Connect with us

Webinar Alumni ITB, Benarkah Prediksi Joe Biden Jakarta akan Tenggelam?

Jakarta – Masyarakat Indonesia baru-baru ini dihebohkan dengan pernyataan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, yang menyebut ibu kota Jakarta berpotensi untuk tenggelam 10 tahun lagi.

Pernyataan tersebut disampaikan Biden dalam pidatonya di Kantor Direktur Intelijen Nasional, AS, Selasa (27/7/2021). Menurut Biden apabila pemanasan global terus terjadi maka bisa berdampak pada mencairnya es di kutub sehingga permukaan air laut naik. Karenanya menurut dia tak menutup kemungkinan bisa saja 10 tahun mendatang Jakarta bisa saja tenggelam.

“Apa yang terjadi di Indonesia jika perkiraannya benar bahwa, dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena akan tenggelam?” kata Biden.

Benarkah Jakarta akan tenggelam seperti prediksi Biden?

Merespons prediksi Biden tersebut, Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB) menyelenggarakan webinar bertajuk “Jakarta Tenggelam, Kupas Tuntas Statement Presiden Amerika, Benarkah Jakarta Akan Tenggelam?”

Webinar ini dilaksanakan pada Selasa, 10 Agustus 2021, mulai pukul 19.30 WIB. Webinar ini dipandu oleh Latief Siregar, Wakil Pemimpin Redaksi INews, dengan pembuka Basar Simanjuntak, Kepala Lembaga Pengendalian Kebijakan dan Sumber Daya Alumni PP IA-ITB, dan Gembong Primadjaja, Ketua Umum IA-ITB.

Sebagai keynote speaker adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Sementara sebagai pembahas adalah Prof. Deden Rukmana, Professor of Urban and Regional Planning Alabama A&M University, Dr. Heri Andreas, Kepala Laboratorium Geodesi ITB, dan Dr. Hamzah Latief, dosen Oseanografi ITB.

Turut hadir sebagai pembahas dari Pengurus Pusat IA-ITB yakni Aria Mariany, Wakil Kepala Lembaga Riset Kebencanaan PP IA-ITB, Don Adam, Kepala Badan Penanggulangan Bencana PP IA-ITB, Triyani Utaminingsih, Wakil Menteri Lingkungan Hidup IA-ITB, dan Arya Sinulingga, Sekretaris Jenderal PP IA-ITB.

Sebelumnya, kepada sebuah media, Kepala Laboratorium Geodesi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB Heri Andreas mengatakan sebenarnya yang saat ini perlu menjadi perhatian adalah adanya sejumlah daerah lain yang berpotensi tergenang selain Jakarta.

Menurutnya, di Indonesia setidaknya ada 112 wilayah Kabupaten/Kota yang berpotensi tergenang. Adapun yang paling utama menurutnya adalah wilayah Pekalongan, Demak dan Semarang. “Sebenarnya isunya Jakarta, namun Jakarta tidak lebih berisiko dari Pekalongan, Semarang, dan Demak saat ini,” ujarnya, mengutip Kompas.

Ia mengatakan, wilayah-wilayah itu memiliki laju penurunan yang lebih cepat dan lebih berpotensi memiliki banjir rob jika dibandingkan dari Jakarta. “Kalau dibandingkan, urutannya Pekalongan, Demak baru Semarang,” katanya.

Menurutnya dalam 10 tahun mendatang, Jakarta masih terlihat baik-baik saja karena penurunannya belum begitu terlalu banyak. Namun, jika prediksi tersebut adalah 30 tahun mendatang atau sekitar 2050 maka menurutnya inilah yang harus menjadi perhatian untuk wilayah Jakarta.

Yang perlu menjadi perhatian saat ini justru Pekalongan. “Pekalongan itu mungkin 15 tahun dari sekarang, kelihatannya mengkhawatirkan kalau tidak ada upaya,” katanya lagi.

Sementara itu, melansir dari laman Australia Plus, Rabu, 14 Februari 2018, dari penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan Amerika Serikat (AS) telah menghitung tingkat kenaikan permukaan laut global rata-rata sebesar 3 mm per tahun. Namun juga telah mengalami tambahan kenakan setinggi 0,08 mm per tahun, yang terjadi setiap tahun sejak 1993.

Jika tingkat perubahan ini terus berlanjut, kenaikan permukaan air laut global rata-rata akan meningkat 61 sentimeter antara sekarang hingga tahun 2100. Temuan ini dilaporkan dalam jurnal Prosiding National Academy of Sciences yang terbit Selasa, 13 Februari 2018.

“Data itu pada dasarnya melipatgandakan jumlah yang akan Anda dapatkan, jika Anda hanya memiliki kenaikan permukaan laut setinggi 3 mm setahun tanpa adanya percepatan atau akselerasi,” kata penulis utama penelitian ini, Steven Nerem dari University of Colorado.

