Connect with us

Otonomi Khusus yang Implementasinya Tidak Khusus

Penulis:
Laksamana Madya (Purn) Freddy Numberi
Sesepuh Masyarakat Papua

Undang-Undang Otonomi Khusus (UU 21, 2001) lebih dikenal sebagai OTSUS, adalah langkah vital Pemerintah Pusat dan menjadi tumpuan harapan bagi banyak Orang Asli Papua (OAP) tentang masa depan yang lebih sejahtera, aman, damai, adil dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hal ini tercermin dalam preambul UU Otsus tersebut dimana Pemerintah Indonesia pada titik “Menimbang” butir f mengakui: “Bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua selama ini belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia di Provinsi Papua, khususnya masyarakat Papua.”

Pengakuan Pemerintah Indonesia pada tahun 2001 ini menggambarkan bahwa selama kurang lebih 38 tahun sejak 1963, pembangunan yang ada di Papua belum dapat mensejahterakan OAP.

Ketika OTSUS melewati dua dekade tanpa implementasi kekhususannya dan banyak kewenangan sesuai undang-undang tersebut masih berada pada Pemerintah Nasional membuat masyarakat kecewa dan pesimis serta semangat OAP menjadi pudar.

Impunitas aparat keamanan terus berlanjut dan OAP banyak yang menderita di masa lalu maupun masa kini, hal ini menjadi suatu ingatan kolektif memoria passionis (ingatan penderitaan) dari generasi ke generasi.

“Arti sebagai bangsa dan warga negara Indonesia menjadi kabur manakala dirasakan bahwa menjadi Indonesia hanya sebuah nama tanpa makna” (Thoby Mutis, 2008, hlm. 5).

Beban UU OTSUS yang tidak dilaksanakan oleh Pemerintah Nasional sesuai kekhususan yang telah diamanatkan, memicu nasionalisme Papua dan berhasil menyatukan kurang lebih 310 kelompok etno-linguistik yang berbeda (Richard Chauvel, 2005, hlm. 54).

Ini adalah sebuah paradoks dalam dirinya sendiri, namun hal ini menunjukkan sejauh mana OTSUS itu mempengaruhi OAP dan mengungkapkan kekuatannya sebagai sumber perubahan yang diharapkan namun gagal dalam implementasinya. Maka tidak heran jika semakin maraknya unjuk rasa yang menolak kelanjutan OTSUS berkaitan dengan pendanaan, ini dikarenakan mengalirnya dana OTSUS yang tidak tranparan baik untuk bidang pendidikan dan kesehatan sejak tahun 2002 hingga pertengahan tahun 2019 untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat padahal pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp. 80.024,83 Triliun diluar Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) sebesar Rp. 25.614,80 Triliun (sumber: Kemenkeu, realisasi s/d Juli 2019).

Dengan demikian, uraian singkat tentang latar belakang historis UU OTSUS tersebut dan munculnya nasionalisme Papua adalah sesuatu yang perlu ditangani secara serius oleh Pemerintah Nasional.

Bagi OAP, masa lalu yang penuh pergolakan antara Belanda dan Indonesia dalam menentukan masa depan mereka adalah perselisihan internasional mengenai kontrol teritorial di tengah Perang Dingin saat itu, meskipun pada akhirnya PBB melalui Resolusi 2504 (XXIV) tanggal 19 November 1969 secara de facto maupun de jure menyerahkan secara ab initio kepemilikan teritori tersebut kepada Indonesia. Kewajiban Indonesia sesuai Resolusi PBB tersebut dijelaskan pada bagian penutup, butir “Noting”: “Noting that the Government of Indonesia, in implementing its national development plan, is giving special attention to the progress of West Irian, bearing in mind the specific condition of its population, …..” yang intinya memperhatikan kondisi spesifik masyarakat setempat, hal ini berkaitan dengan karakteristik OAP setelah membaca dan mendengar dari Sekjen PBB tentang resolusi ini yang akhirnya disetujui oleh 84 negara, 30 negara abstain, 16 negara tidak hadir dan negara yang menolak resolusi tersebut nihil.

Namun, seiring berjalannya waktu sejak 1969 barulah lahir UU OTSUS No. 21 Tahun 2001 setelah 32 tahun kemudian. Faktanya, hingga tahun 2020 (19 tahun kemudian) hasilnya masih tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh OAP. Ini yang menyebabkan OAP menolak OTSUS Jilid II dan menuntut merdeka. Disamping itu kita tidak menafikan adanya pelanggaran HAM dengan pembangunan infrastruktur di era Presiden Jokowi. Hal ini tercermin dari beberapa pernyataan Presiden Jokowi sebagai berikut:

“Kedatangan saya ke Papua ingin digunakan sebanyak-banyaknya, mendengar suara rakyat Papua, semangat berdialog dengan hati sebagai fondasi untuk menatap masa depan Tanah Papua” (Suara Pembaruan, 29 Desember 2014).

