Berkah 20 Centi dan Keberpihakan pada Penyandang Disabilitas
PENCERAHAN COVID-19
Tidak mudah menjalani kehidupan bagi seorang penyandang disabilitas, terutama kalau disebabkan karena kecelakaan atau sebab lain yang bukan bawaan lahir. Perjalanan sisa hidupnya seperti punya modus perjalanan yang sama.
Kehilangan pekerjaan, perpisahan dengan pasangan, mengasingkan diri, ditampung kembali oleh keluarga dan kerabatnya, dan seringkali berakhir dengan tragis karena kesehatan jiwa dan fisik terus menurun. Apa yang saya alami kira-kira hampir mirip.
Saya menjalaninya hidup mandiri sejak perpisahan dengan isteri saya pada tahun 2018, tinggal di sebuah apartemen di Bandung. Keterbatasan mobilitas tidak menjadikan halangan dalam menjalani keseharian. Tongkat dan kadang kursi roda yang mendampinginya.
Saya terus menjalankan profesi sebagai konsultan yang sudah saya jalani sejak lama. Berkegiatan dan aktif di berbagai gerakan lingkungan dan perubahan iklim, menulis buku, banyak membaca buku sambil terus berharap untuk pulih kembali kesedia kala. Kalaulah sains dan ilmu kedokteran belum sampai pada pecapaian ini, saya berharap ada juga suatu pencerahan untuk menyelesaikannya. Sebagai seorang yang keinginan tahunya tinggi sejak lama, jumlah penderita yang sedikit yang bisa ditolong selalu menimbulkan banyak perenungan saya selama mengalaminya.
Beberapa Minggu sebelum pagebluk COVID muncul, saya memutuskan untuk pindah ke kawasan padat di Babakan Ciamis, Bandung. Kawasan yang berada diantara berbagai simbol-simbol kekuasaan penting seperti Balai Kota, Gedung Indonesia Menggugat, Rumah Dinas Gubernur Jawa Barat, dan Pangdam VI Siliwangi dan juga berbagai lokasi lainnya yang dicoba direkonstruksi dalam bentuk instalasi sosial dan taman kota.
Bukan tanpa alasan kuat saya ingin berada ditengah-tengah warga pemukiman padat ini. Saya ingin merasakan dan berinteraksi langsung dan mersakan denyut dinamika yang ada dikeseharian mereka. Mungkin saya ingin mengasosiasikan diri sebagai seorang “antropolog” yang mendalami dinamika sosial diperkotaan. Sehingga tak ada jarak diantara saya dan mereka. Ini yang kemudian saya sering berkeinginan melabel diri sebagai “antropolog kota”. Barangkali berbagai penjelasan otentik diakar rumput penting manakala kita ingin menuntaskan berbagai persoalan sosial yang terjadi di masyarakat.
Alhamdulillah, saya diberikan keleluasaan untuk mengekspresikan diri yang kemudian ruang ini dipenuhibdengan koleksi buku yang saya punya, alat musik dan peralatan studio. Perbincangan intens dengan adik saya yang memberikan keleluasaan ini berkembang. Diantaranya dijadikan sebagi semacam “Community Center” untuk warga untuk berbagi informasi, pengalaman dan apa yang dirasakan dari warga yang karena sesuatu hal menjadi penyandang disabilitas.
Walaupun sudah sekuat tenaga menjaga interaksi keseharian dengan mempraktekan protokol kesehatan, saya terinfeksi virus ganas ini. Pada bulan Juli 2021 dimana varian Delta sedang merajalela dan terjadi krisis yang luar biasa dalam pelayanan kesehatan.
Saya seorang comorbid yang jadi difabel. Menurut informasi yang dibagi seorang kawan yang intens berkomunikasi dengan dokter yang merawat saya, kemungkinan lolos hanya sekitar 30 persen.
Mungkin ini yang betul-betul saya rasakan dalam sepuluh hari pertama. Tidak ada tanda-tanda membaik. Bahkan dua kaki saya terasa lumpuh tidak bisa digerakkan.
Dalam perenungan dalam kesendirian saya merasa inilah akhir dari kehidupan. Dan seluruh prosesi menuju keabadiaan sedang berlangsung. Karenanya saya membagikan banyak “surat wasiat” ke beberapa kawan yang selama ini menjadi tempat untuk berbagai keluhan dari apa yang saya rasakan dan pikirkan. Terutama berbagai kegiatan yang selama ini masih belum sepenuhnya tuntas dijalankan.
Namun saya tersemangati oleh dokter dan tim yang merawat saya, “Pak Farhan, kami terus berjuan memberikan pelayanan yang terbaik supaya sembuh. Tapi kamipun perlu dukungan dan semangat dari bapak sendiri. Jangan pernah putus asa. Kita sedang melawannya bersama-sama. Insha Allah semua akan kita akan lewati”.
Dalam kesendirian suatu saat saya berdoa, kalaulah saya diberi kesempatan yang kedua maka saya ingin dedikasikan hidup saya untuk memperjuangkan kepentingan warga penyandang disabilitas. Menjadi kelompok rentan telah saya rasakan langsung yang banyak berbeda dibanding ketika saya menjadi bagian dalam pengambilan keputusan dimasa lalu ketika di Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI). Ungkapan narasi “no one left behind” terasa ikatannya secara emosional.
Saya sampaikan pergolakan pemikiran yang terjadi dalam diri saya ini ke beberapa kawan tadi, termasuk rencana saya untuk tidak menutup diri dan akan menggunakan kursi roda elektrik yang sudah saya pesan langsung dari Inggris. Kursi yang cukup handal dalam menemani mobilitas sehari-hari. Memiliki fungsi khusus selain duduk juga berdiri.
Bagian dari gagasan itu adalah mendirikan suatu pergerakan DILANS-Indonesia yang aadiniatkan untuk membangun kehidupan yang inklusif, setara dalam kehidupan ekonomi, politik, sosial dan budaya.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.