga awal tahun 2025 untuk memastikan semua persiapan bisa tuntas. “Beberapa dari kami sudah mengusulkan untuk ditunda sampai Januari atau Februari 2025 sehingga penyelenggaraannya bisa berjalan dengan baik dan tidak terburu-buru,” tegas Ledia.

Selain itu, Ledia menekankan bahwa ada kesamaan situasi dengan PON sebelumnya di Papua, yang juga harus diundur karena pandemi COVID-19. “Situasinya serupa dengan apa yang terjadi di Papua. Jika memang belum siap, jangan dipaksakan,” tegasnya.

Ledia juga berharap dengan waktu yang masih ada, bisa di optimalkan dengan baik. “Harapan nanti penyelenggarannya bisa berjalan dengan baik, karena ini baru pertama kali diselenggarakan di dua  provinsi, belum lagi setelah itu ada peparnas untuk disabilitas. Nah jadi memang harusnya lebih matang, kalau memang belum siap jangan dipaksakan,” ungkap Ledia.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berkomitmen untuk juga menggunakan venue yang sudah ada dengan memperbaikinya. Namun, Ledia menyatakan, “Sekarang ini yang ditunggu adalah dukungan anggaran dari pemerintah pusat, bisa atau tidak,” ungkapnya.

Ditambah lagi, menurut Ledia, “Telah dianggarkan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebanyak Rp300 miliar untuk biaya operasional seperti pembayaran wasit dan juri, namun untuk infrastruktur, kecepatan penyelesaian dari pemerintah pusat masih menjadi tanda tanya”.

Kekhawatiran terus mengemuka seiring dengan mendekatnya waktu pelaksanaan PON XXI, dengan banyak pihak berharap agar pemerintah pusat dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persiapan yang masih tertunda.

Baca Selengkapnya