“Marilah kita bersatu. Yang masih ada didalam hutan, yang masih berada diatas gunung-gunung, marilah kita pelihara rasa saling percaya diantara kita, sehingga kita bisa berbicara dengan suasana yang damai dan sejuk.”

“Rakyat Papua juga butuh didengarkan, diajak bicara. Kita ingin akhiri konflik. Jangan ada lagi kekerasan” (Kompas, 27 Desember 2014).

“Kasus penembakan di Paniai 8 Desember 2014, hanyalah salah satu dari sekian banyak kekerasan yang terjadi selama ini. Kejadian seperti ini jangan terjadi lagi di Papua.”

“Kita ingin menciptakan Papua dan Papua Barat sebagai wilayah yang damai, adil dan sejahtera. Kalau ada masalah di provinsi ini segera diguyur air dan jangan dipanas-panasi lagi sehingga persoalan tersebut terus menjadi masalah nasional, bahkan internasional” (Kompas, 9 Mei 2015).

Mahatma Gandhi mengatakan:

“Human Relationships are based on four principles: respect, understanding, acceptance and appreciation.”

(“Hubungan manusia didasarkan pada empat prinsip: menghormati, memahami, menerima dan menghargai.”)

Apa yang dikatakan Mahatma Gandhi ini memotivasi bangsa Indonesia yang besar ini agar mau berdialog yang setara antara satu sama lainnya di seluruh Indonesia manakala ada konflik yang berkepanjangan contohnya seperti di Papua.

Hal ini sejalan dengan prinsip Presiden Ir. Joko Widodo sesuai pernyataan-pernyataan tersebut diatas. Dengan demikian, dialog Jakarta-Papua menjadi suatu keniscayaan untuk dilaksanakan dalam rangka menyatukan persepsi antara OAP dan Pemerintah Pusat serta Pemerintah Daerah dalam meraih Tanah Papua yang damai, adil, sejahtera, demokratis dan menghormati Hak Asasi Manusia.

 

Ambassador Freddy Numberi

Sesepuh Masyarakat Papua

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Mulyanto Sesalkan Impor Migas dari Singapura Semakin Meningkat

Oleh

Fakta News
Mulyanto Sesalkan Impor Migas dari Singapura Semakin Meningkat
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyesalkan nilai impor Migas (Minyak dan Gas) nasional dari Singapura yang semakin hari bukan semakin berkurang, melainkan semakin meningkat. Menurutnya, hal ini merupakan kabar buruk bagi pengelolaan Migas nasional.

Hal tersebut diungkapkannya menyusul rencana Menteri ESDM yang akan menaikkan impor BBM menjadi sebesar 850 ribu barel per hari (bph), terutama dari Singapura. “Pemerintah jangan manut saja didikte oleh mafia migas. Harus ada upaya untuk melepas ketergantungan impor migas. Paling tidak impor migas ini harus terus-menerus dikurangi. Jangan sampai pemerintah tersandera oleh mafia impor migas,” ungkap Mulyanto dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Untuk itu, lanjut Politisi dari Fraksi PKS ini, perlu adanya terobosan berarti terkait upaya pembangunan dan pengelolaan kilang minyak nasional di tanah air. Pasalnya, Sejak Orde Baru belum ada tambahan pembangunan kilang minyak baru, sementara rencana pembangunan Kilang Minyak Tuban, sampai hari ini tidak ada kemajuan yang berarti.

“Masa kita kalah dan tergantung pada Singapura, karena kita tidak punya fasilitas blending dan storage untuk mencampur BBM. Padahal sumber Migas kita tersedia cukup besar dibandingkan mereka,” tambahnya.

Mulyanto berharap Pemerintah mendatang perlu lebih serius menyelesaikan masalah ini. Hal itu jika memang ingin mengurangi defisit transaksi berjalan sektor migas serta melepas ketergantungan pada Singapura. Diketahui, Singapura dan Malaysia memiliki banyak fasilitas blending dan storage yang memungkinkan untuk mencampur berbagai kualitas BBM yang diproduksi dari berbagai kilang dunia, untuk menghasilkan BBM yang sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan.