Senada dengan Heri Andreas, Satrio Arismunandar, salah seorang alumni ITB, menyebutkan Pantai Utara Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling rentan terhadap perubahan iklim dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Hal ini karena Pantai Utara Pulau Jawa merupakan wilayah yang landai. Selain itu, tanah di wilayah ini juga mudah mengalami penurunan ketinggian sehingga air laut akan masuk dengan mudah.

Ia mengatakan garis pantai di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, akan bergeser sejauh 2 km ke dalam akibat kenaikan muka air laut sebesar 80 cm dalam jangka waktu 100 tahun. Belum lagi ditambah fenomena banjir rob yang rutin terjadi di sana.

“Hal serupa mungkin terjadi di Semarang dan Jakarta, mengingat permukaan tanah di wilayah itu juga mudah mengalami penurunan,” katanya.

Studi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) juga menunjukan ada empat kawasan pesisir penting di sekitar Laut Jawa saat ini kritis akibat pola pembangunan yang salah, yaitu pesisir Kalimantan bagian selatan, Teluk Jakarta, pesisir Semarang, dan Selat Madura.

Sementara itu, menurut LIPI, akibat perubahan iklim, pada 2040 diprediksi semua wilayah di Pantai Utara Jawa mulai dari Banten sampai Surabaya akan menjadi wilayah urban yang berpotensi mengalami defisit ketersediaan air.

Sejauh ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengaku sudah melakukan sosialisasi terhadap aturan dan norma terkait dengan perubahan iklim, terutama kepada Pemda di wilayah Pantai Utara Jawa.

Sebagai bentuk adaptasi perubahan iklim, KKP memperkenalkan bentuk bangunan rumah yang ramah bencana. Rumah panggung dengan ketinggian sekitar satu sampai dua meter. []

 

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Kaesang Pimpin PSI: Antitesa Semu, Patologi Demokrasi Indonesia

Oleh

Fakta News

Sejak era reformasi, trend kepercayaan publik terhadap partai politik cenderung negatif. Era reformasi tidak membawa perubahan substantif terhadap partai politik.

Tulisan ini terdiri dari dua bagian. Pertama. menanggapi pernyataan Direktur Indo Barometer M.Qodari, atas dinamika politik terpilihnya Kaesang sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) adalah antitesa partai politik saat ini. Kedua. Akan kah tercapai tujuan PSI untuk mencapai ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) sebesar 4% pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2024.

Silap Alur Logika Qodari

Qodari mengkonstruksikan perkembangan sejarah peradaban manusia; agraris, industri, telekomunikasi dan digital dengan perjalanan sejarah berdirinya partai politik Indonesia. Partai Nasional Indonesia (PNI) berdiri tahun 1927 sekitar 96 tahun. Partai Golkar berdiri tahun 1964 sekitar 59 tahun. Sementara PSI berdiri 2014, usianya hampir 10 tahun. Pengelolaan partai tentunya tidaklah sama. Pidato politik Kaesang akan sangat berbeda (aneh), disampaikan di Golkar atau PDIP. Jika berbicara di PSI seperti berbicara dengan teman-temannya. Pilihan PSI adalah barang baru, startup politik. Sesuatu yang baru, total yang baru, dapat mendisrupsi barang lama. PSI adalah antitesa partai politik saat ini.

Pernyataan Qodari sekilas begitu terang dan menyakinkan. Namun, di sisi lain begitu banyak hal yang dapat dipertanyakan. Pertama, apakah perkembangan partai politik bergerak secara statis (mekanik) atau bergerak dinamis atau dengan kata lain selalu dalam keadaan bergerak dan berkembang. Pada titik mana atau partai politik yang ada saat ini dikategorikan dalam kelompok agraris, industri, telekomunikasi atau digital.

Tentu saja jika memperhatikan hal ini kita tidak dapat memberikan stampel Partai Golkar saat ini sama dan sebangun dengan Partai Golkar era Orde Baru. Pada masa Orde Baru, partai politik menjadi “mesin” politik penguasa sehingga partai politik lebih diarahkan pada kepentingan pelanggengan kekuasaan penguasa (status quo). Sebelum pemilu kita dapat mengetahui, Partai Golkar adalah pemenang rutin. Pemilu hanya dijadikan pesta demokrasi semu. Pengelolaan Partai Golkar Orde Baru dan Pasca Reformasi tentu saja sudah berubah.

Perubahan Kuantitas, Kualitas dan Antitesa Semu

Dalam perubahan sosial, salah satu alat periksa-analisa adalah memperhatikan perubahan kuantitatif keperubahan kualitatif untuk menerangkan jalannya proses perkembangan. Perubahan kuantitatif menyiapkan perubahan kualitatif, dan perubahan kualitatif menyelesaikan perubahan kuantitatif yang lama dan melahirkan serta mengembangkan perubahan kuantitatif yang baru.

