Tujuh RUU yang Akan Dibahas di Masa Sidang I 2021-2022 Pilihan Realistis
Jakarta – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya menjelaskan tujuh Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan diselesaikan pada tingkat I antara DPR RI bersama pemerintah, adalah pilihan realistis. Menurut Willy, ada satu RUU yang cukup menjadi polemik sehingga membutuhkan pembahasan yang berlarut-larut, yaitu RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP).
“Karena (RUU) PDP itu perdebatannya di level pengelola datanya, lembaga pengelola datanya siapa di bawah apa. Kalau di beberapa negara itu kan lembaga independen, sedangkan pemerintah inginnya itu di bawah Kementerian Kominfo, (itu) gak cocok. Itu perdebatannya di sana. Jadi siapa lembaga yang akan menjadi pengelola data,” jelas Willy kepada Parlementaria, di Jakarta, Senin (16/8/2021).
Menurut Willy, negara harus bertindak sebagai wasit dalam hal tersebut. Sebab, penyalahgunaan wewenang (abuse of power) terjadi karena keterlibatan negara dan/oleh korporasi. “Maka, di sanalah dibutuhkan sebuah lembaga yang independen. Terserah, apakah itu di bawah komisi yudisial, di bawah siapa gitu ya, atau buat lembaga baru itu juga bisa. Perdebatan yang lebih substansial di level itu,” ujar Willy.
Meskipun memfokuskan pembahasan pada tujuh RUU tersebut, Willy menegaskan DPR RI memiliki beban yang sangat kuat untuk menyelesaikan RUU lain ditinjau dari aspek politik (aspiratif). Salah satunya, RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA). Diketahui, posisi RUU MHA sejauh ini sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2021 dan menunggu untuk diputuskan dalam Rapat Paripurna untuk disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR RI.
“Khusus terkait RUU Masyarakat Hukum Adat, tadi kan Pak Jokowi (dalam Sidang Tahunan MPR) sudah berikan kode keras. Karena dari istana sudah komunikasi dengan saya selaku ketua panja penyusunan (RUU MHA). Tentu kita berharap kode itu ditangkap Pimpinan DPR. Jadi kita punya UU yang sifatnya populis, UU yang menyangkut hajat hidup orang banyak, nah itu perlu direspon. Kalau tidak, ini akan menjadi sebuah keteledoran,” paparnya.
Politisi Partai NasDem ini berharap, DPR yang memiliki fungsi dan aturan mengenai legislasi dapat menjalani secara penuh hal tersebut. “Ketika kita tidak menjalankan mekanisme itu dengan benar maka runtuhlah kekuatan DPR. Kan DPR itu kepentingan politiknya beda-beda satu sama lain, nah yang bridging utamanya itu ya aturan,” tegas Willy
Diketahui, dalam pidato yang disampaikan pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022, Ketua DPR RI Dr. (H.C.) Puan Maharani menyebut terdapat tujuh RUU yang akan difokuskan untuk diselesaikan pada tingkat I. Yaitu, RUU tentang Perlindungan Data Pribadi, RUU tentang Penanggulangan Bencana, RUU tentang Perubahan Kelima atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, RUU tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, RUU tentang Jalan, RUU tentang Badan Usaha Milik Desa; dan RUU tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.