Connect with us

New Normal, #AdaptasiKebiasaanBaru, dan Strategi Kebudayaan

Penulis:
Satrio Arismunandar
Redaktur Senior Majalah Industri Pertahanan ARMORY

Pelaksanaan car free day (CFD) di sepanjang Jalan Sudirman dan Jalan MH Thamrin, DKI Jakarta, yang kembali digelar pada Minggu (21/6/2020), menimbulkan reaksi keprihatinan. Hal ini karena kerumunan warga yang hadir di acara CFD terlihat begitu ramai dan menumpuk. Dengan demikian, warga di acara CFD secara efektif mengabaikan protokol jaga jarak (physical distancing) terkait Covid-19.

Padahal pandemi Covid-19 belum berakhir. Memang, ada pelonggaran pelaksanaan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dalam rangka menyambut kondisi New Normal. PSBB dimaksudkan untuk menghidupkan kembali ekonomi secara bertahap, agar warga yang sulit mencari nafkah sehari-hari akibat terkungkung aturan ketat PSBB, bisa mulai kembali beraktivitas.

Tetapi, ini bukan berarti ancaman penularan virus sudah selesai. New Normal harus diartikan sebagai situasi-kondisi baru, di mana pengertian “Normal” mendapat makna baru. Tindakan kehati-hatian dan disiplin, dalam perilaku pencegahan penularan virus, tetap harus diterapkan di era New Normal.

Namun, karena istilah “New Normal” ini terkesan kurang jelas dan ditafsirkan secara beragam oleh warga, Pemerintah lalu meluncurkan tagar baru dengan pesan yang lebih jelas dan gamblang: #AdaptasiKebiasaanBaru. Artinya, di era New Normal, warga secara bertahap boleh mulai kembali beraktivitas, tetapi tak bisa tidak harus menyesuaikan diri dan mengadopsi kebiasaan baru.

Kebiasaan baru itu, misalnya: rajin mencuci tangan dengan sabun, selalu mengenakan masker, mengambil jarak fisik, menghindari kerumunan dan sentuhan langsung dengan orang sekitar, dan sebagainya.

Menurut Mendagri Tito Karnavian, pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah banyak menyosialisasikan protokol kesehatan untuk masa New Normal yang produktif dan aman. Hanya saja, perlu terus ada sosialisasi untuk mengantisipasi anggapan masyarakat, yang mengira pandemi Covid-19 sudah berakhir. Sebab, adaptasi terhadap kebiasaan baru tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.

Disiplin dan Protokol Kesehatan

Pemerintah boleh saja punya program-program bagus tentang bagaimana tahapan-tahapan memasuki era New Normal, yang kini dikonkretkan dengan tagar #AdaptasiKebiasaanBaru. Namun, selama masyarakat kita tidak mau mematuhi protokol standar pencegahan Covid-19, tampaknya semua pengaturan itu akan sia-sia saja.

Kita melihat penyebaran Covid-19 belum menunjukkan penurunan kurva yang signifikan. Tetapi apa mau dikata, kebutuhan ekonomi juga tidak bisa menunggu. Banyak warga yang nafkah hidupnya tergantung dari kerja harian. Jika disuruh terus diam di rumah tanpa kejelasan, dan tanpa ada dukungan dari sumber luar, jelas tidak mungkin.

Maka, pilihan yang sudah diputuskan adalah secara bertahap menghidupkan kembali aktivitas ekonomi warga, seraya mempertahankan protokol kesehatan yang ketat untuk mencegah/membatasi/mengurangi penyebaran Covid-19.

Persoalannya, bagaimana menjaga atau memastikan agar warga betul-betul berdisiplin, melaksanakan protokol kesehatan tersebut? Aparat tidak mungkin dikerahkan terus-menerus di semua tempat, pada semua keadaan, dan setiap waktu untuk memastikan penegakan aturan itu. Jumlah aparat terbatas dan sumber dayanya juga tidak memungkinkan.

Merespons hal itu, dalam tulisan ini, penulis mengusulkan pendekatan budaya sebagai caranya. Aturan hukum semata, seberapapun kerasnya, tidak akan memadai untuk menegakkan protokol Covid-19 dan #AdaptasiKebiasaanBaru. Dalam pendekatan budaya ini, kearifan lokal (local wisdom) termasuk unsur yang perlu didayagunakan, untuk mendukung #AdaptasiKebiasaanBaru.

