Sultan HB X Minta ASN DIY Siap Layani Masyarakat di Tengah Transisi New Normal
Yogyakarta – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X kembali menyapa masyarakat melalui program #SultanMenyapaJilid9. Dalam sapaan bertajuk ‘Hidupkan Birokrasi Yang Melayani’ ini, Sultan minta aparatur sipil negara (ASN) di DIY untuk siap melayani masyarakat di tengah transisi new normal.
Berikut isi dari #SultanMenyapaJilid9:
#SultanMenyapaJilid9
Hidupkan Birokrasi Yang Melayani
Assalamualaikum wr. wb.
Salam sejahtera untuk kita semuanya,
Di DIY, Reformasi Birokrasi telah digulirkan sejak Maklumat No. 10/1946 tentang Perubahan Pangrèh Prâdjâ ke Pamong Prâdjâ. Esensinya bukan sekadar istilah, tetapi juga mengubah tata pemerintahannya, dari Abdi-Negara ke Abdi-Masyarakat. Di sanalah sumber Filosofi ASN itu, dari “dilayani” menjadi “melayani”. Mereka bukan sekadar kerumunan pekerja kantoran, tapi insan peradaban sarat empati.
Corona mengubah keteraturan menjadi kekacauan. Dari cosmos ke chaos. Dampak positifnya, adalah pergeseran peradaban yang mengubah perilaku. Budaya bersih, peduli lingkungan, belajar disiplin, menguji rasa kemanusiaan dan semangat kegotongroyongan, juga menyadarkan manusia akan makna kehidupan yang lebih hakiki. Konsekuensinya, ASN harus bersiap diri memasuki Era Normal-Baru dengan norma dan etika yang baru pula. Lanjutannya, ASN harus mengubah mindset, karena masyarakat yang dilayaninya pun semakin cerdas – knowledge society, dengan tuntutan yang beragam.
Sedangkan di depan tak ada jalan, kecuali membangunnya sejak dini! Jalan adalah sesuatu yang linier, dan di dunia yang tidak linier penuh lonjakan gejolak ini, kita harus melakukan lompatan pemikiran non-linier: dari daratan yang dikenal baik ke sebuah pulau yang tak dikenal sama sekali. Dari terra firma ke terra incognita. Bukan dengan “sedan mewah” masa silam. Tetapi “jip persneling ganda” yang bisa menjelajah medan sulit dan mudah untuk dimanuver.
Meski bermetafora mekanis, wahana baru itu tetap punya hakikat organisme biologis yang hidup, bukan mesin. Birokrasi baru itu merupakan jaringan pemikiran trans-disiplin, para pakar yang berbagi ilmu, perwujudan TripleHelix model Jogja. Mereka ada yang di dalam dan yang lain ada di luar Birokrasi. Sehingga menjadikannya Birokrasi cerdas, karena digerakkan oleh mesin imajinasi manusia. Mengundang partisipasi publik dan mitra kerja untuk melakukan penjelajahan Era Normal-Baru, berkolaborasi mendefinisikan protokol Norma-Baru.
Sayangnya, tak ada perhentian dalam rally ke masa depan itu. Tak ada jeda untuk memulihkan tenaga, karena proses perubahan itu sendiri menjadi lomba adu cepat dan asah cerdas. Mereka yang terlalu lama menjalani proses itu dan berlaku bimbang, bisa menjadi pecundang. Lebih buruk lagi, tak dapat turut serta dalam perjalanan.
Karena itu, harus dilakukan perubahan radikal terhadap Birokrasi agar tidak Birokratis, tapi Inovatif, aplikasi dari simbol “Satriya” yang tersemat di dada, meski perubahan itu pun harus dilakukan di tengah lomba itu sedang berlangsung.
Inilah gambaran Birokrasi yang Melayani, bentuknya ramping, proaktif, responsif, partisipatis, sarat empati dan mudah bergerak cepat untuk hadir di tengah masyarakat, membangun relasi, bermitra mencari solusi.
Ayo! Hidupkanlah mesin Birokrasi sebagai Aktor Perubahan dan Insan Peradaban yang Melayani seperti itu. Ya Allah, jauhkanlah itu semua dari sebuah Utopia, dan dekatkanlah menjadi Realita.
Sekian, terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.
