Connect with us
Wakil Kepala Bekraf, Ricky Joseph Pesik:

Industri Kreatif Bisa Mendorong Indonesia Menjadi Negara Maju

Zaman terus berubah. Dunia saat ini telah memasuki era industri gelombang keempat, yakni industri kreatif. Bahkan di sejumlah negara, kreativitas dan inovasi sudah menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi, dengan menciptakan lapangan kerja dan memunculkan banyak peluang bisnis baru.

Indonesia pun memiliki industri kreatif dan sangat potensial dikembangkan. Banyaknya keanekaragaman budaya tiap daerah dengan masing-masing ciri dan kerarifan lokalnya, menjadi salah satu faktor penguat. Dengan modal tersebut, bukan tidak mungkin Indonesia bisa menjadi negara maju dengan industri kreatifnya.

Menanggapi perkembangan industri kreatif Indonesia, Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden No.6 Tahun 2015 (jo Perpres No. 72 tahun 2015) kemudian membentuk Badan Ekonomi Kreatif  (Bekraf). Lembaga Pemerintah nonkementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden tersebut lantas diharapkan bisa mengangkat potensi tersembunyi dari industri kreatif nasional.

Untuk menggali lebih dalam mengenai apa yang bisa, sudah, dan akan dilakukan Bekraf, tim redaksi fakta.news menemui Wakil Kepala Bekraf Ricky Joseph Pesik di kantornya, beberapa waktu lalu. Dari mulai fokus utama hingga ke segala hal yang menjadi tantangan Bekraf, pria yang mempunyai hobi membaca buku dan menyelam ini bicara banyak kepada kami. Berikut kutipannya:

Apa sasaran, fokus, dan strategi Bekraf  sebagai lembaga negara baru di Pemerintahan Joko Widodo? Apa saja pencapaian yang signifikan dalam 2 tahun ini?

Target Rencana Strategis (Renstra) kita secara kuantitatif ada tiga, yakni peningkatan kontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto), peningkatan tenaga kerja, dan peningkatan ekspor. Kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap PDB kita itu 852,42 triliun. Tumbuhnya memang hanya 4,38%. Namun angkanya itu besar, yaitu hampir Rp60 triliun. Kontribusinya sendiri juga besar, 7,38%.  Dari 16 sektor kreatif, kuliner menjadi yang paling pesat kontribusinya dengan 41%.

Sedangkan khusus ekspor, sasaran kita 10% pada 2019. Bisa dibilang ini memang agak sulit karena growth persentase-nya rendah.  Namun nominalnya besar sekarang. Ekspor kita dari 2014 itu tumbuh dari 18,2 miliar USD menjadi 19,4 miliar USD. Sektor fesyen dan kriya mendominasi ekspor kita.

grafik 1

 

grafik 2

Apa yang membuatnya sulit?

Bicara soal kontribusi terhadap PDB dan ekspor, kalau kita melihat dari kondisi ekosistem ekonomi kreatif nasionalnya sekarang, menurut saya karena kapitalisasinya masih kecil. Jika mengikuti negara lain yang banyak melakukan kapitalisasi, mungkin target 10% saja pasti dapat. Jadi potensi untuk tumbuh itu memang besar sekali, hanya tinggal bagaimana kita mengelolanya ke depan.

Proyeksinya itu seperti ini. Pasar game misalnya, itu sudah ada petanya. Market domestik secara nasional kalau tidak salah mencapai 10 triliun. Sayangnya, dari 10 triliun itu, hanya 1% yang dikuasai pengembang game lokal. Jadi nilai lebih 10 triliun itu larinya hanya ke industri game luar, bukan ke kita.

grafik 7

grafik 3

Kalau target peningkatan tenaga kerja?

Jumlah tenaga kerja industri kreatif sekarang 15,9 juta jiwa. Kurang lebih 14% dari total tenaga kerja industri. di Indonesia, sedangkan di Asia Pasifik, jumlah tenaga kerjanya yang bergerak di dunia kreatif sebanyak 43% dari total tenaga kerja industri—dan menjadi kawasan paling tinggi di antara lainnya. Untuk Eropa saja hanya 26%. Jadi Asia itu sekarang sudah menjadi central of creative.

Perlu diketahui juga, mulanya target kita itu 15 juta tenaga kerja. Dengan jumlah sekarang yang sudah 15,9 juta, berarti target sudah berhasil dilewati. Saat ini pun target sudah kita perbarui lagi menjadi 19 juta jiwa di 2019.

grafik 4

Berarti tantangan terbesar saat ini tinggal di peningkatan PDB dan ekspor? Sudah ditemukan batu ganjalannya?