Strategi Kebudayaan

Namun apa sebenarnya yang dimaksud dengan pendekatan budaya tersebut? Kebudayaan adalah kategori yang bisa mencakup begitu banyak hal. Ada sebanyak 176 definisi mengenai “kebudayaan,” yang muncul dalam berbagai tulisan, yang pernah dikumpulkan oleh pakar antropologi budaya A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn (1952).

Menurut definisi awal yang sangat berpengaruh dari Sir Edward Taylor (1871), kebudayaan merupakan keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan semua kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh oleh seseorang, sebagai anggota masyarakat.
Maka, kebudayaan terdiri dari seluruh pola-pola yang dipelajari –mulai dari bertindak, merasakan, dan berpikir—yang dialami bersama secara sosial oleh para anggota masyarakat tertentu. Seseorang menerima kebudayaan sebagai bagian dari warisan sosial, dan pada gilirannya, bisa membentuk kebudayaan kembali dan mengenalkan perubahan-perubahan, yang kemudian menjadi bagian dari warisan generasi yang berikutnya.

Definisi Taylor ini kemudian dianggap terlalu luas. Koentjaraningrat (2003) menyarankan, agar kebudayaan dibeda-bedakan sesuai dengan empat wujudnya. Jika disimbolkan sebagai empat lingkaran konsentris, maka wujud kebudayaan –mulai dari tampilan luar yang paling mudah dilihat, ke pusat atau inti yang paling dalam– berturut-turut adalah sebagai berikut: (1) artifacts, atau benda-benda fisik; (2) sistem tingkah laku dan tindakan yang berpola; (3) sistem gagasan; (4) sistem gagasan yang ideologis.

Jika berbagai definisi tentang hakikat kebudayaan itu dikumpulkan, pastilah tak akan ada habis-habisnya. Van Peursen menggunakan pendekatan yang berbeda. Ia menyarankan, tidak perlu terpaku pada definisi-definisi teoretis yang sudah begitu banyak itu. Namun, kata Van Peursen, akan lebih produktif jika pertanyaan yang diajukan adalah apa yang dapat kita perbuat dengan kebudayaan.
Filsafat kebudayaan modern tidak menyibukkan diri dengan konsep-konsep teoretis, tetapi meninjau kebudayaan terutama dari sudut policy tertentu. Yaitu, sebagai suatu strategi kebudayaan atau masterplan bagi masa depan.

Manusia modern hendaknya disadarkan tentang kebudayaannya. Hal ini berarti ia secara aktif diharapkan turut memikirkan dan merencanakan arah yang akan ditempuh oleh kebudayaan yang manusiawi.

Sebagai Kata Kerja

Pergeseran kedua terjadi dalam isi konsep kebudayaan. Kini kebudayaan dipandang sebagai sesuatu yang lebih dinamis, bukan sesuatu yang kaku atau statis. Kalau dulu kata “kebudayaan” diartikan sebagai sebuah kata benda, kini lebih sebagai kata kerja.

Kebudayaan bukan lagi pertama-tama sebuah koleksi barang-barang kebudayaan –seperti: buku, gedung, museum, candi, dan seterusnya. Namun, kebudayaan kini terutama dihubungkan dengan kegiatan manusia. Seperti: cara mendidik anak, sidang-sidang parlemen, perilaku birokrasi, dan –dalam kasus kita saat ini—implementasi #AdaptasiKebiasaanBaru.

Dalam pengertian kebudayaan juga termasuk tradisi, dan “tradisi’ dapat diterjemahkan dengan pewarisan atau penerusan norma, adat istiadat, kaidah. Namun, tradisi itu bukanlah sesuatu yang tidak dapat diubah.

Tradisi justru diperpadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya.
Manusialah yang membuat sesuatu dengan tradisi itu: ia menerimanya, menolaknya, atau mengubahnya. Itulah sebabnya mengapa kebudayaan merupakan cerita tentang perubahan-perubahan: riwayat manusia yang selalu memberi wujud baru kepada pola-pola kebudayaan yang ada.

