Skenario Kejahatan Politik Kelangkaan Minyak Goreng
Tulisan ini menyambut pemikiran Mas Indro Tjahyono yang dimuat dalam Fakta.news (24/03) terkait kelangkaan minyak goreng yang terjadi.
Salah satu sintesis yang dikemukakan di paragraf penutup adalah adanya perilaku kolutif yang kini menjadi bumerang bagi kebijakan pemerintah sendiri. Bagaimana menteri akan berani menindak para pengusaha hitam dan serakah, kalau ia disubordinasi oleh lingkaran kolusi tingkat dewa.
Relasi yang tidak sedap antara oknum pemerintah dan oknum pengusaha inilah yang membuat citra pemerintah terpuruk di mata rakyat.
Mas Indro Tjahyono yang juga dikenal sebagai aktivis gerakan mahasiswa 77/78 tentu mendapatkan informasi yang cukup valid, menghimpun dinamika politik yang disebutnya “tingkat dewa” dengan menyebutkan di paragraf sebelumnya bahwa pemerintah memiliki posisi tawar yang rendah terhadap pengusaha nakal.
Jika posisi tawar rendah, maka semua instrumen kendali pemerintah dan penegakan hukum jadi lemah. Apalagi jika pemerintah mentolerir oknum pengusaha besar bisa jadi dewa penolong untuk semua hal, staf ahli menteri, duduk dalam dewan pertimbangan, dan wakil kepala badan otorita.
Relasi Pengusaha-Penguasa-Partai Politik
Saya tidak menerka-nerka akan dinamika politik “tingkat dewa” itu, namun lebih memotret keterhubungan, relasi antara pengusaha-penguasa dan partai politik meminjam istilah Barington Moore, no bourgeoisie no democracy, demokrasi akan tumbuh dan berkembang jika kelas borjuis menjadi kuat dan aktif dalam proses demokratisasi. Hal ini dapat kita lihat terjadi, bagaimana pengusaha masuk dalam lingkar kekuasaan dan partai politik.
Meski demikian, kondisi tersebut bukan hal baru. Sebab telah terjadi di rezim Orde Baru. Bagaiman pengusaha cawe-cawe dalam jalan pemerintahan, hal ini juga merupakan salah satu penggerak dalam meruntuhkan rezim Orde Baru. Gerakan Reformasi 1998 adalah jawaban perlawanan prilaku Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) yang begitu massive dilakukan antara pemerintah, pengusaha serta partai politik.
Namun, pada masa Orde Baru, peran pengusaha hanya sebatas supporting system belaka dari jejaring politik dan ekonomi. Pasa masa itu modal, kontrak, konsesi, dan kredit dari negara diberikan secara langsung kepada pengusaha, namun pada kesempatan yang sama pengusaha-pengusaha swasta yang mendapatkan dukungan dan proteksi pemerintah; mereka mempunyai patron dalam kelompok kekuasaan politik-birokrasi. Mereka diatur di bawah aparat-birokrasi dan sangat bergantung dengan modal asing. Oleh sebab itu mereka hanya sebagai pemain pendukung di belakang pemerintah.
Pada saat ini menurut Nurhayati, peneliti LIPI, dengan daya pikat finansial yang besar, nominasi dapat dibeli agar mereka dicalonkan sebagai anggota legislatif. Kekuasaan tersebar kemana-mana serta pengaruh politiknya yang luas. Akibatnya, upaya untuk mendapatkan kemudahan dan proteksi politik dalam berbisnis makin lebar dan berbiaya tinggi. Semakin banyak kelompok pengusaha mendekati pusat kekuasaan dengan cara menyuap, sehingga menimbulkan biaya transaksi keuntungan pemburuan rente dalam kekuasaan.
Memang tidak semua pengusaha yang berpolitik berdampak negatif. Namun pengalaman empirik yang dilakukan berbagai akademisi di negara berkembang dan maju menunjukkan tabiat koruptif semakin membesar. Karena umumnya motivasi utama para pengusaha dalam berpolitik untuk mempertahankan kepentingan bisnisnya. Yashiro Kunio, menamakannya “kapitalis semu” (ersatz capitalism). Kerajaan bisnis yang dibangun bukan hasil persaingan usaha sehat dan inovasi bisnis, tetapi dari privilage dan konsesi yang diberikan patron politik.
Sangat tepat jika memperhatikan pernyataan Mas Indro Tjahyono, bagaimana memperhatikan struktur elit politik saat ini dikuasai oleh selingkuhan pengusaha dan penguasa serta partai politik. Bukan hanya masuk, melainkan mengendalikan karena berada di puncak pimpinan partai politik dan tubuh di kabinet Pemerintahan Jokowidodo akan mudah kita lihat dihiasi wajah-wajah pengusaha, yang menduduki posisi penting pemerintahan.
Gerakan Relawan Politik Melawan Hegemoni
Mencuplik pemikiran Gramsci yang gagal dalam mengobarkan revolusi kaum pekerja tahun 1912-1920 karena perilaku pasif kaum pekerja dalam menghadapi fasisme di Italia dengan istilah determinisme mekanis dimana kaum pekerja berkeyakinan bahwa kontrakdiksi dalam kapitalisme akan berkembang, dan gerakan massa revolusioner akan muncul dengan sendirinya dan mengantarkan pada sosialisme. Hal ini menyebabkan kaum pekerja hanya menunggu keruntuhan ekonomi kapitalis dan tidak siap dengan inisiatif-inisiatif politis.
