Serapan Anggaran Rendah, Rakyat Belum Rasakan Manfaat Program KKP
Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema mengungkapkan bahwa serapan anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) baru mencapai angka 38,19 persen dari pagu anggaran sebesar Rp 4,6 triliun. Hal itu berarti masih sekitar 60 persen anggaran KKP yang belum sampai ke rakyat.
“Bacaan sederhananya, rakyat belum merasakan (manfaat) program KKP. Padahal para nelayan, baik nelayan tangkap maupun budi daya, sangat membutuhkannya. Selain itu, anggaran tersebut juga diperlukan untuk menggerakkan inovasi dan kreasi bagi produk-produk olahan,” ucap Lema dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Edhy Prabowo di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/8/2020).
Dikatakannya, para nelayan seperti di kabupaten di Provinsi NTT banyak mengeluhkan banyak hal, khususnya nelayan tangkap menyangkut sarana dan prasarana. Di Pantura Timor yang merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, potensi perikanan tangkapnya sangat luar biasa. Tetapi ironisnya, di sana juga menjadi kantong kemiskinan. Padahal Pantura Timor ini merupakan beranda depan Negara Republik Indonesia,” tandasnya.
Menyangkut masalah postur anggaran Tahun 2021, politisi Fraksi PDI Perjuangan itu menegaskan, secara konseptual sering dikatakan bahwa laut adalah masa depan Indonesia. Tetapi secara faktual laut Indonesia belum menjadi ruang dan sumber hidup. Dengan luas laut yang besar yang dimiliki Indonesia, namun orientasi (arah kemajuan pembangunan) masih terpusat di darat.
“Oleh karenanya, saya mendukung (peningkatan anggaran) KKP. Komisi IV harus mendorong untuk meningkatkan anggaran KKP ini. Kita senang Kementerian Pertanian pagu anggarannya ada diangka Rp 21 triliun, lalu kenapa Kementerian Kelautan dan Perikanan Cuma Rp 6,6 triliun. Kalau kita periksa lagi, Ditjen Perikanan Tangkap itu hanya sekitar Rp 763 miliar. Budi Daya hanya Rp 1,2 triliun. Kita ini serius bernegara atau tidak. Serius ingin membangun sektor maritim kita atau tidak. Masa depan kita, menurut saya ada di laut,” tegas Lema.
Pada kesempatan tersebut Lema juga menyoroti secara khusus tentang pendapatan negara bukan pajak yang terkait dengan ekspor benih lobster. Sebab sepengetahuan dirinya, sampai saat ini, Kementerian Keuangan belum menerbitkan mekanisme pungutan terkait PNBP tersebut.
“Namun kita tahu, pada 12 Juni 2020, Kementerian KKP sudah mengekspor benih lobster ke Vietnam. Padahal peraturan turunannya setahu kami belum ada. PNBP yang diperoleh itu per 60 ribu benih lobster harganya hanya 15 ribu rupiah. Menurut saya ini sangat rendah. Pertanyaan yang paling mendasar, untuk apa kebijakan ini dan apa manfaat buat nelayan kita. Masyarakat miskin di Indonesia 25 persennya adalah nelayan. Jadi kalau 60 ribu benih lobster diekspor ke luar negeri dan PNBP nya buat negara ini Cuma 15 ribu rupiah maka jelas kebijakan ini tidak pro kepada nelayan,” tukasnya.
Disisi lain eksportir benih lobster mendapatkan untung yang sangat besar, tambahnya. Padahal dalam beberapa kesempatan disampaikan bahwa semangat dari Peraturan Menteri KKP tentang ekspor benih lobster ini semangatnya adalah budi daya lobster. “Saya berdiri pada posisi mendukung KKP dalam bentuk peningkatan postur anggaran, tetapi tolong kebijakan yang menyangkut ekspor benih lobster ini kita pikirkan kembali,” imbuh Lema.
Dalam rapat kerja itu, ia juga sempat menyampaikan apresiasinya kepada jajaran Kementerian Kelautan dan Perikanan atas pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI. “Saya kira ini satu prestasi yang patut diapresiasi. Dan mewakili masyarakat NTT, saya mengucapkan terima kasih kepada KKP dengan telah dilaksanakannya program gemar ikan dan pelatihan diversifikasi olahan ikan di Provinsi NTT. Ibu-ibu di Kabupaten Sumba Timur dan Belu, merasa senang sekali. Mungkin selanjutnya perlu diadakan kembali program sejenis. Kalau sebelumnya produk iklan, mungkin kedepan produk rumput laut atau lain sebagainya,” pungkasnya. (dep/es)
BERITA
Komisi III Minta Komnas HAM Tingkatkan Peran, Selesaikan Pelanggaran HAM Berat
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memimpin rapat kerja dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam rapat ini Komisi III meminta Komnas HAM untuk meningkatkan peran dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi dalam mendukung penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berat.
“Baik itu penyelesaian yudisial maupun non-yudisial, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di ruang rapat Komisi III, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2024).
Lebih lanjut Komisi III DPR meminta Komnas HAM untuk segera menyelesaikan peraturan terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi, agar dapat menjadi informasi dan tolak ukur dalam tindak lanjut rekomendasi yang telah diberikan.
Bahkan Komisi III meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk lebih proaktif dan sinergis dalam mengidentifikasi potensi permasalahan, melakukan penanganan, maupun pendampingan terhadap seluruh pihak, dalam penerapan dan penegakan prinsip-prinsip HAM, termasuk perlindungan terhadap perempuan di seluruh sektor dan kegiatan.