Oleh Van Peursen dengan strategi kebudayaannya, konsep kebudayaan telah diperluas dan didinamisasikan. Kebudayaan kini tidak dianggap bersangkutan dengan sekelompok kecil ahli saja, tapi setiap orang ingin mencoba mencari atau menangani kekuatan-kekuatan yang turut membentuk kebudayaan. Setiap orang ini termasuk Anda dan saya.

Implikasi yang Luas

Maka kalau kita bicara tentang strategi kebudayaan, dalam upaya menegakkan perilaku disiplin terhadap protokol Covid-19, itu implikasinya sangat luas. Pengertian kita tentang kebudayaan harus lebih dari sekadar pemahaman populer biasa. Kebudayaan bukanlah sekadar baju batik, tari-tarian daerah, candi, keris, dan sebagainya, yang sering dijadikan komoditi pariwisata.

Sekadar contoh, tugas Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud RI adalah menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi, sejarah, cagar budaya, permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan lainnya.

Pengertian “…dan kebudayaan lainnya” itu sebetulnya sebuah kerja besar. Misalnya, perilaku korupsi yang akut di berbagai bidang dan tingkatan saat ini –mengutip Bung Hatta– sudah “membudaya.” Maka, cara melawan perilaku korupsi tidak cukup dengan sekadar memperberat ancaman hukuman, tetapi juga dengan strategi kebudayaan. Karena budaya itu diciptakan oleh manusia, maka manusia pula yang bisa mengubahnya dengan membentuk budaya baru.

Kembali ke topik #AdaptasiKebiasaanBaru, perilaku warga yang sesuai dengan protokol kesehatan di era New Normal ini harus dijadikan bagian dari strategi kebudayaan. Sedangkan, aturan hukum, pendidikan, sosialisasi nilai-nilai, komunikasi publik, kearifan lokal, dan sebagainya, semua itu merupakan unsur-unsur yang harus dibenahi, dikelola, dan ditingkatkan dalam kerangka besar strategi kebudayaan.

Dalam konteks ini, bukan cuma Ditjen Kebudayaan yang harus berperan, tetapi juga semua kita. Semua kalangan bisa dilibatkan dalam kerja besar ini: seniman, penulis, wartawan, politisi, artis, pendidik, pengusaha, buruh, mahasiswa, aktivis LSM, ulama, rohaniwan, tokoh adat, dan sebagainya. Masing-masing berperan sesuai dengan posisi dan kapasitasnya.

Strategi kebudayaan, untuk bisa diimplementasikan, tentu saja harus dirumuskan dalam berbagai langkah aksi implementatif yang lebih rinci dan konkret. Tetapi itu sudah di luar kapasitas artikel pendek ini untuk menjabarkannya. Ini akan menjadi kerja kita bersama, bukan cuma kerja pemerintah. Sebuah kerja besar dalam kerangka strategi kebudayaan.

 

Satrio Arismunandar

Penulis adalah mantan jurnalis Harian Kompas, Executive Producer Trans TV, dan alumnus S3 Filsafat Universitas Indonesia.

Saat ini Redaktur Senior di Majalah Industri Pertahanan ARMORY.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Penguatan Konten Kearifan Lokal Bali Diharapkan Semakin Meningkatkan Industri Pariwisata

Oleh

Fakta News
Penguatan Konten Kearifan Lokal Bali Diharapkan Semakin Meningkatkan Industri Pariwisata
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari saat memimpin pertemuan Kunjungan Kerja Reses Komisi I DPR RI ke LPP RRI Denpasar, Bali, Kamis (18/4/2024). Foto: DPR RI

Denpasar – Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari memimpin Kunjungan Kerja Reses Komisi I DPR RI ke LPP RRI Denpasar, Bali. Dalam kunjungan ini Komisi I DPR RI memberikan perhatian serius pada konten kearifan lokal di Bali. Dengan kuatnya konten kearifan lokal yang ada di Bali maka diharapkan kedepan akan semakin meningkatkan industri pariwisata yang ada di Bali.

“Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi I DPR RI mendorong LPP RRI Denpasar Bali untuk selalu mengupdate program siaran bermuatan kearifan lokal secara multiplatform guna mendorong peningkatan pariwisata di Bali,” papar Politisi Fraksi PKS itu di kantor LPP RRI Denpasar, Bali, Kamis (18/4/2024).

