Connect with us

Vaksinasi Lansia Kolese Kanisius: Rumah Sakit Carolus Telah Menjadi Bagian Penting dalam Upaya Memutus Rantai Penyebaran Virus Covid-19

Direktur Utama RS Carolus, dr JB Endrotomo S., SpOT (tengah) didampingi oleh anggota Komite Pengarah kegiatan vaksinasi Covid-19 Keluarga Besar Kolese Kanisius, Irlan Suud (kiri) dan Rimbo Bawono (kanan).

Jakarta – Hingga hari ini pelaksanaan vaksinasi Covid-19 untuk lansia di Kolese Kanisius Jakarta yang dimotori Alumni Kanisius Menteng 64 (AM64) dan elemen Keluarga Besar Kolese Kanisius sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Canisius College Alumni Day (CCAD) 2021, telah memasuki gelombang kedua penyuntikan pertama.

Gelombang pertama telah sukses dilaksanakan selama lima hari tanggal 8 hingga 13 Maret 2021 lalu dengan realisasi jumlah akseptor mencapai hampir 2.500 lansia. Sedangkan gelombang kedua penyuntikan pertama yang dilaksanakan mulai Selasa (16/3/2021) hingga Kamis (18/3/2021) mendatang (3 hari) menargetkan jumlah akseptor sebanyak 2.000 lansia.

Salah satu elemen penting dalam pelaksanaan vaksinasi di Kolese Kanisius sebagaimana juga pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di tempat lainnya adalah kesigapan para tenaga kesehatan (nakes) yang terlibat di dalamnya. Mereka terdiri dari para dokter dan perawat atau bidan.

Dalam kegiatan vaksinasi di Kolese Kanisius, para nakes berasal dari Rumah Sakit (RS) Carolus, Salemba, Jakarta Pusat. Selain itu ada pula para dokter yang tergabung dalam komunitas Canimed (komunitas alumni Kanisius yang berprofesi sebagai dokter) turut menyumbangkan tenaga mereka dalam kegiatan ini.

Dr. dr. J.C. Prihadi, SpU salah seorang perwakilan dari RS Carolus menyatakan bahwa dalam pelaksanaan vaksinasi di Kolese Kanisius ini sehari-harinya terdapat sepuluh orang dokter yang bertugas di ruang screening (ruang pemeriksaan kesehatan sebelum akseptor disuntik vaksin). Kemudian 7 orang perawat yang bertugas melakukan penyuntikan di ruang vaksinasi, dan tiga sampai lima orang dokter yang bertugas di ruang observasi setelah akseptor mendapat suntikan vaksin.

Selain itu ada satu orang dokter dan satu orang perawat yang bertugas di ICU mini. Ruangan-ruangan tersebut memanfaatkan kelas-kelas dan sport hall (khusus untuk ruang obervasi) di lingkungan sekolah Kanisius yang beralamat di Jalan Menteng Raya 64 Jakarta Pusat.

“Jadi totalnya ada 32 dokter dan 20 orang perawat atau bidan yang bertugas secara bergiliran menangani pelaksanaan vaksinasi ini,” papar pria yang akrab disapa dok. Pri ini yang juga lulusan Kolese Kanisius tahun 1988 itu.

Menurut dok. Pri, pihak RS Carolus saat diajak bergabung oleh AM64 dalam kegiatan vaksinasi Covid-19, kemudian mengajukan diri sebagai penanggungjawab pelaksanaan vaksin sekaligus menjadi rumah sakit rujukan bagi para akseptor vaksin di Kanisius.. Dok. Pri juga menjelaskan bahwa saat ini RS Carolus sudah memiliki tim vaksinasi (vaksinator) untuk para lansia maupun untuk kategori umum.

Dengan adanya rencana percepatan proses vaksinasi yang dilakukan oleh Pemerintah, RS Carolus telah memperbesar jumlah nakes yang bertugas sebagai vaksinator. Mereka diikutkan ke dalam pelatihan yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.

“Karena untuk bisa menjadi vaksinator, seorang tenaga kesehatan harus mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan. Sebagai contoh adalah mereka yang ditempatkan di ruang vaksinasi. Para nakes itu sudah terlatih untuk mengambil vaksin, menyimpan kembali vaksin atau menyuntikkannya secara cermat dan aman,” tambah dr. Prihadi.

Sementara itu, Direktur Utama RS Carolus, dr. JB Endrotomo S., SpOT (alumni Kanisius angkatan 1985) yang ditemui di lokasi kegiatan menyatakan bahwa pelaksanaan vaksinasi yang dikendalikan oleh para nakes dari RS Carolus ditambah dengan komunitas Canimed sejauh ini telah berjalan dengan baik.