Tantangannya itu memang banyak. Salah satunya dari sisi akses permodalan. Generating funding, modal ventura, itu pemanfaatannya masih kecil sekali, sekitar 0,06 %. Bahkan 92% rata-rata pelaku kreatif masih mengandalkan modal sendiri. Untuk yang mendapatkan dari bank pun hanya 24%.

Hal ini juga disebabkan masih adanya masalah pada sistem perbankan kita. IP Financing-nya belum ada, sehingga membuat kita harus memakai collateral. Di wilayah itulah Bekraf mencoba hadir memberi solusi dan memfasilitasi, termasuk dengan melobi OJK (Otoritas Jasa Keuangan) untuk menetapkan aturan-aturan baru yang memudahkan pelaku kreatif mendapatkan modal.

grafik 5

Apa yang membuat 92% pelaku kreatif masih menggunakan modal sendiri?

Sebab rata-rata memang usaha kecil. Belum banyak yang ke perbankan karena usaha ekonomi kreatif di Indonesia banyak yang tidak memiliki badan hukum. Nah, di sinilah Bekraf juga hadir. Setidaknya ada tiga program yang sudah berjalan. Pertama, program pendaftaran perusahaan pada usaha mikro kreatif. Kami sudah memberi insentif atau modal kepada seribu pelaku kreatif. Kecil memang, namun untuk memulai ini sudah lumayan dan terus kami tingkatkan.

Ada lagi program HaKI, karena tugas Bekraf salah satunya juga me-monetizing HaKI. Namun yang komoditi, memang bukan Bekraf yang harus melakukannya. Ambil contoh kopi. Kopi itu kan masuk kuliner, namun kami bukan mendukung petani kopinya. Lantaran petani kopi memasarkan komoditi, jadi tidak termasuk aspek yang memiliki nilai tambah kreativitas. Sedangkan tugas Bekraf sendiri menciptakan sebanyak mungkin nilai tambah.

Jelasnya seperti ini, misalkan petani kopi Aceh bisa memproduksi 10 ton seminggu—berarti bisa mendapat Rp1 miliar. Namun ternyata dia menjual semuanya ke kedai kopi asing. Kemudian oleh kedai kopi itu dikemas lagi menjadi lebih menarik dengan bungkusnya, gelasnya, lalu mereknya. Nah yang Rp1miliar tadi, bisa dia tingkatkan lagi menjadi Rp80 miliar. Ini nilai tambahnya ada di kedai kopi asing tersebut, sehingga tidak bisa dianggap sebagai PDB kita.

Karena itulah kami di sini ingin memperbanyak kedai-kedai kopi asli dan merek-merek nasional. Sehingga kalau mereka meningkat dan berkembang, PDB-nya ada di kita. Walaupun mungkin kedai-kedai kopi nasional kita hanya bisa meningkatkan nilai dari Rp1 miliar menjadi Rp30 miliar saja, itu tetap masuknya ke PDB kita.

grafik 6

Contoh itu juga terjadi di sektor lain?

Tentu saja. Seperti kriya, fesyen, dan semacamnya, yang kami inginkan adalah mendukung penuh brand sendiri. Namun sekali lagi, kami hanya mendukung untuk mereka yang memiliki HaKI. HaKI ini sangat penting.

Kita ambil contoh pengembang game di Indonesia. Begitu mereka menjual HaKI-nya ke publisher di Korea, kami pasti tak mendukungnya. Kecuali ada deal 50-50, jadi nilai tambahnya masih ada yang masuk. Sebab kami juga menyadari bahwa di era global ini memang sulit untuk 100 persen menjadi milik sendiri. Soal ini masih bisa kita dukung karena satu sisi dia juga mengembangkannya di dalam negeri. Sekaligus bisa jadi ajang mempromosikan Indonesia agar makin banyak investor asing menanam uangnya di sini untuk pelaku kreatif nasional.

Sebut saja (film) Wiro Sableng. Mereka mendapatkan investasi dari Fox Internasional. Masuknya ke perusahaan Indonesia. Hal semacam startup seperti ini jelas kami dukung juga karena bisa sekaligus menjadi duta investasi. Selama ini pun kami selalu mendorong para startup untuk “jual diri” ke luar, supaya bisa dapat modal dari luar, tapi digunakan di Indonesia.

Jadi, ini soal kapitalisasi dan HaKI?

