PR Presiden Berikutnya: Menuju Holding ID Alsintan (Alat Mesin Pertanian)
Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, namun yang terburuk adalah menunda sesuatu barang semenit sekalipun (Tung Desem Waringin).
Sore itu saya berada di workshop mesin pertanian sahabat di daerah Bogor, Jawa Barat. Situasi yang tepat ketika ramai di pemberitaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan ultimatum kepada Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo perihal penggunaan produk alat dan mesin pertanian yang diimpor dari negara lain. Hal itu disampaikan Jokowi saat pengarahan kepada menteri, kepala lembaga, kepala daerah, dan badan usaha milik negara (BUMN) tentang aksi afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Bali, Jumat (25/3/2022).
Beragam pertanyaan saya lontarkan. Apakah praktik impor ini sudah berlangsung sejak lama? Mengapa Presiden Jokowi baru menyentil Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo? Kemudian pertanyaan mendasar, sebenarnya bagaimana posisi industri alat dan mesin pertanian kita? Apakah pemerintah memiliki keseriusan dalam membangun industri alat dan mesin pertanian (alsintan), khususnya di rezim pemerintahan Jokowi? Lantas hal apa saja yang diperlukan untuk membangun industri alsintan kita?
Level Mekanisasi Pertanian Indonesia
Sebelum menjawab beragam permasalahan tersebut, dan tidaklah cukup pula menjawab dalam tulisan singkat ini. Setidaknya, mari kita berpijak sudah sejauh mana perkembangan industri pertanian Indonesia. Namun, sebelumnya baiklah saya menguraikan lingkup dari mekanisasi pertanian karna istilah ini Menurut Olmstead dan Rhode (2014). Secara konseptual, mekanisasi pertanian adalah proses pengenalan dan penggunaan bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian. Bantuan yang bersifat mekanis tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber energi lainnya. Secara umum mekanisasi pertanian dapat juga diartikan sebagai penerapan ilmu teknik untuk mengembangkan, mengorganisasikan, dan mengendalikan operasi di dalam produksi pertanian (Robbins 2005).
Industri alsintan di Indonesia telah dimulai dekade 50-an, dengan dibentuknya Jawatan Pertanian Rakyat. Kemudian di Pada tahun 1958, dibentuk Yayasan Pembukaan Tanah yang berada di bawah Departemen Sosial untuk memperlancar penyediaan lahan tanam bagi transmigran di Lampung. Di samping itu juga didirikan PT Bahan Makanan dan Pembukaan Tanah (BMPT) sebagai wadah pemanfaatan alat mesin pertanian seperti traktor Zetor dari Cekoslowakia dan traktor tangan dari Jepang.
Meski, sudah berumur lebih dari 70-an tahun. Kemajuan level mekanisasi Indonesia masih berada pada tahap permulaan. IRRI mengklasifikasikan level mekanisasi kedalam enam level sesuai lesson learn dari puluhan negara berkembang. Kita baru sampai pada tahap pertama, yakni penggunaan mesin untuk mensubstitusi tenaga (power substitution). Penggunaan mesin pada level ini hanya sekedar mengganti tenaga manusia dan hewan dengan mesin. Dengan kata lain, yang berubah adalah level power change the farming systems. Penggunaan mesin akan meningkatkan luasan lahan yang terolah, sehingga pada gilirannya meningkatkan produksi nasional secara total.
Tahap kedua, dimana mekanisasi untuk menggantikan fungsi tugas kontrol (human control functions). Lalu tahap ketiga saat mesin telah mampu mengubah pola usaha tani (cropping system). Dilanjutkan tahap keempat dengan adaptasi sistem usaha tani dengan lingkungan. Tahap kelima berupa adaptasi tanaman untuk pemenuhan mekanisasi. Terakhir tahap keenam, telah terciptanya sistem produksi pertanian yang otomatis (automation of agricultural production). Pada tahap ini hampir seluruh pekerjaan pertanian telah digantikan mesin, termasuk komputerisasi yang akan memandu kegiatan keseluruhan utamanya dalam penetapan jadwal kegiatan dan dosis.
Selain hal tersebut, kemampuan teknologi Indonesia sebagaian besar masih bersifat Operation Intensive (Group IV) yang ditandai dengen rendahnya pemanfaatan teknologi, dan hanya sebagian kecil di kalangan industri yang bersifat Skill Intensive (Group III) yang ditandai dengan adanya adopsi teknologi impor dan perbaikan teknologi yang ada. Untuk meningkatkan daya saing perlu perubahan karakteristik industri menjadi Technology Intensive (Group II) yang ditandai diversifikasi dan perbaikan teknologi impor, dan bahkan sampai Brain Intensive (Group I) yang dinamisasi dan kreasi tekonologi baru berdasar kemajuan ilmu pengetahuan.
Dokumen ADB Asian Development Outlook 2021 Update Transforming Agriculture Indonesia memperlihatkan perkembangan mekanisasi pertanian di sejumlah negara Asia termasuk Indonesia dari tahun 1961-2014 serta dampak yang ditimbulkan dalam produktivitas per satuan lahan. Indonesia terlihat tidak mengalami perubahan yang drastis dalam mekanisasi pertanian, dibandingkan; China, Bangladesh, Malaysia dan Vietam.
Seremoni, Distribusi Alsintan
Mau tidak mau kita harus mengakui bagaimana Korea Selatan, Malaysia , Vietnam dan Bangladesh memiliki komitmen yang serius untuk membangun industri alasintan negaranya. Secara historis, kemajuan mekanisasi pertanian negara justru disebabkan oleh keseriusan negara untuk membangun industri alisntan.