“Saya kira ini adalah salah satu contoh atau model yang memang kita harapkan bersama dan semua berjalan dengan baik. Dan memang kita dari rumah sakit (Carolus) mempunyai komitmen besar menjadi bagian penting dan berperan untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19 ini,” ungkap dr. JB Endrotomo.

Dedikasi

Dalam kegiatan vaksinasi di Kolese Kanisius ini para nakes mulai berada di lokasi kegiatan vaksinasi sejak jam 8 pagi atau setengah jam sebelum proses registrasi dimulai. Para nakes sengaja datang lebih awal untuk mempersiapkan segala sesuatunya.

“Mereka bertugas sampai sekitar jam 5 sore atau malah jam 6 sore saat jumlah peserta vaksinasi bertambah seperti hari Sabtu (13/3) kemarin,” ujar dr Prihadi.

Waktu istirahat buat para nakes adalah jam 12.00 sampai jam 13.00 atau satu jam.

Vaksin didapat dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas) Kecamatan Senen, Jakarta Pusat dengan jumlah yang sudah ditentukan. Vaksin itu semua disimpan di RS Carolus. Sedangkan jumlah vaksin yang dibawa setiap hari ke Kanisius disesuaikan dengan target akseptor per hari.

Seandainya jumlahnya kurang, nakes yang bertugas bisa sewaktu-waktu mengambil di RS Carolus. Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya belum pernah ada kekurangan jumlah vaksin setiap harinya.

Bila ada sisa vaksin yang belum dipakai, vaksin tersebut dibawa kembali ke RS Carolus dan nantinya harus dikembalikan  dan dipertanggungjawabkan ke Puskesmas Senen.

Baca Selengkapnya
Tulis Komentar

BERITA

Sudah Saatnya Sistem Zonasi dalam PPDB Dihapuskan

Oleh

Fakta News

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 14 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada TK, SD,SMP, SMA, SMK atau bentuk lain yang sederajat, menelorkan kriteria seleksi masuk sekolah dengan mempertimbangkan urutan prioritas berupa usia dan jarak tempat tinggal ke sekolah sesuai dengan zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya (Sistem Zonasi).

PPDB bertujuan untuk menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, nondiskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan. Namun dalam perjalananya apakah tujuan ideal dari PPDB menggunakan system zonasi tersebut sudah tercapai atau jsutru jauh panggang dari api?

Pertanyaan mendasar tentang penerapan sistem zonasi yang medasarkan pada upaya pemerataan pendidikan adalah apakah lokasi sekolah yang dibangun pemerintah sudah merata pada semua wilayah (anggaplah skala kecamatan) di Indonesia.

Bahwa faktanya pendirian sekolah (di setiap jenjang pendidikan) tidaklah didasarkan pada sebaran dan populasi penduduk, sehingga banyak dijumpai tidak meratanya sebaran sekolah di hampir setiap daerah. Satu sisi beberapa sekolah terdapat dalam satu wilayah (kecamatan), tapi banyak juga dalam satu desa/kelurahan dan kecamatan yang belum tersedia sekolah. Hal ini justru menyebabkan puluhan hingga ratusan calon peserta didik tidak mendaptkan sekolah dikarenakan “kalah” dalam konteks jarak rumah dengan sekolah yang jauh, di luar jarak zonasi yang diperkenankan.

Banyaknya calon siswa yang secara domisili jauh dari sekolah menyebabkan pupusnya kesempatan untuk bisa mengakses pendidikan secara layak, sesuai yang diamanatkan undang-undang. Fakta itu tidak saja di daerah terpencil ataupun luar jawa, bahkan di kota besar sekelas Surabaya juga masih dijumpai. Belum lagi munculnya fenomena pindah KK untuk bisa menjadi dasar untuk memenuhi kriteria zonasi. Ada yang pindah KK ke saudaranya, mencari tempat domisili (apartemen, beli/sewa rumah, dsb.) hingga tawaran pindah KK yang dilakukan oknum, calo, perantara dengan mematok tarif tertentu untuk bisa mengegolkan masuk ke sekolah yang diinginkan.