Indonesia pasca Orde Baru mengalami perubahan (kuantitatif) dalam penerapan sistem politik, dari sistem politik otoritarian ke sistem politik demokratis. Euphoria kebebasan berserikat melahirkan ledakan dalam pembentukan partai politik. Tercatat terbentuk 184 partai politik (parpol) kala itu. Dari jumlah tersebut, Pemilu 1999 terdapat 48 parpol peserta. Pemilu 2004, terdapat 50 parpol peserta. Dan kini 2024 tinggal 24 parpol peserta.

Pergeseran jumlah parpol dari 48 parpol ke 24 parpol, memang terjadi perubahan kuantitatif. Namun, belum mampu melahirkan kualitas parpol yang optimal. Harapan parpol untuk mampu menjadi pilar demokrasi yang memperjuangkan kepentingan rakyat, sesuai dengan fungsi parpol yakni; fungsi Pendidikan politik, rekrutmen politik, komunikasi politik, artikulasi dan agregasi kepentingan, serta fungsi penyelesaian konflik.

Perubahan kualitatif, dengan memperhatikan tingkat kepercayaan publik dalam dua dekade terhadap parpol dibandingkan kelembagaan negara lain justru mengalami trend menurun bahkan cenderung negatif. Terbaru survei Indikator Politik Indonesia (11-17 April 2023) menempatkan parpol di posisi terendah dengan 61,8% dan tertinggi adalah TNI dengan 94,6% dan Presiden di posisi kedua dengan 92,8%.

Rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap parpol ini tidak lain desebabkan belum beranjaknya patologi parpol di Indonesia, diantaranya adalah: Pertama. Hoax/Kebohongan dan Hate Speech Publik. Partai politik sebagai penyebar berita hoax, hate speech dalam kampanye menjatuhkan lawan politiknya. Contohnya bagaimana Prabowo Subianto dan sejumlah elit politik tahun 2018 menjelang pemilu 2019 ramai-ramai menyebarkan hoax kasus Operasi Plastik Ratna Sarumpaet.

Kedua. Politik Uang. Praktik pemberian berupa uang, barang atau janji menyuap seorang supaya orang tersebut tidak menjalankan haknya untuk memilih seseorang kandidat pada saat pemilihan umum. Ketiga. Gonta-Ganti aturan main. Praktik gonta-ganti aturan main, berdasarkan kepetingan golongan atau kelompok tertentu. Keempat. Demagog (citra baik membohongi rakyat). Pencitraan pejabat partai politik tidak sesui dengan realitanya. Kelima. KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

Kaesang Pengarep menjadi satu-satunya ketua partai politik tercepat dengan tiga hari berada di puncak pimpinan adalah sejarah parpol Indonesia yang mungkin sulit dipecahkan recordnya. Hal ini , tidak bisa menutup sebelah mata adanya penilaian publik bahwa begitu mudahnya praktik gonta-ganti aturan dalam tubuh parpol dan stemple kekuasaan putra presiden sebagai penyebab hal tersebut.

Rekam jejak begitu mudahnya akses duduknya seseorang dalam jajaran elit kepemimpinan parpol di pusat dan daerah yang terjadi, memberikan pembenaran pengetahuan rakyat, bahwa partai politik Indonesia belum terlepas dari bentuk oligarkis, meminjam istilah teori parpol dan oligarki dari Robert Michels. Teori kepemimpinan parpol saat ini masih bersandar pada patron-client dan kharismatik dengan sistem politik yang rapuh, dan kepemimpinan politik yang elitis dan birokratis sehingga yang tampak adalah kepentingan pragmatis dan kekuasaan, ketimbang mengartikulasikan kepentingan rakyat.

Banyak contoh diperlihatkan bagaimana struktur elit partai politik kita berpusat pada kekerabatan keluarga. Lantas, pendidikan politik apa yang akan diberikan kepada rakyat terhadap praktik tersebut. Atau ini yang disebut antitesa partai startup. Atau sekedar antitesa semu. Jika dengan menilai pidato politik menjadi penyebab primer/pokok yang digunakan untuk menilai suatu antitesa. Mungkin jawabnya, jauh panggang dari api.

Wassalam.