Ya, sasaran Bekraf yang terpenting salah satunya juga meluruskan definisi ekonomi kreatif yang belum seragam. Wilayah ekonomi kreatif, ya menciptakan nilai tambah dan meyakinkan bahwa kepemilikan IP itu penting, monetizing IP itu penting—termasuk elemen, desain kemasan, pasar, marketing, dan segala macamnya, harus dimiliki setiap pelaku kreatif. Namun yang terpenting dasarnya dulu, ownership IP, ownership hak. Bisa disebut juga sekarang fokus kita adalah mempertajam definisi ekonomi kreatif berbasis IP, mengapitalisasi sektor unggulan, dan bermerek Indonesia!

Lagi-lagi saya mencontohkan kopi. Kita punya banyak speciality coffee. Negara lain tidak punya kopi khas kita. Ini bisa sekaligus mencerminkan betapa kaya dan beragamnya kita

Anda mengatakan kuliner menjadi sektor paling tinggi dalam hal kontribusi PDB. Apa faktor penyebabnya?

Kuliner itu kalau di Indonesia relatif jalan sendiri. Tanpa intervensi pemerintah, bisa berkembang sendiri karena kebutuhan dasar. Sayangnya di luar negeri, kita belum bisa berkembang pesat.

Iya dong. Kalau bicara soal ekspansi kuliner luar negeri, kita harus bisa seperti KFC, McD, ataupun Tamnak Thai dan Han Gang. Nah kopi kita itu paling siap untuk ekspansi ke luar negeri. Ini yang sedang kita garap dengan sering mempertemukan pelaku usaha kopi dengan investor luar negeri.

Lalu masalahnya?

Masalahnya, upaya pengusaha (kopi) bergerak melakukan ekspansi belum dengan insentif, sehingga hitungan bisnisnya kerap tidak masuk. Jadi kendala mereka untuk keluar jelas permodalan. Pun soal izin BPOM bahkan mereka kerap menemui kesulitan, sebab ternyata untuk mendapatkannya seorang pengusaha harus berlokasi roasting di kawasan industri. Jadi masih manufactured oriented, sementara paradigma bisnisnya sudah berubah.

Padahal lihat sekarang, speciality coffee di dunia kian tumbuh. Di Jepang, misalnya, di tiap-tiap gang sudah ada. Owner-nya memang hanya satu atau dua orang, tapi ada ribuan. Oke, di Indonesia pun sebenarnya banyak. Hanya saja masalahnya, mereka (kopi luar) mudah masuk ke sini, sementara kita susah masuk ke sana. Ini yang kami ingin dukung agar merek Indonesia bisa go international.

Artinya ekosistemnya memang harus kita bangun. Kalau tidak, kita akan terus begini-begini saja. Batik sudah terkenal, kopi pun terkenal. Kita juga sering hadir di pameran ini-itu, fashion show ini-itu, namun belum ada merek batik nasional di mal-mal kecil di Amerika. Hanya 3 hari, 4 hari, lalu habis begitu saja. Nah nanti kalau mereka mau beli ke mana? Atas dasar itulah kita membutuhkan new marketing strategy.

Benar juga. Kualitas produk kita sebenarnya sudah banyak yang tahu….

Ya benar. Minat terhadap artisan produk kita di pasar global itu tinggi potensinya. Kalau dipetakan pada size global economy terhadap kreatif industri itu besar sekali. Industri kreatif Global Revenue kita itu sudah 230% lebih besar dari total ekspor oil seluruh anggota negara OPEC. Jadi basis ekonomi kreatif Indonesia ini memang basisnya artisan produk. Kecil-kecil, tapi banyak. Jadi? Kita memang harus menaikkan nilai tambahnya.

Seperti diutarakan Presiden Joko Widodo, industri kreatif akan menjadi industri masa depan. Menurut Anda?

Ya memang. Kita tidak bisa berharap pada industri dari minyak terus-menerus, dan harus menyiapkan industri UKM dan kreatif sebagai basis baru. Untuk itu, capacity building-nya mesti ditingkatkan untuk pelaku daerah. Makanya Bekraf meningkatkan program seperti IKKON

IKKON?

Inovasi Kreatif Kolaborasi Nusantara. Jadi kita mengirim satu set ahli, pelaku profesional, untuk berkolaborasi dengan pelaku kreatif daerah. Jadi ada ahli desain, Iptek, arsitek, ahli bisnis, ahli manajemen produksi, dan lain-lain sekitar 30 orang. Kemudian bersama Pemda setempat menentukan fokus kreatifnya apa. Selama empat bulan secara insentif, mereka bekerja bersama pelaku daerah memperbaiki kualitas produk atau bahkan produk baru yang IP-nya dimiliki bersama—yang nantinya akan dipromosikan Bekraf. Dimulai dari tahun lalu, kami sudah menghadirkan IKKON di lima daerah, yakni Kabupaten Ngada-Flores NTT, Brebes, Sawahlunto, Rembang, Sawaran Lampung.