Atas polemik itu, dimuculkan kebijakan baru berupa jalur baru PPDB selain jalur zonasi, yakni jalur afirmasi (keluarga miskin), jalur prestasi (akademik) dan jalur prestasi non-akademik (olah raga, seni, budaya dsb.) yang persentasenya terus diutak-atik dengan pertimbangan yang kurang jelas. Apakah kebijakan tersebut tepat dan sesuai sasaran? .
Alih-alih memberikan solusi, tapi justru menambah permasalahan baru dalam dunia pendidikan. Awalnya sempat membuat lega dan menjadi oase bagi sebagian masyarakat yang berharap putra-putrinya tetap bisa masuk ke sekolah yang diinginkan, namun nyata justru menimbulkan permasalahan baru karena tidak semudah yang dibayangkan dalam mengakses “jalur alternatif” tersebut.

Beberapa kendala dan permasalahan ternyata sering muncul dan jadi rasan-rasan di kalangan Masyarakat terutama para ibu-ibu. Ada banyak sinyalemen dan desas-desus yang berkenbang mengenai sulitnya ditembus serta penyelewengan dari “jalur alternatif” tersebut. Jalur afirmasi khususnya bagi keluarga miskin (gakin, gamis, SKTM, KIS, KIP, dll) ternyata sulit diakses. Beberapa sekolah juga “enggan” untuk menerima dan memaksimalkan kuota untuk jalur gakin karena nantinya merka akan gratis dan tidak boleh dikenakan pungutan apapun. Ada juga kemunculan gakin baru/dadakan jelang PPDB.

Demikian halnya dengan jalur presetasi baik akademik maupun non akademik. Banyak yang merasa memenuhi kriteria, tapi dalam pengurusannya “dipersulit’ hingga batas pengajuan persyaratan yang diminta tidak bisa terpenuhi. Setali tiga uang, beberapa kabar yang beredar justru muncul anak-anak yang tiba-tiba “berprestasi” dan bisa masuk ke sekolah yang diinginkan. Maka muncullah banyak isu tak sedap tentang “permainan” hingga sejumlah nominal yang harus disiapkan untuk menebus jalur tersebut.

Ada pula fenomena munculnya jalur khusus, yakni “jalur rekom” yang bisa muncul mulai dari yang logis hingga yang tidak masuk akal. Yang logis semisal orang tua yang bekerja di wilayah dekat sekolah bisa meminta rekom agar anaknya bisa diterima di sekolah tersebut. Ada pula jalur rekomendasi mulai dari para pejabat di lingkup pemerintahan, maupun stakeholder pendidikan berbagai lini, yang berlangsung massif baik prodeo maupun “bertarif”. Tentunya hal tersebut berlangsung ekslusif, karen hanya orang-orang tertentu yang mempunyai akses dan koneksi erat saja yang bisa memanfaatkannya.

Semua sinyalemen dan desas-desus tersebut memang sulit dibuktikan hingga ke ranah hukum namun seperti sudah menjadi rahasia umum di masyarakat. Sistem Zonasi dalam PPDB yang ditujukan untuk pemerataan pendidikan justru dalam prakteknya memunculkan berbagai permasalahan yang menambah carut marut permasalahan di dunia pendidikan. Amanat untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen Pendidikan telah gagal diwujudkan. Sudah saatnya sistem zonasi dalam PPDB dengan pertimbangan utama jarak rumah siswa dengan sekolah, dihapuskan, dikembalikan pada sekolah dengan mempertimbangkan aspek sosial kemasyakartan, kompetensi, ketersediaan kuota, prestasi, dan keadilan.

Pemerintah hendaknya melaksanakan tugas utamanya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan lebih fokus pada penggodokan kurikulum pendidikan yang lebih canggih dan modern untuk dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat sehingga potensi peserta didik dapat berkembang agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

 

Radian Jadid
*Kepala Sekolah Rakyat Kejawan
*Wakil Sekretaris LKKNU PW Jatim
*Ketua Harian Paguyuban Angkatan 93 ITS

Baca Selengkapnya

BERITA

Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Oleh

Fakta News
Wacana Kenaikan Tarif KRL Ancam Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat. Foto: DPR RI

Jakarta – Wacana kenaikan tarif Commuter Line oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) akan menempatkan masyarakat Jabodetabek pada tantangan baru yang mengancam kesejahteraan ekonomi mereka. Hal tersebut pun lantas menuai sorotan dari Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat.

“Kenaikan tarif KRL Jabodetabek akan memberikan dampak yang signifikan. Terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Kenaikan tarif bisa memperberat beban ekonomi mereka. Dan Ini juga dapat mengakibatkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang lebih besar,” ujar Toriq dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, Senin (29/4/2024).

