Belajar dari Pandemi Covid-19, Bamsoet Sebut Indonesia Sudah Saatnya Kembangkan Digitalisasi Pemilu
Jakarta – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menuturkan memasuki pola hidup baru atau new normal, semua bidang kehidupan perlu melakukan penyesuaian. Tak hanya di bidang kesehatan, sosial atau ekonomi saja, bidang politik juga perlu dilakukan dengan gaya baru.
“Contohnya pemilu atau pilkada. Sudah waktunya Indonesia mengembangkan digitalisasi dalam pelaksanaan pemilu atau pilkada. Dalam tahap awal bisa di mulai dari pilkada hingga berjenjang sampai ke pilpres,” ujar Bamsoet dalam keterangannya, Selasa (7/7/2020).
“Sehingga jika kelak pandemi dalam bentuk lainnya kembali menimpa Indonesia, tak sampai membuat kehidupan demokrasi, khususnya hak pilih rakyat terganggu,” imbuhnya.
Hal itu diucapkannya saat mengisi diskusi bersama Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad di Press Room MPR RI, Jakarta, Senin (6/7/2020).
“Digitalisasi pemungutan suara melalui barcode menjadi sebuah keniscayaan. Selain menghemat anggaran kotak suara, bilik suara, kertas, dan tinta yang jumlahnya triliunan juga efektif/tidak perlu menunggu lama perhitungan suara yang sangat memakan biaya dan energi. Cukup dalam hitungan menit sudah tahu hasilnya,” ujar Bamsoet.
Mantan Ketua DPR RI ini menekankan, walaupun tak bisa dilakukan dalam waktu dekat, minimal pengembangan digitalisasi pemilu sudah dimulai sejak sekarang. Sehingga di masa depan Indonesia bukan semata menjadi negara demokrasi terbesar dunia, melainkan juga menjadi negara demokrasi yang inovatif.
“Akibat pandemi COVID-19, Indonesia dan berbagai negara lainnya terpaksa menunda tahapan pemilu. Inggris Raya menunda pemilihan lokal yang seharusnya dilakukan pada Mei 2020, Italia menunda referendum pengurangan anggota parlemen 29 Maret 2020, Bolivia menunda pemilihan presiden 3 Mei 2020, serta Indonesia menunda pemilihan wali kota/bupati 23 September 2020 menjadi awal Desember 2020,” urainya.
“Padahal sebelumnya, bencana alam, kerusuhan, maupun peristiwa lainnya tak pernah sampai mengganggu tahapan pemilu di berbagai negara. Pandemi yang membuat tahapan pemilu terhenti,” tandas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, tak hanya menguji penyelenggaraan pemilu, pandemi COVID-19 juga menguji kualitas kepemimpinan para pengambil kebijakan di berbagai negara dunia.
Tercatat sudah 215 negara terinfeksi COVID-19. Ada pemimpin yang berhasil, ada yang masih berjuang, dan ada yang menjadi bulan-bulanan rakyatnya.
Kanselir Jerman Angela Merkel, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardem, Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen, Presiden Taiwan Tsai Ing-Wen, dan Perdana Menteri Islandia Katrin Jakobsdottir, adalah contoh pemimpin yang dinilai berhasil mengendalikan penyebaran COVID-19.
Sementara Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Presiden Brazil Jail Bolsonaro, dan Presiden Meksiko Andrés Manuel López Obrador malah menjadi bulan-bulanan masing-masing rakyatnya.
“Sedangkan Presiden Joko Widodo bersama pemimpin Asia lainnya masih terus berjuang menghadapi pandemi COVID-19. Hasilnya sejauh ini cukup memuaskan, dengan semakin tingginya cakupan test swab per hari mencapai 10 ribu spesimen, kini sedang ditingkatkan hingga mencapai 30 ribu spesimen per hari,” tandas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menuturkan, tak hanya kepemimpinan di tingkat nasional, pemimpin yang bertugas sebagai pengambil kebijakan di tingkat menteri juga mendapat banyak sorotan lantaran penanganan pandemi COVID-19.
Menteri Kesehatan Ekuador Catalina Andramuno Zeballos misalnya, memilih mengundurkan diri tatkala jumlah positif COVID-19 di negaranya mencapai 500 orang pada 21 Maret 2020.
“Karena dinilai berhasil mengendalikan penyebaran COVID-19 di Tokyo, Yuriko Koike hari ini terpilih kembali menjadi Gubernur Tokyo. Ia menjadi wanita pertama yang memimpin Tokyo selama dua periode,” ujar Bamsoet.
“Hal ini menunjukan pandemi COVID-19 tak hanya sekadar menguji kualitas kepemimpinan di tingkat nasional negara, melainkan juga di tingkat lokal,” pungkas Bamsoet.
(hels)
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.