Untuk Kabupaten Ngada, misalnya. Ini sudah kami bawa ke Chiang Mai Design Week Asia. Hasilnya luar biasa. Pesanan banyak. Nah masalah besarnya, manajemennya produksinya untuk memenuhi kebutuhan pasar masih kurang. Makanya sekarang sedang disiapkan koperasi untuk memenuhi permintaan. Setelah daerah-daerah tadi, saat ini IKKON beroperasi di Bojonegoro, Banyuwangi, Banjarmasin, Atambua, dan Toraja Utara. Program ini akan terus kami lakukan di daerah lain.

Bagaimana dengan e-commerce?

Ini dia. E-commerce ini memang penting sebagai channel penjualan. E-commerce itu kunci di ekonomi kreatif. Di situlah peluang pemasaran yang paling potensial ke depan untuk produk ekonomi kreatif kita. Jadi sekarang PR Pemerintah adalah bagaimana bisa memberikan kepastian regulasi dan insentif ke e-commerce untuk bisa ritel ekspor.

Strategi-strategi Bekraf yang Anda sebutkan tadi, apakah mencontoh negara lain?

Kita mix, ada Korea ada Inggris, tapi landscape-nya agak beda. Kalau Korea itu, tangan pemerintahnya kuat sekali. Misalnya K-Pop itu lahir karena pemerintahnya turun tangan. Prosesnya pun menunggu 15 tahun dulu baru berkembang. Nah kami ini satu-satunya negara yang badan kreatifnya setingkat kementerian. Inggris saja di bawah Kementerian. Perancis juga enggak punya, hanya badan pelaksana.

Tantangan Bekraf ke depan memang tercermin dari kedeputian kami: jadi ekosistem yang mesti dibangun. Kita punya riset edukasi dan pengembangan, akses permodalan, infrastruktur, pemasaran, fasilitasi HaKI dan regulasi, serta hubungan antar lembaga dan wilayah. Enam itu, kalau tiap kedeputian tertata dengan baik mengimplementasi dukungan dan fasilitasinya ke pelaku ekonomi kreatif, maka ekosistem ekonomi kreatif akan lebih baik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

WAWANCARA

Sharon Margriet: Generasi Milenial Butuh Kemasan Menarik untuk Belajar Sejarah

Oleh

Fakta News
Sharon Margriet Sumolang dalam Diskusi Sejarah Kebangsaan yang digelar Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT) Rabu, 28 Agustus 2019

Jakarta – Tidak terasa kemerdekaan Indonesia sudah menginjak usia 74 tahun. Tentunya sudah banyak pencapaian yang telah dilakukan sejauh ini. Topik tentang kemerdekaan pun masih hangat dibicarakan, termasuk bagi generasi milenial.

Menurut mereka, berbicara soal kemerdekaan Indonesia, maka secara tidak langsung bicara soal sejarah. Namun tak sedikit dari mereka yang berharap agar sejarah disajikan semenarik mungkin. Tak melulu sekedar pengetahuan tentang kejadian, tempat, maupun tokoh dalam sejarah tersebut.

Hal ini diungkapkan Runner Up Kedua Miss Indonesia 2019 asal Sulawesi Utara, Sharon Margriet Sumolang, dalam Diskusi Sejarah Kebangsaan yang diadakan Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT), di Rumah Bersama Pelayan Rakyat, Rabu (28/8/2019). Sharon tampil sebagai pembicara mewakili generasi milenial, menurutnya generasi sekarang itu mempunyai cara yang unik untuk menghargai sejarah.

“Kami mungkin generasi yang dianggap cuek akan sejarah. Yang kami dapatkan, sejarah sekedar pengetahuan tentang tempat, tahun, dan tokoh, tidak tentang value. Tapi kami adalah generasi yang kalau sudah addict, kami akan menjadi penyebar yang efektif, kami bisa menjangkau jutaan orang dalam waktu singkat,” papar Sharon.

Dalam diskusi bertema “Menelusuri Jejak Pemikiran Bapak Bangsa” itu, Sharon menyampaikan banyak hal yang menurutnya perlu mendapat perhatian generasi terdahulu.

“Kami butuh wadah-wadah seperti ini, dimana kami boleh mencurahkan isi pikiran kami tentang apa yang dipikirkan oleh generasi terdahulu. Kami punya cara yang unik untuk menghargai sejarah,” imbuh dara cantik berdarah Manado, Padang, dan Jawa ini.

