Vonis Dinilai Terlalu Ringan, ICW Desak KPK Ajukan Banding Perberat Hukuman Nurhadi
Jakarta – Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, dan menantunya, Rezky Herbiyono, divonis 6 tahun bui serta denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai vonis terhadap Nurhadi tersebut sangat ringan.
“Putusan yang dijatuhkan majelis hakim kepada mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, sangat ringan, berpihak pada terdakwa, dan amat melukai rasa keadilan masyarakat,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Jumat (12/3/2021).
Kurnia menyebut vonis tersebut juga akan membuat para mafia peradilan tidak akan pernah jera dan tetap akan melakukan praktik korupsi. Semestinya, kata dia, dengan kejahatan yang dilakukannya, Nurhadi layak divonis penjara seumur hidup.
“Ia (Nurhadi) sangat layak untuk divonis penjara seumur hidup, denda Rp 1 miliar, dan seluruh aset hasil kejahatan yang ia kuasai dirampas untuk negara,” ucapnya.
ICW menjelaskan setidaknya ada beberapa hal Nurhadi layak diberi vonis lebih berat. Pertama, Nurhadi melakukan kejahatannya saat menjabat sebagai pejabat tinggi lembaga kekuasaan kehakiman.
“Tentu suap-menyuap yang ia lakukan dengan sendirinya meruntuhkan wibawa Mahkamah Agung. Kedua, Nurhadi tidak kooperatif saat menjalani proses hukum. Hal itu terbukti tatkala ia melarikan diri dan terlibat dalam insiden pemukulan pegawai rumah tahanan KPK,” katanya.
“Ketiga, selama proses persidangan Nurhadi tidak mengakui praktik korupsi yang ia lakukan. Padahal fakta persidangan menunjukkan sebaliknya, ia diduga menerima miliaran rupiah dari Hiendra Soenjoto,” tambahnya.
Kurnia menyebut tidak habis pikir ketika mendengar pertimbangan meringankan yang dibacakan oleh Hakim. Menurutnya, bagaimana mungkin seorang pelaku korupsi dikatakan berjasa untuk kemajuan Mahkamah Agung.
“Bukankah kejahatan yang ia lakukan justru mencoreng wajah Mahkamah Agung? Namun, sepertinya pertimbangan aneh seperti ini telah menjadi hal biasa dalam banyak persidangan,” katanya.
Untuk itu ICW mendesak agar KPK segera mengajukan banding agar putusan tingkat pertama segera dianulir. Selain itu, KPK juga mesti segera menerbitkan dua surat perintah penyelidikan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Nurhadi dan penyelidikan terkait obstruction of justice. Terutama bagi pihak-pihak yang selama ini melindungi atau menyembunyikan Nurhadi saat melarikan diri.
“Terakhir, ICW turut pula meminta agar Kepolisian segera memproses hukum insiden pemukulan di rumah tahanan KPK yang diduga dilakukan oleh Nurhadi,” ucapnya.
Diketahui, Nurhadi terbukti menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara sebesar Rp 49 miliar. Nurhadi dalam perkara ini divonis bersama menantunya, Rezky Herbiyono.
Nurhadi dan Rezky dinyatakan melanggar Pasal 11 dan Pasal 12 B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 dan 65 ayat 1 KUHP.
Vonis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa. Nurhadi dituntut oleh jaksa 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan Rezky Herbiyono dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Keduanya diyakini jaksa bersalah menerima suap senilai Rp 45.726.955.000 dan gratifikasi senilai Rp 37.287.000.000. Jika ditotal Rp 83.013.955.000. Menyoroti tuntutan tersebut, pengacara terdakwa, Maqdir, menilai tuntutan tersebut merupakan salah satu sikap jaksa penuntut umum melampiaskan rasa ketidaksukaannya kepada terdakwa karena dianggap tidak kooperatif.
Atas putusan tersebut, jaksa penuntut umum pada KPK langsung menyatakan banding. “Atas putusan majelis hakim tersebut, kami menyatakan banding,” ujar jaksa KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (10/3).
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.