Kearifan lokal merupakan suatu identitas budaya sebuah bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang berasal dari luar bangsa lain menjadi watak dan kemampuan sendiri. Kearifan lokal juga merupakan ciri khas etika dan nilai budaya dalam masyarakat lokal yang diturunkan dari generasi ke generasi. Konten kearifan lokal merupakan suatu muatan yang ditampilkan kepada masyarakat melalui media yang menampilkan kebudayaan suatu bangsa.

Komisi I mendorong LPP RRI turut andil dalam mempertahankan kearifan lokal di tiap satuan kerja (Satker) yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Tiap Satker dari Sabang sampai Merauke, berperan penting untuk mengikat kearifan lokal yang menjadi ciri khas LPP RRI selama ini. Sebagai gambaran,  siaran RRI sendiri terdiri dari PRO 1 hingga PRO 4. Khusus PRO 4, merupakan program yang menyajikan konten kearifan lokal yang tersebar di kota-kota yang memiliki potensi budaya besar, termasuk Denpasar Bali.

Promosi kearifan lokal budaya di Bali dapat dilakukan dengan memanfatkan media massa seperti media elektronik, media cetak, dan media online maupun media sosial lainnya. LPP RRI turut menyajikan  konten yang sesuai dengan sasaran wisatawan.  LPP RRI Denpasar telah menyediakan saluran khusus untuk Budaya Bali melalui PRO 4, dengan menggunakan bahasa Bali untuk berkomunikasi dengan pendengar dan narasumber.

Baca Selengkapnya

BERITA

Evaluasi Antrean Panjang Mudik, ASDP Harus Perbaiki Manajemen Tiket via Aplikasi Ferizy

Oleh

Fakta News
Evaluasi Antrean Panjang Mudik, ASDP Harus Perbaiki Manajemen Tiket via Aplikasi Ferizy
Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama. Foto: DPR RI

Jakarta – Peristiwa terjadinya puluhan pemudik yang sempat memblokade jalan menuju kapal Eksekutif Bakauheni, Lampung, Minggu (14/04/2024) belum lama ini menuai respon dari Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama. Para pemudik mobil ini, imbuh pria yang akrab disapa SJP, memprotes karena petugas mendahulukan kendaraan yang terakhir tiba.

“PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) atau ASDP meminta maaf dan menyebut bahwa ada kesalahan jalur antrean karena kekeliruan pengarahan pengguna jasa atau pemudik yang giliran masuk kapal,” ujar SJP sebagaimana keterangan resmi yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Kamis (18/4/2024).

Masalah tersebut, tandas Politisi Fraksi PKS ini, semakin menambah panjang daftar kesalahan ASDP dalam memberikan pelayanan bagi pemudik di lintasan penyeberangan kapal feri Merak-Bakauheni.

“Sebelumnya, jalan menuju Pelabuhan Merak, Banten sempat mengalami kemacetan hingga belasan kilometer selama 5-12 jam karena banyaknya kendaraan atau masyarakat yang belum memiliki tiket kapal feri, tapi tetap datang ke pelabuhan,” terangnya.

Sebagaimana data ASDP, ungkap Suryadi, total masyarakat yang belum memiliki tiket mudik pada 6-7 April lalu sebanyak 19.700 orang atau 32 persen. Sementara calon penumpang yang sudah mempunyai tiket hanya 68 persen.

“Padahal ASDP sudah mewajibkan pengguna jasa membeli tiket secara daring via aplikasi Ferizy dengan radius maksimal 4,7 km dari Pelabuhan Merak dan sudah bertiket maksimal H-1 keberangkatan demi menghindari terjadinya antrean kendaraan dan penjualan tiket oleh calo,” tuturnya.

Namun di lapangan, masih banyak ditemukan para calon penumpang masih membeli tiket di Pelabuhan Merak dari agen-agen penjualan. Tanpa berbekal tiket, lanjut SJP, para pemudik ini tetap nekat berangkat menuju Pelabuhan Merak. Akibatnya, mereka berdesakan dengan para pemudik yang sudah membeli tiket. Karena mereka masih yakin bisa memperoleh tiket di Pelabuhan dan faktanya masih bisa mendapatkannya melalui agen-agen penjualan tidak resmi.

“Kita meminta agar alasan para pemudik datang langsung ke pelabuhan untuk membeli tiket tanpa menggunakan aplikasi Ferizy ini dievaluasi oleh pihak ASDP dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) karena banyaknya keluhan pembeli tiket terkait aplikasi ini,” pungkas SJP.