“Karena kita tidak memiliki fasilitas ini maka kita terpaksa mengimpor BBM sesuai dengan spesifikasi kebutuhan kita dari negara jiran tersebut,” pungkasnya.

Untuk diketahui, produksi minyak nasional saat ini hanya mencapai sekitar 600 ribu barel per hari, sementara kebutuhan mencapai 840 ribu barel per hari. Kekurangan tersebut harus ditutupi melalui impor, dengan 240 ribu barel per hari berasal dari minyak mentah dan 600 ribu barel per hari dari BBM.

Baca Selengkapnya

BERITA

Proyek BMTH di Pelabuhan Benoa Diharapkan Mampu Pulihkan Ekonomi Nasional

Oleh

Fakta News
Proyek BMTH di Pelabuhan Benoa Diharapkan Mampu Pulihkan Ekonomi Nasional
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung saat memimpin pertemuan dalam Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi VI DPR RI di Denpasar, Bali, Senin (22/4/2024). Foto : DPR RI

Denpasar – Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, diharapkan mampu memulihkan ekonomi nasional, selain mempromosikan pariwisata Bali lebih luas lagi.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung saat memberi sambutan pembuka pada pertemuan Komisi VI dengan sejumlah direksi BUMN yang terlibat dalam pembangunan BMTH. Komisi VI berkepentingan mengetahui secara detail progres pembangunan proyek strategi nasional tersebut.

“Ini proyek strategis nasional  (PSN) yang diharapkan mampu  memulihkan ekonomi nasional melalui kebangkitan pariwisata Bali. Proyek BMTH diharapkan mampu membangkitkan kembali sektor pariwisata Bali pasca pandemi Covid 19,” katanya saat memimpin pertemuan dalam Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi VI DPR RI di Denpasar, Bali, Senin (22/4/2024).

Dijelaskan Martin, PSN ini dikelola PT. Pelindo  III  yang merupakan mitra kerja Komisi VI DPR RI. Proyek ini membutuhkan dukungan berbagai pihak, seperti PT. Pertamina Patra Niaga, PT. Pertamina Gas Negara, dan pihak terkait lainnya, agar bisa bekerja optimal dalam memulihkan ekonomi nasional. Pariwisata Bali yang sudah dikenal dunia juga kian meluas promosinya dengan eksistensi BMTH kelak.

Proyek ini, sambung Politisi Fraksi Partai Nasdem tersebut, memang harus dikelola secara terintegrasi. Namun, ia menilai, progres pembangunan BMTH ini cenderung lamban. Untuk itu, ia mengimbau semua BUMN yang terlibat agar solid berkolaborasi menyelesaikan proyek tersebut.

Baca Selengkapnya

BERITA

Dyah Roro Ingatkan Konflik di Jazirah Arab Berimplikasi Kenaikan Harga Minyak

Oleh

Fakta News
Dyah Roro Ingatkan Konflik di Jazirah Arab Berimplikasi Kenaikan Harga Minyak
Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti mengungkapkan bahwa konflik antara Iran dan Israel dapat memiliki implikasi ekonomi dan geopolitik yang signifikan, terutama dalam segi harga minyak mentah dunia (crude palm oil/CPO).

“Konflik antara Iran dan Israel dapat memiliki implikasi ekonomi dan geopolitik. Terutama dalam segi harga minyak mentah dunia,” ujar Roro dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Meski, saat ini harga minyak mentah dunia masih terpantau cukup stabil, dan per tanggal 22 April 2024 pukul 16.00, harga untuk WTI Crude Oil berada pada kisaran 82,14 dolar AS per barel, dan untuk Brent berada pada kisaran 86,36 dolar AS per barel. Namun, konflik di jazirah arab itu berpotensi menimbulkan kenaikan harga minyak mentah dunia, yang bisa menembus 100 dolar AS per barel.

Terkait dengan dampak dari konflik geopolitik terhadap kondisi harga BBM di dalam negeri tersebut, Politisi dari Fraksi Partai Golkar menjelaskan bahwa dari pihak pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Airlangga Hartarto, telah menegaskan dan memastikan bahwa harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak akan naik akibat konflik ini, paling tidak sampai bulan Juni 2024 ini.

“Untuk selanjutnya, Pemerintah masih perlu melihat dan mengobservasi lebih lanjut terlebih dahulu. Saya berharap agar dampak dari eskalasi konflik di Timur Tengah ini masih bisa ditahan dan diatasi oleh Pemerintah Indonesia, sehingga kenaikan BBM masih bisa dihindari,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya