Survei Litbang Kompas: Raih 19,7 Persen, Elektabilitas PDIP Masih Tertinggi di Atas Parpol Peserta Pemilu
Jakarta – Elektabilitas partai politik dinamis setelah Pemilu 2019. PDIP sebagai pemenang Pemilu masih teratas di survei Litbang Kompas namun elektabilitasnya turun dibanding survei sebelumnya. Hasil ini terpotret dalam survei Litbang Kompas yang ditampilkan pada Harian Kompas edisi 22 Februari 2021.
Survei Litbang Kompas ini diadakan pada 27 Desember 2020-9 Januari 2021 dengan melibatkan 2.000 responden yang dipilih secara acak di 34 provinsi. Tingkat kepercayaan survei 95% dengan margin of error 2,83%. Di survei Januari 2021 ini, sebanyak 47,3% menyatakan tidak tahu, rahasia, atau golput.
Sebelumnya, Litbang Kompas juga pernah menggelar survei elektabilitas parpol pada Oktober 2019 dan Agustus 2020. Hasil survei terbaru pada Januari 2021 dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya.
Seperti diketahui, PDIP merupakan pemenang Pemilu 2019 dengan perolehan suara 19,33%. Di survei Oktober 2019, elektabilitas PDIP sebesar 21,8% dan sempat naik pada Agustus 2020 menjadi 23,1%.
Namun, elektabilitas PDIP di survei Januari 2021 turun menjadi 19,7%. Meski demikian, angka ini masih lebih tinggi daripada perolehan suara PDIP di Pemilu 2019.
Sementara itu, Gerindra merupakan peraih suara terbesar kedua di Pemilu 2019 dengan 12,57% suara. Pada survei Oktober 2019, elektabilitas Gerindra 13,6% dan turun menjadi 12,6% di survei Agustus 2020.
Di survei Januari 2021, elektabilitas Gerindra sebesar 9,6%. Ini turun dari survei sebelumnya dan juga lebih redah dari perolehan suara di Pemilu 2019.
Berikut hasil survei Litbang Kompas pada Januari 2021 dibandingkan dengan hasil pemilu 2019, survei Oktober 2019 dan Agustus 2020.
PDIP
Pemilu 2019: 19,33%
Oktober 2019: 21,8%
Agustus 2020: 23,1%
Januari 2021: 19,7%
Gerindra
Pemilu 2019: 12,57%
Oktober 2019: 13,6%
Agustus 2020: 12,6%
Januari 2021: 9,6%
PKB
Pemilu 2019: 9,69%
Oktober 2019: 5,3%
Agustus 2020: 4,7%
Januari 2021: 5,5%
PKS
Pemilu 2019: 8,21%
Oktober 2019: 5,3%
Agustus 2020: 4,1%
Januari 2021: 5,4%
Demokrat
Pemilu 2019: 7,7%
Oktober 2019: 4,7%
Agustus 2020: 3,6%
Januari 2021: 4,6%
Golkar
Pemilu 2019: 12,31%
Oktober 2019: 7,7%
Agustus 2020: 5,9%
Januari 2021: 3,4%
NasDem
Pemilu 2019: 9,05%
Oktober 2019: 3,1%
Agustus 2020: 2,5%
Januari 2021: 1,7%
PAN
Pemilu 2019: 6,84%
Oktober 2019: 2,1%
Agustus 2020: 1,1%
Januari 2021: 0,8%
Perindo
Pemilu 2019: 2,67%
Oktober 2019: 1,3%
Agustus 2020: 0,5%
Januari 2021: 0,6%
PPP
Pemilu 2019: 4,52%
Oktober 2019: 1,2%
Agustus 2020: 1,1%
Januari 2021: 0,5%
Berkarya
Pemilu 2019: 2,09%
Oktober 2019: 0,3%
Agustus 2020: 0,1%
Januari 2021: 0,4%
Hanura
Pemilu 2019: 1,54%
Oktober 2019: 0,8%
Agustus 2020: 0,9%
Januari 2021: 0,2%
PSI
Pemilu 2019: 1,89%
Oktober 2019: 1,1%
Agustus 2020: 0,3%
Januari 2021: 0,2%
Garuda
Pemilu 2019: 0,50%
Oktober 2019: 0,3%
Agustus 2020: 0,0%
Januari 2021: 0,1%
PBB
Pemilu 2019: 0,79%
Oktober 2019: 0,0%
Agustus 2020: 0,1%
Januari 2021: 0,0%
PKPI
Pemilu 2019: 0,22%
Oktober 2019 0,0%
Agustus 2020: 0,0%
Januari 2021: 0,0%
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.