Politisi Fraksi PKS tersebut menegaskan bahwa kenaikan tarif tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat, terutama masa pasca pandemi dan ketidakpastian ekonomi yang menyertainya. Dalam beberapa bulan terakhir, harga-harga bahan pokok terus melonjak secara dramatis.

“Kami tahu betul paska pandemi masyarakat terpaksa mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kenaikan tarif hanya akan menambah beban ekonomi mereka. Terutama mereka yang bergantung pada angkutan publik ini setiap hari,” tandasnya.

Terkait hal itu, Toriq menegaskan akan berupaya keras menyerukan kepada Kementerian Perhubungan selaku regulator agar mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Serta, kemudian meninjau kembali rencana kenaikan tarif ini dan mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan.

“Kami akan terus memantau perkembangan situasi ini. Dan memastikan bahwa keputusan terkait tarif transportasi publik nantinya harus ada partisipasi aktif dari publik dan memperhitungkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh” tutup Toriq.

Sebagaimana diketahui, PT KAI Commuter (KCI) telah mengusulkan kenaikan tarif KRL Jabodetabek yang belum berubah sejak 2016. Saat ini usulan tersebut masih dibahas Pemerintah. Direktur Operasi dan Pemasaran KCI Broer Rizal mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan Pemerintah untuk menaikkan tarif KRL Jabodetabek.

Pasalnya, ketentuan tarif KRL Jabodetabek merupakan kewenangan Kemenhub selaku regulator. “Itu kebijakan dari Pemerintah ya. Kalau kami hanya eksekutor untuk melaksanakan apa yang menjadi keputusan Pemerintah. Usulan dan pembahasannya sudah dilakukan di Kemenhub,” ujarnya saat konferensi pers Angkutan Lebaran 2024 di Jakarta, Selasa lalu (24/4).

Baca Selengkapnya

BERITA

Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang

Oleh

Fakta News
Sukamta: Kota Yogya Perlu Siapkan Peta Jalan Penanganan Sampah Jangka Panjang
Anggota DPR RI Sukamta. Foto: DPR RI

Jakarta – Anggota DPR RI dari Dapil Provinsi DIY Sukamta menilai Kota Yogyakarta perlu menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk penanganan sampah jangka panjang yang menyangkut peningkatkan kasadaran masyarakat. Edukasi secara terus menerus harus dilakukan baik di sekolah, rumah tangga, dan masyarakat.

Tak hanya itu peraturan yang kuat untuk pengurangan sampah juga sangat dibutuhkan. Sukamta mencontohkan perlunya kebijakan kantong plastik berbayar atau larangan penggunaaan kantong belanja plastik sekali pakai. Adapun jangka pendeknya saat ini bisa dengan optimalisasi penampungan di TPST Piyungan.

“Kalau saya dengar, TPST ini kalau ada alat dan SDM yang memamadai masih bisa dimanfaatkan secara optimal untuk sementara waktu hingga 200-300 ton per hari. Pemkot bisa komunikasikan hal ini dengan Pemda DIY. Rencana optimalisasi 3 TPS 3R di Nitikan, Karangmiri dan Kranon bisa segera direalisasi, meski daya tampung 3 TPS ini masih terbatas,” kata Sukamta sebagaimana keterangan kepada media, di Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS ini, menilai di level provinsi, di area perkotaan saat ini masih sering ditemukan sampah di jalan maupun tempat penampungan yang penuh. Menurutnya, Pemerintah perlu memberikan honor kepada para petugas pengambil sampah sebagai salah satu upaya mencegah buang sampah sembarangan.

“Menurut kami perlu ada stimulan atau honor untuk para petugas pengambil sampah rumah tangga, di level RT, RW dan kampung. Ini supaya masyarakat tidak buang sembarangan,” kata Anggota Komisi I DPR RI tersebut.

Sukamta meyakini dengan adanya dana stimulan atau honor tersebut maka para petugas pengambil sampah akan menjalankan tugasnya dengan baik khususnya pengambilan sampah dengan sistem terpilah. “Selama ini warga sudah diminta memilah, akan tetapi (saat) di  (tempat) pembuangan dicampur lagi. Ini perlu jadi perhatian, sehingga perlu ada petugas khusus memilah,” ujarnya.

Sukamta menegaskan dirinya banyak mendapatkan aspirasi dari masyarakat terkait penanganan sampah di Jogja. Hal ini kembali mencuat setelah rencana penutupan TPST secara permanen, sehingga banyak ditemukan sampah di pinggir jalan, salah satunya di perbatasan antara Kota Jogja dengan Bantul atau sebelah utara Gembira Loka.

Baca Selengkapnya