Menurut Sharon, generasi milenial dianggap kurang menyukai hal-hal yang ruwet seperti politik, ekonomi, bahkan sejarah. Padahal stigma yang seperti itu keliru.

“Ketika disandingkan dengan data dan fakta, mohon maaf itu malah kami kurang tertarik. Kami butuh brand new fresh approach untuk memperkenalkan sejarah kepada kami. Kami suka hal-hal yang kreatif yang tidak terlalu kaku,” tambahnya.

Baca Juga:

 

Munir

Baca Selengkapnya

BERITA

Pembangunan Tidak Merata di Banten, Maruf: Dahnil Gak Tau Apa-apa

Oleh

Fakta News
Dahnil Banten Maruf
Kiai Ma'ruf saat menghadiri Silaturahmi Akbar Banten Bersatu untuk Indonesia

Serang – Calon wakil presiden nomor urut 01, KH Maruf Amin, seusai memberikan pidato kebangsaannya di acara Silaturahmi Akbar Banten Bersatu untuk Indonesia, pada Minggu (3/3/2019), di Kota Serang, menepis tudingan juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjutak terkait pembangunan yang tidak merata di Pandeglang, Banten.

Berikut kutipan wawancara Maruf Amin dengan Fauzan dari Fakta.News bersama para wartawan yang menghadiri acara tersebut.

Terkait cuitan Dahnil yang menyebut bahwa pembangunan di Banten tidak merata, khususnya di Pandeglang, benarkah tudingan itu?

Dahnil tidak memahami wilayah Banten. Padahal Pemerintah saat ini tengah melakukan pembangunan di wilayah Pandeglang.

Dia gak tau apa-apa. Dia bukan orang Banten

Apa saja yang tengah pemerintah bangun di Kabupaten Pandeglang?

Ada tol Serang-Panimbang, program KIP, Program Keluarga Harapan dan masih banyak lagi,” imbuhnya.

Jadi belum selesai semuanya kyai?

Sebagai putra daerah Banten tentu saya mengetahui jika pembangunan di Banten secara keseluruhan telah berjalan secara bertahap. Tentunya butuh waktu, step by step. Insya Allah semuanya akan tepat waktu.

Baca juga:

Pesan pak kyai terhadap warga Banten seperti apa Pak Kyai?

Warga Banten agar menjaga NKRI, karen wilayah Banten ini adalah baagian dari sejarah perjuangan panjang dalam merebut kemerdekaan.

Saya tadi meminta agar warga Banten membela Indonesia lahir dan batin. Perbanyak solawat agar negeri ini tenteram. Karena Banten juga bagian dari perjuangan kemerdekaan Indonesia. Banten akan mengawal NKRI sampai akhir zaman.

Baca Selengkapnya

BERITA

Semua Koperasi Yang Miliki Dana Bergulir Harus Berbasis Digital

Oleh

Fakta News
Dana Bergulir, KUMKM
Direktur Utama LPDB, Braman Setyo(Istimewa)

Jakarta – Program penyaluran dana bergulir di Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) hingga akhir 2018 masih belum memenuhi target. Meski begitu, sisa dana sebagai modal bagi pelaku koperasi dan UMKM di Indonesia ini akan tetap disalurkan pada tahun 2019.

Direktur Utama LPDB KUMKM, Braman Setyo mengatakan, dari total Rp1,2 triliun penyaluran dan bergulir hingga akhir 2018 baru tersalurkan sebesar 80%. Sementara sisanya, yakni sekitar Rp200 miliar akan disalurkan pada 2019 ini. “Kami bukan seperti di kementerian atau lembaga. Desember berhenti, kita tidak berhenti. Berjalan terus sampai tahun selanjutnya,” ujarnya kepada akhir Desember lalu.

Baca juga:

Setyo pun mengaku optimis, bahwa dana bergulir KUMKM ini akan tersalurkan semuanya. Sebab, saat ini ada sebanyak 41 dokumen pengajuan dalam proses yang berpotensi lolos. Ke-41 proposal tersebut telah memasuki pengkajian tahap dua. “Bahkan, beberapa telah masuk analisis yuridis maupun manajemen risiko untuk kemudian ke tahap komite,” ujarnya.

Ia menjelaskan, angka 41 proposal tersebut terbagi untuk penyaluran melalui skema konvensional. Sebanyak 26 proposal dengan jumlah plafond pengajuan Rp846 miliar dan melalui skema syariah sebanyak 15 proposal dengan jumlah plafond pengajuan Rp342 miliar. Artinya, ada tambahan potensi penyaluran hingga Rp1,18 triliun.

Baca Selengkapnya