Baca Selengkapnya

BERITA

Presiden Jokowi: Kereta Cepat Tandai Modernisasi Transportasi Massal di Indonesia

Oleh

Fakta News
Presiden Jokowi meresmikan beroperasinya KCJB Whoosh, di Stasiun KCJB Halim, Jakarta Timur, Senin (02/10/2023) pagi. (Foto: Humas Setkab/Rahmat)

Jakarta – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan, peresmian operasional Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang diberi nama Whoosh menandai berlangsungnya modernisasi transportasi massal di tanah air. Hal tersebut disampaikan oleh Presiden saat Peresmian Operasional KCJB, di Stasiun KCJB Halim, Jakarta, Senin (02/10/2023).

“Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini menandai modernisasi transportasi massal kita yang efisien, yang ramah lingkungan, dan terintegrasi dengan moda transportasi lainnya, maupun terintegrasi dengan TOD (transit oriented development),” ujar Presiden.

Seperti pendahulunya moda raya transportasi (MRT) dan lintas raya terpadu (LRT), kereta cepat merupakan hal yang baru bagi Indonesia, baik dari sisi teknologi, kecepatan dan konstruksi, serta model pembiayaan. Namun, Presiden menekankan bahwa bangsa Indonesia tidak perlu takut untuk mengadopsi dan mempelajari teknologi transportasi modern untuk kemajuan bangsa.

“Dalam proses itu bisa muncul hal-hal yang tidak terduga, kesulitan-kesulitan di lapangan, masalah-masalah, dan ketidaksempurnaan, pengalaman itu mahal namun sangat berharga. Dan, kita tidak perlu takut, karena jika kita konsisten, kesalahan itu akan semakin sedikit, biaya kesalahan juga akan semakin menurun, dan pada akhirnya, biaya produksi, biaya proyek, lama-kelamaan juga akan semakin rendah,” ujarnya.

Keberanian untuk mencoba hal-hal baru serta memberikan kesempatan kepada anak bangsa untuk belajar, kata Presiden, akan sangat berguna bagi pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk Indonesia yang semakin maju dan mandiri.

“Saya pesan agar kita semuanya tidak alergi terhadap kritik, dan tetap semangat untuk belajar. Karena pengalaman kita membangun infrastruktur, baik jalan tol, pelabuhan, bandara, bendungan, transportasi, telah memberikan pengalaman dan bekal kita untuk menghasilkan hasil-hasil yang lebih baik di masa depan,” tandasnya.

Baca Selengkapnya

BERITA

Presiden Jokowi Resmikan Operasional Kereta Cepat Jakarta-Bandung “Whoosh”

Oleh

Fakta News
Presiden Jokowi meresmikan beroperasinya KCJB, di Stasiun KCJB Halim, Jakarta Timur, Senin (02/10/2023) pagi.

Jakarta – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meresmikan beroperasinya Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), di Stasiun KCJB Halim, Jakarta Timur, Senin (02/10/2023) pagi.

“Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh saya nyatakan dioperasikan,” ujar Presiden.

Presiden mengungkapkan, Whoosh merupakan singkatan dari Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Hebat.

“W-H-O-O-S-H, dibaca ‘wus’. Ini diinspirasi dari suara yang melesat dari kereta berkecepatan tinggi ini, dan singkatan dari Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Hebat,” kata Presiden.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam laporannya mengungkapkan bahwa sebelum resmi beroperasi, telah dilakukan uji coba publik untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

“Selama tiga minggu sejak dibukanya uji coba gratis bagi publik, kita secara langsung melihat rasa antusias yang luar biasa di mana masyarakat diajak untuk langsung merasakan sendiri kemanfaatannya,” ujar Luhut.

Luhut menambahkan, setelah secara resmi beroperasi masyarakat dapat menaiki Kereta Cepat Jakarta-Bandung tanpa biaya hingga pertengahan Oktober mendatang.

“Berkat tingginya rasa penasaran masyarakat terhadap uji coba gratis kecil KCJB, maka kami bersepakat hingga pertengahan Oktober pengoperasian kereta api cepat Jakarta-Bandung masih tidak digunakan biaya atau gratis,” kata Luhut.

Usai memberikan sambutan, Presiden Jokowi menekan tombol sirine sebagai tanda peresmian operasional KCJB. Selanjutnya Presiden Jokowi dan Ibu Iriana beserta rombongan terbatas bertolak menuju Stasiun Padalarang, Bandung Barat.

Woosh yang merupakan kereta berkecepatan tinggi pertama di Indonesia dan Asia Tenggara dapat melaju hingga kecepatan 350 kilometer per jam. Kereta yang menghubungkan Jakarta dan Bandung ini memiliki jalur sepanjang 142,3 kilometer dengan empat stasiun pemberhentian yaitu Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar.

Whoosh memiliki desain ruang yang luas dan modern yang dibagi dalam tiga kelas berkapasitas total mencapai 601 penumpang. Fasilitas yang ada di dalam kereta ini, antara lain, stopkontak, rak bagasi, mini bar, gantungan tas, hingga toilet aksesibel.

Baca Selengkapnya