Rating 2,5 dan ulasan-ulasan buruk terhadap Ferizy di Google Play Store, kata Suryadi, dapat menjadi bahan evaluasi tersebut. Misalkan kuota pemesanan tiket begitu cepat habis yang kemungkinan besar sudah diborong oleh calo yang kemudian menawarkannya di sekitar pelabuhan, bahkan ada yang hilang uangnya setelah melakukan pembayaran dan masih banyak lagi.

Baca Selengkapnya

BERITA

Biro PP Tukar Pengetahuan Pengelolaan Informasi dengan Kantor Berita Tatoli Timor Leste

Oleh

Fakta News
Biro PP Tukar Pengetahuan Pengelolaan Informasi dengan Kantor Berita Tatoli Timor Leste
Kepala Biro Pemberitaan Parlemen, Indra Pahlevi dalam foto bersama usai menerima kunjungan dari Lembaga Pendidikan ANTARA dan Kantor Berita Tatoli di Senayan, Jakarta, Kamis (18/04/2024). Foto: DPR RI

Jakarta – Biro Pemberitaan Parlemen Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI menerima kunjungan dari Lembaga Pendidikan ANTARA dan Kantor Berita Tatoli yang berasal dari Negara Timor Leste. Kunjungan tersebut guna bertukar pengetahuan mengenai bagaimana pengelolaan pemberitaan di DPR RI, terutama dalam menginformasikan mengenai kinerja-kinerja anggota DPR RI dalam melaksanakan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran.

“Beberapa hal yang kita sampaikan tentu terkait dengan bagaimana Biro Pemberitaan mengemas berita-berita tentang kinerja pelaksanaan tugas dan fungsi DPR RI kepada publik melalui semua platform yang dimiliki baik televisi, radio parlemen lalu media cetak, media online website dan media sosial serta E-media untuk disampaikan kepada masyarakat. Kita sampaikan beberapa rencana dan capaian selama beberapa tahun tentu juga kita evaluasi kekurangannya,” ujar Indra Pahlevi selaku Kepala Biro Pemberitaan Parlemen, Indra Pahlevi, seusai menerima kunjungan di Ruang Pansus B, Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (18/04/2024).

Dalam kesempatan itu, Indra juga menjelaskan mengenai pengelolaan informasi untuk mengatasi kendala seperti adanya isu atau berita negatif. Pengelolaan informasi ini dilakukan dengan meluruskan informasi berita sesuai fakta dan data yang sesungguhnya. Selain itu, dalam keterbukaan informasi publik saat ini Biro Pemberitaan Parlemen juga memfasilitasi masyarakat untuk dapat melihat proses rapat-rapat yang dilakukan DPR RI yang bisa diakses masyarakat secara streaming. Kita sampaikan beberapa rencana dan capaian selama beberapa tahun tentu juga kita evaluasi kekurangannya.

“Jadi kontra narasinya itu bisa kita buat berita yang untuk menjelaskan. Tapi juga bisa melihatkan langsung melalui streaming (mengenai) proses rapat-rapat yang dilakukan anggota di AKD (Alat Kelengkapan Dewan) untuk suatu isu ya yang membahas waktu agenda yang ada di DPR, entah undang-undang, pengawasan, atau anggaran,” jelasnya.

Dengan adanya kunjungan dari Kantor Berita Tatoli dan Timor Leste ini, Indra berharap selain untuk berbagi informasi dan pengalaman terkait pengelolaan pemberitaan serta menghadapi kendala-kendala juga kedepannya diharapkan dapat menjalin kerja sama dengan baik antara Parlemen Indonesia dengan Timor Leste.

“Tentu kan sebagai negara tetangga juga harus bisa menjalin hubungan, apalagi Timor Leste juga bagian dari walaupun belum anggota penuh AIPA ya. Tetapi sering Parlemen Timor Leste kan hadir di pertemuan-pertemuan Parlemen ASEAN ya, tentu suatu ketika mungkin Timor Leste menjadi tuan rumah satu event yang tingkatnya ASEAN, kita kan akan ke sana juga nanti dan pasti akan perlu untuk menjalin relasi itu,” pungkasnya.

Baca Selengkapnya