Kepala Bagian Humas Biro Umum Humas dan Protokol Setda DIY, Ditya Nanaryo Aji menjelaskan maksud dari #SultanMenyapa jilid 9 ini. Menurutnya, reformasi birokrasi adalah upaya yang masih terus diupayakan demi tercapainya layanan publik yang ideal dan menyejahterakan.
“Reformasi birokrasi dapat dicapai dengan mulus apabila aparat-birokrat bekerja dengan hati, agar tercipta tata layanan publik yang manusiawi. Di saat ini, di tengah-tengah pandemi Corona, semua pihak diminta dan mau tidak mau harus belajar, tentu agar bisa survive dan dapat melanjutkan peradaban,” kata Ditya melalui keterangan tertulis, Selasa (16/6/2020).
Selanjutnya, masyarakat sebagai bagian dari tatanan hidup juga pada akhirnya mempelajari banyak hal, di mana secara otomatis membawa peradaban ini menuju masyarakat informasi. Alhasil, masyarakat menjadi lebih literat dan lebih kritis dalam menyikapi banyak hal. Mereka ingin lebih didengar, diapresiasi dan diakomodasi.
“Konsekuensinya, ASN sebagai garda birokrasi juga harus ikut belajar, dalam hal ini, ASN harus selalu memutakhirkan pengetahuan dan strategi menghadapi era normal baru yang mau tidak mau harus dilalui,” ucapnya.
“Sehingga ASN harus benar-benar memahami konsep Memasuh Malaning Bumi, yaitu merawat dan melanjutkan kehidupan dengan modal sosial Mangasah Mingising Budhi, dengan mau belajar dan menjadi insan berilmu dan bernurani,” imbuh Ditya.
Terkait tatanan normal baru, Ditya menyebut dapat diibaratkan sebagai upaya membangun kembali jalan peradaban. Di mana berbagai kendala harus disikapi sebagai peluang untuk belajar dan berinovasi.
Dari pesan Sultan itu, seluruh pihak diminta harus logis dan cerdas menyikapi tatanan baru yang akan dilalui. Perlu berpikir multidimensional, tinggalkan ego sektoral, dan bangun kerja bersama lintas sektor dan lintas ekosistem, tepikan kompetisi, serta mulai untuk berkolaborasi.
“Semua unsur harus berpikir bersama, bekerja bersama dalam jalinan multihelix, untuk menempuh tantangan tatanan normal baru yang belum pernah terbayangkan sama sekali. Tak boleh ada yang dikesampingkan, tak boleh ada yang diabaikan, karena apabila salah satu ekosistem tersebut goyah, maka seluruh ekosistem dipastikan akan terkena dampaknya sebagai resiko multiplayer effect,” katanya.
Ditya menambahkan, proses adaptasi menuju new normal harus dilakukan serempak, bersama-sama, saiyeg saeka praya, saiyeg saeka kapti (kebulatan tekad dan hati bersama). Pembangunan tatanan baru tidak akan berhasil tanpa ada komitmen-komitmen bersama dalam menjalankan protokol-protokol kesehatan dan sosial.
“Yang mengabaikan protokol new normal, bisa jadi akan jadi korban. Dalam hal ini, setiap manusia harus memiliki rasa waspada. Yitna yuwana, lena kena. Adaptasi harus selalu dapat dilakukan dalam situasi apapun dengan adanya standar yang jelas dan mudah dilakukan,” ucapnya.
Ditya menuturkan pesan Sultan itu juga mengingatkan manusia harus menjalankan prinsip empan papan, pandai beradaptasi. Terlebih manusia dikaruniai pemikiran dan hati nurani, diharapkan masyarakat memiliki komitmen dan kesadaran bersama menuju era baru.
Saat ini birokrasi memerlukan ekosistem baru, yaitu ekosistem inovasi yang menjadi think tank dan think factory yang menjadi motor pembangunan layanan publik. Ada langkah awal yang dapat dijadikan alat bagi birokrasi, yaitu membangun kepekaan sosial dan mau mendengarkan.
“Sesanti luhur Sukeng Tyas Yen Den Hita mengajarkan bahwa mendengarkan dan menerima masukan adalah cara terbaik dalam upaya memulai tatanan kehidupan dan masyarakat. Bertransformasi menuju birokrasi yang melayani, ada empat modal yang harus dimiliki aparat-birokrat, yaitu kewasisan, taberi, budi rahayu, dan kasarasan,” ujar Ditya.
(zico)
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.