Sementara itu di lain pihak, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Komnas HAM terkait Penilaian Tindak Lanjut Kepatuhan Rekomendasi Komnas HAM. “Sebagai salah satu upaya pemasangan untuk meningkatkan efektivitas dari rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM,” papar Atnike saat rapat.
Menurutnya rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM dari hasil pemantauan, mediasi, maupun kajian tidak selalu ditindaklanjuti oleh stakeholders maupun kementerian/lembaga karena dianggap tidak mengikat. “Sejumlah kasus juga menunjukkan fungsi mediasi Komnas HAM masih belum dipahami sebagai sebuah solusi strategis,” ucap Atnike.
BERITA
Anggaran Pendidikan Kemenag Dinilai Masih Kecil
Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai besaran anggaran pendidikan yang diterima Kemenag (Kementerian Agama) untuk mendanai seluruh lembaga pendidikan Islam dan keagamaan masih timpang dibanding kementerian lain.
“Soal anggaran pendidikan di bawah Kementerian Agama harus betul-betulan keadilan anggaran. Kalau kita dengar pidato Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam rapat paripurna, ya anggaran pendidikan Rp630 triliun, tapi kalau Kemenag hanya dapat Rp35 triliun, buat saya mengkhawatirkan,” kata Kang Ace, sapaannya, dalam keterangan persnya, Rabu (29/5/2024).
Politisi Partai Golkar itu menyatakan, selain Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenag, anggaran terbesar juga diberikan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag sebesar Rp35 triliun.
Ada satu hal yang sangat penting untuk didiskusikan bersama adalah soal berbagai hal terkait anggaran pendidikan nasional. Dari penjelasan Plt Dirjen Pendis, berapa persen KIP Kuliah untuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTKAI) dan perguruan tinggi agama lain.
“Apakah PIP, KIP, apakah sudah mencerminkan suatu keadilan anggaran? Rehab ruang kelas juga belum mencerminkan keseluruhan,” ujar dia.
Kang Ace melihat dari total anggaran pendidikan Rp630 triliun di APBN, Kemenag hanya mendapatkan Rp35 triliun, artinya belum mencerminkan suatu kesetaraan anggaran.
“Padahal anak-anak madrasah, yang kuliah di UIN, STAIN, STAI atau di manapun, mereka juga anak-anak bangsa yang sama untuk mendapatkan perlakuan sama dalam akses pendidikan,” tutur Kang Ace.
Ace mengatakan, keputusan tepat telah diambil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menunda status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Itu keputusan yang tepat. Kalau tidak, meresnya sama mahasiswa. Berat,” ucap dia.
Jujur saja, ujar Ace, hampir sebagian besar siswa dan mahasiswa yang sekolah di bawah Kemenag berlatar belakang sosial ekonomi kelas menengah bawah. Namun penyaluran program KIP dan PIP untuk mereka juga sedikit.
“Itu anehnya. Jadi ada yang salah dari proses pendataan penyaluran program negara untuk kelompok-kelompok yang membutuhkan itu,” ujar Kang Ace.
BERITA
Imbas Kebakaran Smelter Nikel PT KFI, Komisi VII akan Audit Investigasi
Kutai Kartanegara – Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru mengatakan, pihaknya akan segera melakukan audit investigasi terhadap pabrik smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industri. Hal tersebut imbas dari peristiwa dua kali ledakan di pabrik smelter PT KFI yang menewaskan pekerja asing dan lokal belum lama ini.
“Kami akan panggil PT KFI beserta seluruh jajaran direksinya, untuk datang ke Gedung Senayan dan kami akan melakukan audit investigasi. Secara mekanisme, bisa dengan membuat panja nikel atau kita panggil secara khusus di Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami juga tentunya akan melibatkan Kementerian Perindustrian dan Kementerian KLHK dari sisi amdalnya, supaya benar-benar kita melihat secara komprehensif sebab terjadinya ledakan,” ujarnya saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR mengunjungi PT KFI di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).
Menurut Politisi F-PDI Perjuangan ini, pihaknya menilai, hasil dari temuan dilapangan seperti sarana untuk keselamatan kerja dan sebagainya juga masih jauh dari kurang. Walaupun mereka sudah mendatangkan tim dari Kementerian Industri untuk mekanisme aturan pedomannya, tetapi pihaknya menemukan fakta di lapangan masih belum sesuai dengan harapan.
“Saya berpesan agar tidak terulang terjadi kebakaran atau ledakan, yang paling penting ini adalah mesin yang ada di setiap semelter itu perlu dicek selalu setiap periodik. Kemudian, kalibrasi mesin itu juga penting karena dengan begitu kita akan tahu ukuran mesin ini sesuai dengan kapasitasnya dia berproduksi atau tidak. Sehingga, Insya Allah dengan adanya perawatan yang berkala dan pengawasan yang kita lakukan ini Insya Allah tidak akan terjadi kembali,” jelas Nasyirul.
Selain itu, kami juga tidak menemukan alat pemadam kebakaran sepanjang jalan menuju lokasi meledaknya smelter. Kemudian, rambu-rambu yang ada juga masih sangat terbatas sekali, sehinhha dianggap tidak layak untu perusahaan smelter. “Jadi ini harus segera diperbaiki,” imbuhnya.
“Kita menemukan sesuatu yang di luar dugaan, ketika PT KFI lagi dibangun ada proses namanya commissioning atau uji coba tetapi sudah menimbulkan kejadian terjadinya ledakan. Padahal masih tahap uji coba, tetapi dua tenaga kerja asing dan dua pekerja lokal turut menjadi korban akibat ledakan di smelter nikel tersebut,” ucapnya lagi.