Di era rezim Pemerintahan Jokowidodo untuk periode pertama hingga kedua, yang terjadi adalah seremonial bagi-bagi alsintan ke petani yang jumlahnya meningkat sangat banyak. Data Kementerian Pertanian menyebutkan, realisasi bantuan alsintan dari tahun 2010 hingga 2015 masing-masing sebanyak 8.220, 3.087, 21.145, 6.292, 12.086, dan 65.431 unit. Terlihat bantuan alat dan mesin pertanian di tahun 2015 naik 617 persen. Bahkan di tahun 2016, Kementerian Pertanian mengalokasikan bantuan alat dan mesin pertanian sebanyak 100 ribu unit.
Sementara di tahun 2019 penerima bantuan Alsintan untuk enam jenis Alsintan sebanyak 46.523 unit. Jenis bantuan Alsintan terbanyak adalah Sprayer dengan jumlah 18.365 unit. Sedangkan jenis bantuan Alsintan paling sedikit adalah Rice Transplanter dengan jumlah 37 unit.
Pertanyaanya jika semua alsintan tersebut merupakan produksi industri alsintan nasional justru menjadi hal yang membanggakan dan tentu saja tidak membuat jengkel Presiden Jokowidodo. Menurut BPS, impor alsintan tahun 2021 mencapai US$269,87 juta dan traktor mencatat nilai impor US$58,32 juta.
Dari data tersebut 46,27% merupakan impor traktor, berdasar dokumen Ken Research (2021), industri traktor nasional dikuasai 70% oleh perusahaan internasional yakni Yanmar dan Kubota. Parameter penguasaan pasar didasarkan atas; harga jual, varian produk alsintan, varian traktor, distribusi, jaringan dan purna jual. Selain hal tersebut pasar internasional Asia Tenggara juga dikuasai oleh perusahaan internasioanal (Mondor Inteligent, 2022) yakni ; Kubota Corporation, Class KgaA, Deere & Company, Yanmar, dan CNH Industrial. Sementara untuk perusahaan nasional terbesar yakni CV.Karya Hidup Sentosa (Quick), PT Rutan dan PT. Agrindo.
Menuju Membangun Industri Alsintan
Dalam era global saat ini secara bertahap pertanian Indonesia dan negara berkembang lainnya telah terjerat oleh perangkap globalisasi. Negara-negara yang telah maju tahap industrinya menggunakan sektor pertanian sebagai alat politik dan ekonomi dalam menguasai pasar negara berkaembang melalui tiga tahap (Sutawi,2002).
Pertama. Pemasaran sarana produksi, teknologi dan produksi pertanian ke negara-negara berkembang yang menimbulkan ketergantungan. Kedua. Pemaksaan pemberlakuan perdagangan bebas dunia (global free trade). Ketiga. Persyaratan jaminan keamanan (food safety) dan kualitas pangan (quality assurance) yang ketat bagi produk pertanian yang akan masuk ke negaranya. Berbagai aturan kontrol kualitas seperti sertifikat standar ISO, HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point), SPS (Sanitary and Phitosanitary), eco-lebelling, Intelectual Property Right (HAKI), human right (HAM), dan sejenisnya merupakan penghalang produk pertanian negara berkembang untuk memasuki pasar negara maju. Hal ini terjadi pada produk kelapa sawit kita di Eropa Barat dan USA.
Membangun kemandirian industri alsintan di Indonesia tentu dalam kerangka perekonomian global tidaklah mudah. Kita akan dihadapkan produk yang dihasilkan tidaklah ekonomis, dibandingkan produk impor. Namun dalam membangun industri strategis mau tidak mau hal ini harus dijalani tahap demi tahap. Selain faktor eksternal murahnya produk impor, yang telah disebutkan maka faktor internal justru lebih penting dalam mendorong terwujudnya kemandirian alsintan Indonesia, yakni memutus mata rantai budaya ketergantungan produk impor dengan political will yang kuat dari pemimpin pemerintahan dan benar-benar serius membangun road map alsintan Indonesia.
Presiden Jokowidodo memiliki political will dalam membangun infrastruktur dalam dua periode kita menyaksikan gegap gempita membangun infrastruktur. Dua tahun periode pemerintahan tersisa kiranya dapat merumuskan roadmap alsintan Indonesia. Contoh keberhasilan membentuk Id Food tentu dapat dilanjutkan dengan membangun Id Alsintan.
Rencana strategis industri 2020-2025 telah disusun, making industri 4.0 telah dilaksanakan. Namum, belumlah cukup menggambarkan adanya roadmap alsintan. Vietnam telah memulai membangun industri alisintannya tahun 1997, Korea Selatan memulai tahun 1960, sudah saatnya kita serius untuk membangun. Daripada marah-marah dan dapat berimbas tensi darah tinggi, mari Pak Presiden Jokowidodo, kami KAPT siap mendukung langkah-langkah lebih strategis untuk bersama membangun kemandirian industri alsintan kita. Akhir kata, mengutip Tung Dasem Waringin, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, namun yang terburuk adalah menunda sesuatu barang semenit. Jikalaupun tidak, paling apesnya harapan kami tumpukan ke siapapun Presiden Republik Indonesia berikutnya.
Wassalam.
Rahayu Setiawan
Ketua Departemen Budidaya Pertanian dan Agrobisnis KAPT
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.