Dalam mencapai perubahan Gramsci, menawarkan penyatuan, aliansi tidak saja dari kelompok mayoritas petani dan buruh tetapi juga mencakup peran kelas kapital dan anggotanya, serta menambahkan dimensi nasional kerakyatan. Bahwa suatu kelas tidak dapat meraih kepemimpinan nasional dan menjadi hegemonik, jika kelas itu hanya memperhatikan kepentingan mereka sendiri, karenanya mereka harus juga memperhatikan tuntutan dan perjuangan rakyat yang tidak mempunyai karakter kelas yang bersifat murni, yaitu kepentingan yang tidak muncul secara langsung dari hubungan-hubungan produksi. Dengan demikian, hegemoni mempunyai dimensi kelas dan dimensi nasional kerakyatan.
Gerakan relawan politik pada momentum pemilihan presiden 2014 hingga saat ini, merupakan perubahan perluasan demokrasi partisipatoris yang menawarkan hawa baru tidak dimobilisasi murni oleh hegemoni partai politik, tetapi partisipasi yang lahir dari sukarela (otonomi) baik melalui aksi jalanan dan aksi dunia maya.
Kehadiran relawan politik bukan disebabkan daya tarik partai politik justru sebaliknya, kejenuhan nominasi yang diusung partai politik yang itu lagi, itu lagi berasal dari trah biru, menjadi pendorong. Tahun 2014, KAPT sebagai salah satu relawan politik mengusung Jokowidodo disebabkan adanya muatan nilai yang melampaui daya tarik partai politik. Nilai kebangsaan, perubahan atas pembaharuan politik lama trah biru, pemimpin alternatif yang berasal dari rakyat, menggerakkan para relawan yang umumnya berasal dari aktivis gerakan politik, aktivis non-pemerintah (LSM) dan budayawan atau seniman.
Mengutip, Ignas Kleden sebagai gerakan politik, tujuan dan tugas relawan politik telah tercapai. Relawan politik telah mampu memenangkan pasangan Jokowi-Maaruf Amin sekaligus menegaskan social movement dapat menciptakan suasana politik dan kebudayaan yang lebih baru. Tetapi, sebagai gerakan sosial, pekerjaan para relawan politik baru dimulai dan sejarah akan mencatat, apakah cita-cita suatu masyarakat baru dapat terwujud setelah pragmatisme politik dan semua turunannya dapat digeser oleh budaya voluntaristik dalam langgam politik dan kebudayaan Indonesia. Volunterisme ini dapat membuktikan apakah kebekuan politik dan sempitnya ruang gerak kebudayaan yang selama ini—dapat diterobos oleh suatu kebersamaan baru dalam ruang publik.
Kenyataan politik saat ini ketika terjadi kelangkaan minyak goreng, adanya skenario jahat relasi pengusaha-penguasa, dan partai politik dalam struktur politik kita, ternyata dari era Orde Baru, hinga era Reformasi tidak mengalami banyak perubahan berarti. Untuk menggambarkan dinamika politik yang terjadi ini, Saya meminjam istilah Ganjar Pranowo dalam forum High Level Meeting (HLM) dengan tema ‘Mitigasi Risiko Tekanan Harga dan Pasokan Komoditas Global terhadap Inflasi Jawa Tengah’ di Gumaya Tower Hotel. “Kita tidak bisa lagi seperti ini karena muka pemerintah hari ini ditampar habis-habisan”.
Meski demikian, dengan struktur politik yang ada, sangat tidak menjamin akan terjadi perubahan yang ekstrem. Mungkin saja kondisi ini akan terus berulang dalam bentuk kelangkaan bahan pangan yang lain. Atas kondisi ke depan ini, Mohon maaf Pak Ganjar, pemerintah sangat mungkin akan menerima tamparan berkali-kali.
Lantas bagaimana mengubahnya; Pertama, Gramsci menawarkan gerakan untuk melawan perilaku determinisme mekanis. Selalu siap dalam memberikan inisiatif-inisatif politik yang tidak kaku, dengan melawan hegemoni kekuasaan partai politik sembari menyatukan perlawanan antar golongan pro perubahan, tidak saja dari kelompok mayoritas tetapi seluruh lapisan masyarkat. Kedua, Gerakan Relawan harus menawarkan wacana pemikiran alternatif di tingkat ideologi sebagai jalan lain atau tandingan bagi konsep kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah.
Ketiga, bukan saja sekedar wacana, tetapi mampu memberikan contoh penerapan di lapangan. Keempat, gerakan relawan diharapkan mampu aktif, cepat dan tepat menyediakan berbagai informasi di berbagai media massa untuk pendidikan politik, kritis mengawal dan mengkoreksi kebijakan pemerintah, bukan sebaliknya terlena dan melempem akibat barter politik yang kini terjadi.
Kerja-kerja ekstra parlementarian relawan politik menjadi penting mengingat kondisi kedepan dengan struktur politik yang tidak berubah, cenderung akan menyebabkan relawan politik jatuh dikubangan yang sama. Kelangkaan minyak goreng memberikan pelajaran, bagaimana gerakan relawan pro pemerintahan Jokowidodo sunyi senyap memberikan respon, kontradiksi ketika relawan mengusungnya menjadi calon presiden. Penuh kegembiraan, hiruk-pikuk pesta rakyat, yel-yel, hingga para seniman menciptakan lagu pencalonan.
Akhir kata. Ke depan relawan politik bukan saja menjadi penggembira ajang lima tahunan, namun mampu memberikan posisi tawar yang kuat dalam menjalankan pemerintahan di republik untuk siapapun pemimpinnya.
Wassalam.
Rahayu Setiawan
Ketua Departemen Budidaya Pertanian dan Agrobisnis KAPT
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.