Terima Tim PPHAM, Menko Polhukam Minta Masyarakat Tidak Terprovokasi Isu Penghapusan Proses Yudisial
Jakarta – Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (Tim PPHAM), melaporkan perkembangan terakhir kerja tim ke Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
“Tim PPHAM yang dipimpin oleh Prof Makarim Wibisono sudah melaporkan kepada saya selaku penanggungjawab yang ditunjuk oleh Presiden untuk mengawal masalah ini, sudah melapor kepada saya perkembangan sementara kerja tim, dimana draftnya sudah siap, tinggal dimatangkan lagi melalui diskusi akhir nanti dengan PBNU di Ponpes milik Kyai Miftahul Akhyar, di Surabaya,” jelas Mahfud, di Jakarta, Senin (19/12).
Menko Mahfud menjelaskan, perkembangan pelaksanaan tugas tim penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat di masa lalu, sudah masuk tahap finalisasi.
“Insya Allah pada awal tahun 2023 sudah selesai dan hasilnya akan diserahkan pada presiden,”papar Mahfud.
“Lebih jauh Mahfud mengatakan, memasuki tahap finalisasi, masih akan ada dialog penting terakhir yang akan dilaksanakan di Surabaya, di Ponpesnya Kyai Miftahul Akhyar, Rais Aam PBNU.
“Dialog ini akan diikuti oleh pimpinan-pimpinan wilayah NU, dan semua cabang NU se-Sawa Timur. Kenapa ke NU? karena yang lain sudah semua. Ke gereja sudah, ke Muhammadiyah, ke Majelis Ulama, ke kampus-kampus, ke civil society sudah semua. Yang terakhir nanti akan ditutup dengan PBNU, sehingga insya Allah pekerjaan PPHAM ini akan komprehensif dan selesai tepat waktu,” tambah Mahfud dalam pernyataannya.
Mahfud menekankan, sampai saat ini, garis yang ditentukan oleh pemerintah tentang tugas PPHAM ini masih berada pada garis yang benar. Mahfud meminta semua pihak tidak percaya adanya provokasi seakan-akan tim akan menghapuskan proses yudisial.
“Jangan percaya kepada provokasi seakan-akan tim ini akan menghapuskan proses yudisial. Proses yudisial itu tidak bisa dihapus. Itu perintah Undang-undang, bahwa itu harus diadili dan tidak ada daluarsanya. jadi tidak boleh meniadakan proses yudisial. Tinggal bagaimana Komnas HAM dan Kejakgung melengkapi pembuktiannya, karena sampai sekarang sudah 38 orang dibebaskan. Bukti-buktinya tidak cukup untuk dikatakan sebagai pelanggaran HAM masa lalu. Tapi tidak akan ditutup karena tidak boleh sebelum diadili ditutup. Itu ketentuan undang-undang,” ujar Mahfud.
Selanjutnya, Mahfud juga meminta semua pihak tidak percaya adanya provokasi Kepres PPHAM untuk menghidupkan PKI. Mahfud kembali menegaskan, PKI tidak akan hidup dan tidak akan boleh hidup.
“Jangan terprovokasi, ada yang mengatakan, kepres PPHAM ini untuk menghidupkan lagi PKI. Percaya pada saya PKI gak bakalan hidup dan gak akan boleh hidup. Seakan juga PPHAM akan mendorong pemerintah meminta maaf kepada PKI, tidak ada. Di Keppres itu tidak ada satu kata pun kata PKI. Yang ada di situ adalah korban tahun 1965. Korban tahun 1965 itu bisa tentara juga, bisa NU juga, bisa umat Islam juga, bisa juga PKI juga,” tambah Mahfud.
Menurut Mahfud, yang dijadikan objek dalam PPHAM sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM ada empat, di antaranya justru korbannya umat Islam.
“Tengku Bantaqiyah di Aceh, dukun santet di Jawa Timur. Kemudian Lampung, dan sebagainya. Itu justru untuk melihat dan menyantuni korban dari kalangan kaum muslimin. Tidak ada itu PKI, yang lain-lain, seperti di Aceh itu ada Jambo Keupok, itu justru umat Islam,” ujar Mahfud.
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.